JAKARTA, MENARA62.COM – Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Badan Bahasa) berinisiatif memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) atau AI sebagai salah satu upaya melestarikan bahasa daerah. Upaya ini diharapkan dapat menyelamatkan bahasa daerah dari kepunahan.
Salah satu inisiatif Badan Bahasa tersebut adalah pengembangan aplikasi Vitalitas Bahasa (VIBA) yang menggunakan teknologi pengenalan suara (speech recognition) dan chatbot untuk penjaringan data. “Pendekatan ini memungkinkan pengumpulan data linguistic secara efisien tanpa harus mengirim banyak petugas secara manual ke lapangan,” kata Kepala Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa E. Aminudin Azis pada kegiatan Kuliah Umum PembaTIK 2024 Level 4, Sabtu (19/10/2024).
Teknologi AI dapat menganalisis pola bahasa dan mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi dalam penggunaan bahasa. AI juga dapat membantu pembuatan atlas vitalitas bahasa untuk memvisualisasikan data pengukuran.
BACA JUGA: Badan Bahasa dan Komisi X DPR RI Dorong Pemutakhiran KBBI Edisi VI |
Menurut Aminudin, potensi pemanfaatan AI untuk revitalisasi bahasa daerah dapat digunakan antara lain untuk mendokumentasikan bahasa daerah, pengembangan aplikasi pembelajaran bahasa daerah yang interaktif, dan untuk penerjemahan antarbahasa daerah.
Mengapa teknologi AI penting dalam upaya pelestarian bahasa daerah? Pertama, karena mayoritas konsumen saat ini memilih menggunakan chatbot untuk dapat membantu mereka daripada menunggu petugas costumer service untuk melayani. “Survei menyebutkan 62 persen konsumen memilih Chatbot dan hanya 38 persen yang menunggu respon dari customer service,” ungkap Aminudin.
Kedua, kecerdasan artifisial dan pemrosesan bahasa alami telah memengaruhi banyak aspek kehidupan manusia. Ketiga, penerjemahan otomatis, chatbot dan asisten virtual semakin umum digunakan di hampir segala lini kehidupan. Namun tantangan muncul secara alami dan akurat serta mampu beradaptasi dengan konteks sosial dan budaya.
Aminudin menegaskan bahwa revitalisasi bahasa daerah sangat penting dilakukan ditengah ancaman kepunahan bahasa daerah yang semakin nyata. Data UNESCO saat ini dari 7000 bahasa daerah yang ada di dunia, setiap dua pekan sekali ada bahasa daerah yang punah. Situasi tersebut tidak jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia.
BACA JUGA: Miskin Kosa Kata, Badan Bahasa Targetkan 200 Ribu Kosa Kata Bahasa Indonesia pada 2024 Ini |
“Kita juga menghadapi punahnya bahasa daerah ketika para penutur aslinya sudah meninggal dunia,” jelas Aminudin.
Sebagai contoh, bahasa Sunda dalam 10 tahun terakhir ini harus kehilangan penutur asli sekitar 2 juta orang. Jumlah tersebut relative sedikit dibanding bahasa daerah di wilayah Indonesia timur. “Di Papua saja ada ada 426 bahasa daerah dan ketika penuturnya yang hanya berjumlah sedikit meninggal dunia, maka ancaman kepunahan semakin nyata,” tambah Aminudin.
Selain meninggalnya penutur asli, punahnya bahasa daerah lanjut Aminudin juga dipengaruhi oleh beberapa factor. Diantaranya adalah dominasi bahasa global yang mempercepat pergeseran bahasa, generasi muda lebih mengutamakan bahasa yang berprestise tinggi demi mobilitas sosial, bahasa daerah dianggap kurang relevan dalam konteks modernisasi. Selain itu infrastruktur digital yang terbatas untuk bahasa daerah, media sosial dan aplikasi yang lebih memfasilitasi penggunaan bahasa global dan representasi bahasa daerah minim, menyebabkan linguistic digital divide.
“Hal-hal tersebut menjadi tantangan besar bagi pelestarian dan revitalisasi bahasa daerah,” kata Aminudin.
Badan Bahasa lanjut Aminudin telah melakukan kajian vitalitas terhadap 87 bahasa daerah pada 2021. Hasilnya, 24 bahasa dalam kondisi aman, 19 bahasa dalam kondisi rentan, 3 bahasa mengalami kemjnduran, 29 bahasa terancam punah, 8 bahasa dalam kondisi kritis dan 5 bahasa sudah punah. “Kepunahan terjadi terutama karena para penuturnya tidak lagi menggunakan dan atau mewariskan bahasa tersebut kepada generasi berikutnya,” ujarnya.
Aminudin mengingatkan praktik revitalisasi bahasa daerah tidak bisa menerapkan pola yang seragam. Karena dari 718 bahasa daerah yang ada di Indonesia, masing-masing memiliki daya hidup yang beragam, wilayah dan jumlah penutur yang berbeda, dan tidak digunakannya lagi bahasa daerah oleh penutur jati.
Dalam kesempatan tersebut, Aminudin mengundang para guru untuk ambil bagian dalam kegiatan revitalisasi bahasa daerah guna melestarikan kekayaan budaya bangsa Indonesia melalui kegiatan pembelajaran di sekolah.
“Keinginan untuk melestarikan bahasa daerah harus menjadi sebuah gerakan bersama dengan gerak langkah yang sama,” tandas Aminudin.
Kegiatan Kuliah Umum PembaTIK 2024 Level 4 yang dilaksanakan secara daring itu sendiri diikuti oleh 1.142 peserta. Kepala Balai Layanan Platform Wibowo Mukti menjelaskan sejak diluncurkan pada tanggal 13 Juni 2024, tercatat 319.743 guru telah bergabung dalam kegiatan PembaTIK.
BACA JUGA: Badan Bahasa Ajak Masyarakat Perkuat Kemahiran Berbahasa Indonesia melalui Kelas Penyuluhan |
“Saat ini, rangkaian kegiatan PembaTIK 2024 telah sampai pada level 4, dimana 30 besar peserta terbaik dari masing-masing Provinsi di Indonesia akan mengikuti Level Berbagi dan Berkolaborasi yang dilaksanakan mulai tanggal 20 – 31 Oktober 2024. Mereka merupakan calon Duta Teknologi yang menjadi penggerak pemanfaatan TIK di daerah representatif masing-masing,” tutup Wibowo.