31.3 C
Jakarta

Badan Bahasa: Keterbatasan Akses Bahan Ajar Picu Rendahnya Literasi

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Tingkat literasi masyarakat Indonesia sering digambarkan masih rendah. Berdasarkan analisis Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), ternyata rendahnya literasi dipicu oleh keterbatasan akses bahan ajar.

“Jadi rendahnya literasi masyarakat bukan karena minat membaca masyarakat yang rendah. Kami melakukan analisis dan ditemukan bahwa keterbatasan akses masyarakat terhadap buku atau bahan ajar ditambah keterbatasan waktu untuk membaca menjadi dua hal yang menyebabkan rendahnya literasi,” kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kemendikbud RI Prof. Endang Aminudin Aziz, M.A., Ph.D, pada kegiatan Riung Media, Kamis (23/9/2021).

Karena itu Badan Bahasa, lanjut Aminudin berupaya terus untuk keningkatkan akses masyarakat terhadap bahan ajar. Salah satu caranya adalah menyiapkan bahan ajar sebanyak mungkin.

“Kita siapkan buku literasi dan juga menerjemahkan buku-buku berbahasa asing,” lanjut Aminudin.

Dalam satu tahun terakhir ini, diakui Aminudin, Badan Bahasa telah menerjemahkan 1.375 buku berbahasa asing dan 250 buku bahasa daerah. Buku-buku tersebut diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Targetnya dalam 4 tahun yang akan datang, jumlah buku terjemahan baik dari bahasa asing maupun bahasa daerah bisa mencapai lebih dari 5.000 judul buku.

Di samping itu Badan Bahasa juga menyusun buku sendiri dengan target per tahun 75 judul buku. Hingga saat ini sudah 748 judul buku telah disusun Badan Bahasa guna mendukung literasi masyarakat.

Amin menjelaskan untuk kegiatan menerjemahkan buku berbahasa asing, pihaknya menjalin kerjasama dengan berbagai negara dengan tujuan untuk menghemat biaya. Karena untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa asing, kita diwajibkan membayar lisensi dari buku tersebut.

“Sistem pembayaran lisensi buku itu berlaku sesuai dengan jumlah buku yang kita cetak. Makin banyak dicetak maka makin mahal biaya yang harus dikeluarkan. Tetapi jika bekerjasama dengan pemerintah negara lain, tentu biaya tersebut bisa kita hemat,” tukas Amin.

Dalam kesempatan tersebut Kepala Badan Bahasa juga menjelaskan terkait perkembangan Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Badan Bahasa tersebut berupaya memperluas penggunaan Bahasa Indonesia ke berbagai penjuru dunia melalui program BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing). Program yang digagas sejak 2015 tersebut telah berhasil mengirimkan ratusan guru Bahasa Indonesia ke sejumlah negara.

“Sebelum pandemi kita kirim rata-rata antara 25 sampai 30 guru Bahasa Indonesia ke berbagai negara. Jumlah pemelajar sekitar 10 ribu per tahun atau 62 ribu selama  tahun berlangsung,” tukasnya.

Tetapi sejak pandemi, Badan Bahasa tidak perlu lagi mengirimkan guru BIPA. Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi penutur asing dilakukan melalui metode daring. Cara ini ternyata jauh lebih efektif dan efisien karena jumlah pemelajar meningkat drastic mencapai lebih dari 20 ribu dalam satu tahun terakhir ini.

Selain melalui program BIPA, Badan Bahasa juga terus meningkatkan jumlah kosa kata Bahasa Indonesia melalui padanan kata asing maupun kata dari bahasa daerah. Saat ini jumlah kosa Bahasa Indonesia sekitar 114 ribu kosa kata. Targetnya hingga 2024 jumlah kosa kata bahasa Indonesia bisa mencapai lebih dari 200 ribu.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!