LOMBOK TIMUR, MENARA62.COM – Duduk di lantai beralaskan selembar karpet, Baik Hartini, Kepala Sekolah TK Negeri Pembina Suralaga, kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, begitu bersemangat menjalankan proses belajar mengajar bagi belasan siswa didiknya. Berbekal alat permainan edukasi (APE) seadanya berupa boneka kain, Baik yang dikelililingi anak-anak, ada Rahma, ada Lestari, ada Dani, Nazwa, Kaysa dan lainnya, pagi itu mengisahkan tentang kehidupan sebuah keluarga petani.
Respon anak didiknya sangat baik. Terbukti mereka tak hentinya untuk menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh sang ibu guru. Dengan suara lantang, anak-anak saling berebut, mengacungkan tangan untuk merespon setiap pertanyaan yang dilontarkan guru. Ini adalah praktik pembelajaran yang memusatkan proses belajar pada siswa didik, sebuah model pembelajaran yang mulai diterapkan di TK Negeri Pembina Suralaga, sejak Baik Hartini menjabat sebagai guru sekaligus kepala sekolah TK tersebut.
Sebenarnya bukan persoalan mudah bagi Baik, salah satu Guru Penggerak di Lombok Timur untuk membuat siswa senang dan nyaman belajar di TK Negeri Pembina Suralaga. Bagaimana tidak, awal bertugas di sekolah tersebut, Baik harus mendapati sebuah bangunan sekolah yang boleh dikata jauh dari kata layak. Bangunan sekolah yang terbuat dari bilah bambu, lantai masih berupa tanah, dan atap yang bocor di sana-sini.
Bisa jadi karena belum menjadi bagian dari wajib belajar, membuat masyarakat sedikit abai terhadap keberadaan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK). Maka yang kemudian terjadi adalah pendidikan TK dihadirkan sekadarnya, baik dalam hal sarana prasarana maupun SDM pembelajarnya dalam hal ini guru.
Padahal jenjang TK di mana anak masih dalam periode pertumbuhan, kata Baik, merupakan masa yang sangat penting dalam kehidupan seorang anak. Pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
Karena itulah, pendidikan TK seharusnya dihadirkan lebih baik lagi. Menyiapkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan dasar, agar anak jauh lebih siap untuk menghadapi masa-masa sekolahnya yang lebih serius.
Terdorong untuk menghadirkan sekolah yang aman, nyaman dan menggembirakan bagi anak didik, Baik Hartini, yang ditugaskan sebagai kepala sekolah sejak 4 Agustus 2022 pantang menyerah ketika harus menghadapi kenyataan kurang mendukungnya fasilitas sarana prasarana sekolah untuk dikatakan sebagai sekolah yang layak.
Di jumpai di sekolah tempatnya bertugas, Baik yang menjadi peserta program Guru Penggerak angkatan ke-4 pun berinisitaif mengubah kondisi sekolah dengan menerapkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti program Guru Penggerak. Ia harus menggerakkan potensi atau sumber daya yang ada di sekitarnya guna mengubah gedung sekolah TK Negeri Pembina Suralaga menjadi lebih layak, aman dan nyaman untuk anak-anak.
Karena itulah, program pertama yang dilakukan oleh Baik adalah Siwasirans atau kolaborasi warga sekolah ciptakan suasana ramah, aman dan nyaman di sekolah. “Program ini yang pertama saya jalankan karena ketika saya diangkat menjadi kepala sekolah di TK Negeri Pembina Suralaga sarana prasarananya sangat miris. Bangunan, tempat belajar sangat tidak sedap dipandang mata. Ini tentu membuat anak dan guru tidak aman dan nyaman dalam proses pembelajaran apalagi untuk membuat anak bahagia dalam belajar,” tukasnya.
Baik mengakui banyak kendala dihadapi dalam menjalankan tugas sebagai kepala sekolah. Diantaranya adalah minimnya sumber pendanaan. “Solusi yang saya ambil untuk menghadapi tantang tersebut adalah memetakan sumber daya yang ada di sekolah . saya mengundang semua guru, wali murid, komite sekolah, kepala desa kadus, Kanit kecamatan Suralaga, Kadis Lombok Timur, bahkan sempat mengundang Bapak Bupati Lombok Timur untuk menghimpun dana,” tambahnya.
Maka kepiawiannya menggerakkan sumber daya yang ada tersebut, dalam waktu hanya tiga pekan saja, Baik mampu menyulap gedung sekolah TK yang awalnya berbilik bambu kini bisa berupa bangunan permanen. “Alhamdulillah masyarakat punya semangat tinggi untuk memajukan pendidikan. Itu modal awal saya untuk menggerakkan potensi,” katanya.
Kini setelah gedung sekolah tampil lebih layak, Baik menghadapi masalah keterbatasan alat permainan edukatif (APE) yang banyak dibutuhkan anak-anak TK untuk menunjang aktivitas pembelajaran. Belum lagi sarana penunjang lainnya seperti perosotan, ayunan, jungkat jungkit, dan lainnya. “Sekolah kami masih kosong, belum ada alat permainan edukasi, apalagi sarana yang berat lainnya. Makanya kami berharap Pemda dan pemerintah pusat mau bantu kami,” ujar Baik.
Diakui Baik, program Guru Penggerak benar-benar memberikannya modal yang luar biasa untuk menjalankan tugas dan peran sebagai kepala sekolah. Sebab program Guru Penggerak memberikan pembelajaran tentang kepemimpinan pembelajaran, kolaborasi dengan orang tua dan komunitas, pengembangan visi sekolah, dan penguatan well-being ekosistem pendidikan yang akan menunjang tugas tugas dari kepala sekolah.
Selain menjalankan program Siwasirans, Baik juga membentuk komunitas praktisi sekolah yaitu komunitas belajar bersama di PMM (plaform Merdeka Mengajar). Melalui komunitas inilah Baik terus melanjutkan semangat belajarnya untuk menjadi guru yang lebih professional dan kompeten.
Tingkatkan Kompetensi Guru
Memulai profesi sebagai guru sejak tahun 1994 dengan status sebagai guru honorer di Aliyah dan Tsanawaiyah Jamaludin Bagik Nyaka, lalu menjadi CPNS tahun 2005 di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Bebidas, Baik mengaku tujuan ikut program Guru Penggerak semata-mata ingin meningkatkan kompetensi sebagai guru yang professional. Karena itu, ia mendaftar program Guru Penggerak pada 14 Oktober 2021 dan lulus tanggal 26 November 2022.
Selain ingin meningkatkan kompetensi, ia juga ingin menambah pengalaman baru. Di tengah transformasi pendidikan melalui kebijakan Merdeka Belajar, Baik tentu saja ingin menjadi bagian dari perubahan (agent of change) dunia pendidikan ke arah yang lebih baik.
Ia mengaku sebagai guru dengan keterbatasan fasilitas, mengikuti program Guru Penggerak bukan persoalan mudah. Ia misalnya, harus meminjam laptop sang anak untuk bisa mengerjakan tugas-tugas selama mengikuti program Guru Penggerak. Belum lagi kendala internet dan sulitnya memahami teknologi digital. “Tapi saya terus berjuang untuk bisa menyelesaikan modul demi modul. Bikin bahan ajar, juga belajar banyak aplikasi pembelajaran,” tegasnya.
Meski tidak mudah, Baik berharap guru-guru lainnya mengambil kesempatan untuk mengikuti program Guru Penggerak. Melalui program ini, seorang guru memiliki kesempatan untuk meningkatkan kompetensi dan menjadi guru yang lebih profesional.
Baik yang sebelumnya pernah menjabat sebagai kepala sekolah TK Aisyiyah Bustanul Athfal Bebidas selama tiga tahun, diangkat menjadi kepala sekolah TK Negeri Pembina Suralaga 3 bulan menjelang berakhirnya program Guru Penggerak yang diikutinya tepatnya 4 Agustus 2022. “Jadi belum selesai ikut program, saya sudah diangkat jadi kepala sekolah,” tukas jebolan IKIP Mataram jurusan matematika tersebut.
Ia berpendapat bahwa kebijakan Kemendikbudristek yang mendorong pengangkatan guru penggerak menjadi kepala sekolah adalah sangat tepat. Karena program ini adalah progam yang menyiapkan menjadi guru yang punya kesadaran untuk mengembangkan diri dan guru lain, menjadikan guru yang berpihak pada murid. Program Guru Penggerak menyiapkan guru mempunyai manajemen pembelajaran yang baik, mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, refleksi dan umpan balik untuk perbaikan pembelajaran .
Menurutnya untuk menjadi seorang kepala sekolah, tiga bekal penting yang harus dimiliki seorang guru, meliputi paradigma dan visi, pembelajaran berpihak pada murid, serta pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sekolah.
Kini Baik Hartini telah menjadi kepala sekolah. Ia juga sudah membuktikan skill leadership-nya pada sekolah yang dipimpin. Karena itu wajar jika ia berharap bantuan sarana penunjang pembelajaran yang baik dan standar, serta dukungan sarana prasarana sekolah yang memadai, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Janji pemerintah untuk melengkapi sarana prasarana sekolah pada tahun 2025 mendatang, bagi Baik terlalu lama. Karena tidak mungkin dalam kurun waktu dua tahun, anak belajar dalam situasi yang serba kekurangan sarana prasarana juga alat permainan edukasi.
“Semoga ada kebijakan dari pemerintah untuk mempercepat bantuan kepada sekolah kami. Karena sarana prasarana yang kami butuhkan memang butuh anggaran tidak sedikit. Sedang kemampuan masyarakat di sini yang sebagian besar adalah petani tentu tidak memungkinkan,” tegasnya.