JAKARTA, MENARA62.COM – Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Nizam mengingatkan ASN di lingkungan pendidikan harus menjadi garda terdepan dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebab semua aktivitas masyarakat bermula dari dunia pendidikan.
“Kita didik dari PAUD hingga pendidikan tinggi, semua bermuara dari dunia pendidikan. Maka tanggung jawab kita harus berada di depan jadi teladan, tut wuri,” kata Nizam pada kegiatan FGD ‘Tantangan Integritas Aparatur Sipil Negara Dalam Melawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang digelar secara daring, Kamis (16/7/2020).
Data menunjukkan saat ini tercatat sekitar 80 juta peserta didik mulai dari PAUD hingga pendidikan tinggi berada dibawah kelola Kemendikbud. Mereka tentu membutuhkan suri tauladan yang baik dari para pengelola dunia pendidikan baik mereka yang berprofesi sebagai guru, dosen, maupun pengelola pendidikan di tingkat daerah dan pusat.
Nizam mengakui KKN sudah lama menjadi penyakit masyarakat utamanya di kalangan ASN. Oknum ASN melakukan praktik KKN pada saat memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Kita diangkat oleh negara sebagai ASN untuk memberikan layanan kepada masyarakat. Maka kita harus independen dan netral oleh muatan politik, kita harus memberikan layanan kepada semua,” lanjut Nizam.
Menurut Nizam, praktik KKN tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi negara juga mengalami kerugian yang tidak sedikit. Data tahun 2019 saja, kerugian negara yang diakibatkan oleh kejahatan korupsi mencapai Rp8,4 triliun dari 271 kasus korupsi. Selain itu, setiap tahunnya ribuan ASN dipecat karena korupsi.
Diakui Nizam, indeks perilaku antikorupsi Indonesia semakin membaik. Sepanjang tahun 2012 hingga 2020, indeks antikorupsi meningkat dari 3,55 menjadi 3,80. Bahkan untuk wilayah Asia Tenggara, Indonesia menempati posisi keempat setelah Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia untuk perilaku antikorupsi.
Kemendikbud utamanya Ditjen Dikti, lanjut Nizam siap mendukung sistem integrasi nasional bersama KPK dan seluruh jajaran pemerintahan, swasta, dan sipil. Karena dengan ketidakadaan korupsi pembangunan lebih lancar, tatanan hukum berkeadilan, kesejahteraan dan kualitas hidup membaik.
Karena korupsi itu penyakit, maka pemberantasannya harus dilakukan melalui tiga aspek yakni promotif, preventif, dan kuratif.
“Sejumlah upaya kami lakukan untuk promotif misalnya dengan kebijakan SIGAP melayani, sistem pembayaran nontunai, model agen perubahan, sosialisasi, dan lainnya,” lanjut Nizam.
Perbaikan berkelanjutan pada 8 area perubahan juga terus dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang dilayani diantaranya melalui survei kepuasan yang dilakukan secara terprogram. Monitoring dan evaluasi perkembangan dilakukan melalui e-RB SIGAP.
Adapun sasaran zona integritas Ditjen Dikti adalah manajemen perubahan, deregulasi kebijakan, penataan dan penguatan organisasi, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan akuntabilitas, penguatan pengawasan, dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
“Kami juga mendorong ASN mengisi Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN) dan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN),” tutup Nizam.