Balon udara liar, yang namanya liar tentu tidak mengikuti aturan. Itulah yang terjadi jika balon udara diterbangkan secara liar, tanpa mempedulikan lingkungan dan kepentingan orang banyak. Paling tidak itulah yang diungkapkan AirNav Indonesia dan Kementrian Perhubungan tentang balon-balon udara yang diterbangkan warga untuk menyambut lebaran.
Namun, sebagian warga di Jawa Tengah dan Jawa Timur telah menjadikan penerbangan balon udara sebagai salah satu tradisi dalam menyambut lebaran. Seorang warga Temanggung mengatakan, tradisi itu sudah ada sebelum di udara di Jawa, banyak dilintasi oleh balon udara. Menurutnya, pesawat kan bisa menghindari lintasan di daerah-daerah di Jawa yang mempunyai tradisi itu.
Persoalannya, balon udara yang diterbangkan bukanlah balon yang dari segi ukuran dikatakan kecil. Apalagi, jika balon udara itu dilengkapi dengan tabung gas ukuran tiga atau lima kg. Balon seperti ini, jika masuk ke dalam mesin pesawat, tentu bisa meledakkan mesin pesawat.
“Jadi terpaksa pilot menerbangkan pesawat menghindari balon udara tersebut. Diperkirakan di daerah Wonosobo, secara luasnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dengan adanya balon udara yang mengganggu lalu lintas pesawat, Airnav Indonesia menerbitkan Notam,” ujar Deputy GM Perencanaan dan Evakuasi Operasi Makassar Air Traffic Service Control (MATSC), Davitson Aritonang pada Kamis (6/6/2019) lalu.
Ia mengatakan, ada 28 kasus yang diterima dari laporan 26 pilot. Balon udara itu terlihat di ketinggian 38.000 kaki. Dari 28 laporan seluruh Indonesia, menurut Aritonang, ada 13 laporan yang berada di wilayah penerbangan MATSC. Balon udara itu terlihat di wilayah Jawa dan Bali yang diperkirakan diterbangkan dari wilayah tersebut.
“Ketinggian terbang balon udara itu mencapai 38.000 kaki, sedangkan di ketinggian itu penerbangan sangat padat,” katanya.
Airnav Yogyakarta
Antara Ahad (9/6/2019) melansir, AirNav Indonesia cabang Yogyakarta, pada arus mudik dan balik Lebaran 2019 menerima 14 laporan tentang keberadaan balon udara liar dari pilot pesawat udara. Mereka melihat adanya penerbangan balon udara liar di jalur penerbangan menuju Yogyakarta.
“Laporan tersebut kami terima dari para pilot sejak 4 hingga 8 Juni. Balon udara liar tersebut terlihat pada ketinggian lebih dari 30.000 meter, sedangkan wilayah penerbangan pesawat ada di ketinggian 24.000 meter hingga 29.000 meter,” kata General Manager AirNav Indonesia Cabang Yogyakarta Nono Sunariyadi di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta.
Nono mengatakan, sebenarnya pihaknya sejak 2015 sudah terus menerus melakukan sosialisasi terkait bahaya penerbangan balon udara liar terhadap aktivitas dan keselamatan penerbangan pesawat udara.
“Kami sudah intens sosialisasi peraturan penerbangan balon udara, hingga saat ini sudah empat kali sosialisasi. Sosialisasi kami lakukan di Wonosobo dan Pekalongan yang selama ini memiliki tradisi menerbangkan balon udara pada Lebaran,” katanya.
Ia mengatakan, memang setelah ada sosialisasi tersebut jumlah laporan pilot terkait penerbangan balon udara ini terjadi penurunan. Dari tahun lalu sebanyak 29 laporan, dan tahun ini ada 14 laporan.
“Namun kami tetap mewaspadai, target kami tidak ada lagi penerbangan balon udara liar karena sangat berbahaya,” katanya.
Nono mengatakan, pihaknya tetap terus mensosialisasikan bahaya penerbangan balon udara liar tersebut bekerja sama dengan aparat polisi dan TNI, tokoh masyarakat, kecamatan hingga desa di Wonosobo.
“Harapan kami penerbangan balon udara liar tidak dilakukan lagi,” katanya.
Ia mengatakan, untuk mengakomodasi masyarakat penggemar balon udara, pihaknya menggelar festival balon udara namun sesuai dengan aturan yang ada dalam Permenhub Nomor 40 tahun 2108.
“Sesuai aturan balon udara ketentuannya adalah diameter maksimal 4 meter, tinggi maksimal 7 meter dan harus diikat tali dan ketinggian maksimal 150 meter, sehingga tidak terbang lepas dan liar. Kalau sudah dilepas tidak jelas arah dan ketinggiannya,” katanya.
Laporan balon udara liar tersebut dilihat berada di jalur penerbangan menuju Yogyakarta yakni Jakarta – Cilacap – Yogyakarta serta Jakarta – Indramayu – Cirebon – Yogyakarta. Di dua rute tersebut Wonosobo ada di tengah-tengahnya,” katanya.
Ia mengatakan, dari 14 laporan yang masuk tersebut masing-masing pilot ada yang melihat sebanyak tiga balon udara liar, dan ada yang melihat dua atau satu.
“Saat ini kami baru melakukan langkah persuasif dan belum ada yang ditindak hukum, tetapi kalau masih melanggar akan ditindak tegas,” katanya.
Sebelumnya, Kasubdit PPNS Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, Rudi Richardo, mengatakan pihaknya melakukan koordinasi dengan kepolisian di wilayah yang banyak beroperasi balon udara. Koordinasi dilakukan untuk menyamakan persepsi dalam rangka penegakan hukum.
Rudi menambahkan, terkait ancaman hukuman ada asas hukum umum dan hukum khusus. Dalam hal hukum umum maka jika balon udara terbang liar masuk Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan, bisa dijerat Pasal 421 UU 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Tampaknya, baik pemerintah maupun masyarakat perlu membuat kesepakatan terkait tradisi dan keamanan penerbangan ini.