28 C
Jakarta

Baja Ber-SNI untuk Bangunan, Upaya Mengurangi Risiko Gempa Bumi

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Bangunan menjadi salah satu infrastruktur yang rawan mengalami kerusakan saat terjadinya gempa bumi. Pada kasus-kasus gempa bumi dengan magnitudo besar, kerusakan bangunan umumnya sangat parah.

Berbeda dengan kerusakan jembatan atau jalan, maka rusaknya bangunan akan berimbas langsung dengan jumlah korban jiwa. Semakin banyak bangunan yang runtuh, maka semakin banyak pula jumlah korban jiwa. Entah meninggal dunia atau luka-luka akibat tertimpa reruntuhan bangunan.

Di Kota Yogyakarta, Lombok, Palu, Donggala, Padang dan kota lainnya yang pernah diguncang gempa dasyat, banyaknya kematian disebabkan oleh runtuhnya bangunan atau rumah. Bangunan atau rumah yang tidak berdiri tidak kokoh, tentu tidak bisa menahan guncangan gempa susulan.

“Secara umum, bangunan berkualitas rendah dan perencanaan kota yang tidak memadai adalah penyebab utama  mengapa peristiwa seismik lebih merusak di negara-negara berkembang seperti Indonesia,” kata Nasrudin Irawan, Kepala Biro Humas, Kerjasama dan Layanan Informasi Badan Standardisasi Nasional (BSN) di sela Ngobrol Bareng Santai (Ngobras) bersama media terkait SNI baja, Jumat (4/5).

Karena itu, Nasrudin menilai perlunya perencanaan bangunan tahan gempa untuk rumah-rumah penduduk dan bangunan mulai diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Mengingat Indonesia merupakan Negara yang terletak di cincin api ring of fire bencana, kecuali Pulau Kalimantan.

Peta gempa 2017 menunjukkan adanya peningkatan potensi gempa bumi. Peta gempa nasional 2017 mengungkapkan, jumlah patahan aktif di seluruh negeri telah meningkat dari 81 menjadi 295 sejak 2010.

Untuk bangunan dan rumah tahan gempa, BSN sendiri telah menerbitkan SNI 03-1726-2002 tentang Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung.

Menurut Nasrudin, bangunan tahan gempa tidak hanya mengurangi risiko kerusakan bangunan. Lebih dari itu, bangunan tahan gempa juga mengurangi risiko ambruk atau roboh sehingga orang-orang yang berada di dalam bangunan bisa terhindar dari kematian akibat runtuhnya bangunan.

“Rumah di kampung umumnya tak tahan gempa. Karena rumah di kampung tidak didesain untuk tahan gempa. Juga tidak menggunakan bahan material yang tahan guncangan gempa,” lanjutnya.

Belajar dari Jepang

Nasrudin mengatakan untuk membangun rumah tahan gempa, kita bisa belajar dari negara Jepang. Sama dengan Indonesia, Jepang juga terkenal sebagai negara yang sangat sering diguncang gempa. Hanya saja jumlah korban jiwa  akibat gempa di Negara tersebut bisa diminimalisir. Salah satunya melalui pemilihan material bangunan tahan gempa.

Ada beberapa material yang dinilai tahan gempa. Yakni kayu, baja, beton bertulang dan beton bertulang baja. Kayu adalah bahan utama yang digunakan sebagian besar rumah di Jepang. Sementara untuk gedung, bahan ini berada di bagian tiang inti dari bangunan.

Untuk bahan baja umumnya digunakan pada bangunan gedung besar, terutama pada bagian kerangka. Bahan baja sangat jarang digunakan untuk bangunan rumah di Jepang.

Beton bertulang atau RC (Reinforced Concrete) berfungsi sebagai penahan berat bangunan. Sedang Beton Bertulang Baja (SRC/Steel Reinforced Concrete Structure) berfungsi memberikan ketahanan seismik yang sangat baik, padat, dan tahan lama.

baja ringan
Bangunan dengan atap rangka baja ringan. (ist/kumparan)

Baja untuk konstruksi bangunan bisa mengurangi risiko bangunan roboh saat diguncang gempa bumi. Kekuatannya bisa diukur sesuai dengan hasil prakiraan potensi gempa bumi disuatu wilayah. Semakin tinggi potensi gempa bumi, maka penggunaan baja bisa disesuaikan dalam skala yang mampu menahan guncangan hingga diatas magnitude guncangan gempa bumi.

“Salah satu contoh penggunaan baja pada konstruksi bangunan adalah patung Garuda Wisnu Kencana di Bali. Bangunan tersebut didesain untuk bisa menahan gempa pada guncangan hingga magnitude 8.8 hingga 9.0,” lanjut Nasrudin.

Penentuan penggunaan baja ini dihitung sesuai lokasi data gempa. Ada yang didesain untuk 50 tahun ada yang 100 tahun seperti monument

Alasan Memilih Baja

Penggunaan baja untuk bangunan tahan gempa bisa menjadi solusi tepat. Mengutip laman dekoruma, beberapa alasan diantaranya memilih baja antara lain bahwa baja lebih ringan dari konstruksi kayu.  Ketika baja dan kayu dipotong dalam ukuran tertentu yang sama, maka baja akan lebih berat daripada kayu. Namun hal yang mengejutkan adalah konstruksi baja berdasarkan karakteristiknya akan memiliki berat yang lebih ringan ketimbang konstruksi kayu.

Alasan kedua, konstruksi baja lebih stabil dan kompak. Beban mati pada konstruksi baja terbilang kecil Hal ini membuat baja mampu menopang dirinya sendiri pada bangunan yang tinggi atau luas. Selain itu, konstruksi baja bisa jadi solusi ketika ingin membangun sebuah rumah di atas tanah yang labil.

Alasan ketiga adalah bahwa konstruksi baja dibangun lebih cepat. Ini karena baja dibuat dengan standar tinggi dan mudah dibentuk sehingga bisa menyingkat waktu dalam pemilihan kualitas dan ukuran.

Alasan ke empat adalah baja memiliki daktilitas yang tinggi sehingga lebih aman. Daktilitas adalah kemampuan suatu material untuk merenggang hingga akhirnya putus. Baja merupakan material yang memiliki daktilitas tinggi sehingga lebih elastis dan mampu menahan beban besar.

Keuntungan lainnya, konstruksi baja misalnya pada rangka baja atap ringan, akan memberikan tanda-tanda pembengkokan ketika beban yang diampu terlalu berat sehingga memberikan waktu yang cukup untuk mengantisipasi keruntuhan. Menjadikan hunian lebih tahan terhadap guncangan seperti gempa.

Selain itu baja lebih murah karena usia penggunaan yang lama serta menjadi material bangunan yang ramah lingkungan karena bisa didaur ulang.

Baja Harus ber-SNI

Tetapi apakah semua baja aman untuk konstruksi bangunan atau rumah? Untuk memastikan bahwa baja aman untuk konstruksi bangunan atau rumah, maka diperlukan standar. Dalam hal ini Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menerbitkan 57 SNI terkait baja, 13 diantaranya merupakan SNI yang diberlakukan secara Wajib.

“Baja adalah produk yang berkaitan langsung dengan keselamatan konsumen. Karena itu BSN terus mendorong industry baja untuk menerapkan SNI baja,” kata Deputi Bidang Akreditasi BSN, Kukuh S. Achmad.

SNI tersebut antara lain SNI 7614:2010 Baja batangan untuk keperluan umum (BjKU); SNI 2052-2017 Baja tulangan beton; SNI 07-0065-2002 Baja tulangan beton hasil canai panas ulang; SNI 07-0601-2006 Baja Lembaran, Pelat dan Gulungan Canai Panas (Bj.P); SNI 07-3567-2006 Baja lembaran dan gulungan canai dingin (Bj.D)dan SNI 07-2053-2006 Baja lembaran lapis seng (Bj.LS).

Penetapan SNI baja tersebut lanjut Kukuh, didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pertimbangan perlindungan konsumen dari beredarnya baja yang tidak aman.

baja tulangan
Konstruksi rumah tahan gempa menggunakan beton bertulang baja. (ist/dekoruma)

“Penetapan SNI dilakukan secara konsensus bersama stakeholder terdiri dari instansi, pakar, industri, dan konsumen dengan memperhatikan aspek kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lingkungan. Melalui penetapan SNI baja, diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dan perlindungan konsumen,” jelas Kukuh.

Penerapan SNI akan menentukan kualitas produk baja, khususnya untuk penggunaan di sektor konstruksi. Karena penggunaan baja pada konstruksi bangunan akan berdampak langsung pada keselamatan masyarakat umum sebagai pengguna akhir baja dimana hal tersebut ditujukan untuk menghindari terjadinya kerusakan struktur yang dapat menyebabkan korban jiwa khususnya pada saat terjadi gempa bumi.

Untuk memastikan bahwa SNI yang diterbitkan tetap aman, BSN melakukan review setiap 5 tahun sekali. Review dilakukan dengan mengikuti perkembangan iptek dan masukan dari stakeholder. Sebagai contoh, saat ini, terdapat 2 SNI terkait baja yang dianggap sulit dalam pengawasan penggunaannya di lapangan, yakni SNI 7614:2010 Baja batangan untuk keperluan umum dan SNI 2052:2017 Baja tulangan beton.

Oleh karenanya, BSN akan mengabolisi SNI 7614:2010 Baja batangan untuk keperluan umum (BjKU) dengan menunggu pencabutan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan SNI Baja Batangan untuk Keperluan Umum (BjKU) secara wajib  yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian terlebih dahulu.

Abolisi atas SNI 7614:2010 BjKU merupakan bentuk tanggung jawab kepada pengguna dan masyarakat secara umum terkait aspek keamanan dan keselamatan dalam penggunaan produk baja.

Sebagai contoh, penggunaan SNI 7614:2010 BjKU dapat digunakan untuk teralis atau pagar, namun di lapangan nyatanya digunakan untuk konstruksi bangunan.

Ruang lingkup SNI 7614:2010 itu sendiri menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, syarat lulus uji, penandaan dan penggunaan baja batangan untuk keperluan umum. Yang dimaksud BjKU dalam SNI adalah baja berbentuk batang, berpenampang bulat dengan permukaan polos yang digunakan bukan untuk keperluan penulangan konstruksi beton, yang dihasilkan dari canai panas atau canai panas ulang.

Sedang untuk SNI 2052:2017 Baja tulangan beton menetapkan acuan normatif, istilah, definisi, bahan baku, jenis, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, syarat lulus uji, dan cara pengemasan baja tulangan beton yang digunakan untuk keperluan penulangan konstruksi beton dengan memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan.

Adapun yang dimaksud baja tulangan beton yang dalam SNI ini adalah baja karbon atau baja paduan yang berbentuk batang berpenampang bundar dengan permukaan polos atau sirip/ulir dan digunakan untuk penulangan beton. Baja ini diproduksi dari bahan baku billet dengan cara canai panas (hot rolling).

Kukuh menjelaskan, dalam SNI 2052:2017 terdapat 2 jenis baja yakni Baja tulangan beton polos (BjTP) dan Baja Tulangan beton sirip/ulir (BjTS). Yang dimaksud Baja tulangan beton polos (BjTP) adalah baja tulangan beton berpenampang bundar dengan permukaan rata tidak bersirip/ berulir.

Sementara yang dimaksud Baja Tulangan beton sirip/ulir (BjTS) adalah baja tulangan beton yang permukaannya memiliki sirip/ ulir melintang dan memanjang yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya lekat dan guna menahan gerakan membujur dari batang secara relatif terhadap beton. Bahan baku dalam SNI ini, baja tulangan beton terbuat dari billet baja tuang kontinyu dengan komposisi kimia tertentu.

Syarat mutu dalam standar ini yakni dari sifat tampak, baja tulangan beton tidak boleh mengandung serpihan, lipatan, retakan, gelombang, cerna dan hanya diperkenankan berkarat ringan pada permukaan. Sementara pada bentuk baja tulangan beton polos, berpenampang bundar dan permukaan harus rata tidak bersirip/berulir; dan pada baja tulangan beton sirip/ulir, harus bersirip/berulir secara teratur.

Setiap batang dapat mempunyai sirip/ulir memanjang yang searah tetapi harus mempunyai sirip-sirip dengan arah melintang terhadap sumbu batang. Sirip-sirip/ulir-ulir melintang sepanjang batang baja tulangan beton harus terletak pada jarak yang teratur. Serta mempunyai bentuk dan ukuran yang sama. Bila diperlukan tanda angka-angka atau huruf-huruf pada permukaan baja tulangan beton, maka sirip/ulir melintang pada posisi dimana angka atau huruf dapat ditiadakan. Sirip/ulir melintang tidak boleh membentuk sudut kurang dari 45 derajat terhadap sumbu batang.

IISIA Dukung Penerapan SNI Baja

The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) sendiri sangat mendukung penerapan SNI untuk produk baja. Melalui Bagian Standard & Certifications, Basso D. Makahanap mengungkapkan bahwa industri baja merupakan salah satu industri hulu dalam perekonomian yang merupakan mother of industry atau yang menjadi penopang bagi industri lain serta mendukung sektor konstruksi dan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Membahas pentingnya SNI untuk produk baja dalam acara Ngobras bareng media. (ist)

“Penggunaan baja untuk konstruksi mencapai 78% dari seluruh konsumsi baja Indonesia. Bahkan, potensi demand baja nasional sangat besar sehingga perlu penguatan struktur industri baja nasional dengan kebijakan dan regulasi investasi yang berpihak kepada industri baja lokal sekaligus untuk menarik investor. Adapun, nilai TKDN Baja Nasional rata-rata sudah cukup tinggi (25-50%) sehingga mampu dan siap mendukung sektor konstruksi di proyek infrastruktur nasional,” tegas Basso.

Berdasarkan data IISIA, konsumsi baja nasional pada tahun 2018 sebesar 14,7 juta ton, angka tersebut menunjukkan peningkatan 8,29% dari tahun sebelumnya dan diproyeksikan akan terus meningkat.

Namun, tambah Basso, utilisasi kapasitas industri baja rata-rata masih rendah (<50%) sehingga tingkat produksi masih dapat ditingkatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan baja nasional khususnya dari sektor konstruksi.Salah satu upaya yang saat ini sedang berjalan untuk memenuhi kebutuhan baja domestik dan dapat mensubtitusi produk impor serta memperkuat daya saing industri baja nasional, yaitu pembangunan Klaster Baja 10 juta ton di Cilegon yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dengan POSCO Korea.

Konsumsi baja nasional setiap tahun terus mengalami peningkatan dan diikuti oleh volume impor baja yang juga masih cukup tinggi dengan pangsa pasar mencapai 52%, sedangkan supply produksi nasional setelah dikurangi ekspor hanya mendapat pangsa pasar sebesar 48%.

Basso menilai, volume importasi baja yang tinggi membuat industri baja nasional tidak mampu bersaing sehingga menyebabkan defisitnya neraca perdagangan RI.

“Industri baja nasional perlu dilindungi dari ancaman produk impor, baik dengan tariff barrier maupun non-tariff barrier seperti penerapan SNI wajib untuk mensinergikan pengembangan industri baja hulu dan hilir di Indonesia agar pelaku industri baja domestik dapat menghasilkan produk baja yang berdaya saing dan sesuai standar sebagai upaya untuk membendung impor”, ujarnya.

Basso mengutarakan perlunya perhatian besar terhadap sumber bahan baku baja ber-SNI untuk konstruksi, seperti baja tulangan beton, baja siku/profil, dan pelat baja untuk bangunan/atap/gedung.

“Kami berharap pemerintah melalui kementerian-kementerian terkait melakukan pengawasan lebih ketat terhadap produk baja non SNI yang digunakan untuk sektor konstruksi atau pembangunan infrastruktur melalui pemerintah daerah maupun pusat, karena resikonya terlalu besar jika ada produk seperti itu yang ternyata lolos masuk ke pasar,” tegasnya.

Maraknya produk baja non-standar diakui menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh industri baja nasional sehingga perlu menjadi komitmen dan perhatian bersama untuk menyelesaikannnya dengan mensinergikan antara Pemerintah, Asosiasi Baja dan Produsen Baja Nasional.

“Saat ini, pelaku industri baja yang tergabung dalam IISIA berjumlah 193 perusahaan. Salah satu industri baja yang telah menerapkan SNI adalah PT Krakatau Steel (Persero) Tbk yang juga merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). SNI wajib yang telah diterapkan antara lain SNI 07-0601-2006 Hot Rolled Coil (HRC), SNI 07-3567-2006 Cold Rolled Coil (CRC), dan SNI 07-0053-2006 Wire Rod yang bersifat sukarela”, ungkap Yerry Idroes, Executive Director IISIA.

Menurutnya, penerapan SNI sukarela membuktikan bahwa menerapkan SNI tidak harus “dipaksa” melalui regulasi atau pemberlakuan SNI secara wajib.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!