KULON PROGO – PT Angkasa Pura I merancang Bandar Udara (Bandara) Internasional Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mampu bertahan terhadap gempa berkuatan hingga 8,8 Skala Richter dan tatap kokoh meski diterjang gelombang tsunami setinggi empat meter.
“Bandar Udara Internasional Yogyakarta (NYIA) dirancang tahan gempa dan tsunami. Kami merancang konsep gedung terminalnya adalah ‘green building’ dan dirancang tahan gempa maupun tsunami,” kata Project Manager Pembangunan NYIA PT Angkasa Pura (AP) I, Taochid Purnama Hadi, di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), seperti dilansir kantor berita Antara, Jumat (21/9).
Ia mengatakan runway atau landasan pacu dibuat dalam ketinggian bidang empat meter di atas permukaan laut serta lokasinya berada pada jarak 400 meter dari bibir pantai.
Kemudian, terminal jaraknya satu kilometer dari landasan pacu, sehingga ada jeda waktu penyelamatan diri, bila ada kemungkinan terburuk terjadi gempa maupun tsunami.
“Kami sudah membahas panjang lebar terkait risiko bencana itu dengan para pakar dan akademisi serta ahli bidang terkait dari Jepang untuk membuat simulasi gempa dan tsunami di bandara baru. Kami juga konsultasi dengan BMKG pusat soal potensi-potensi ancaman tsunami dan karakteristiknya,” katanya.
Selain itu, di kawasan bandara, dibangun gedung “crisis center” yang berfungsi sebagai tempat evakuasi sementara (TES) bagi orang dalam bandara maupun warga sekitar bandara. Konstruksinya berupa gedung yang ditopang pilar-pilar tinggi dan dilengkapi ram pada akses masuknya.
Luasan bangunannya sekitar 4.000 mter persegi dan sanggup menampung hingga 1.000 orang. Ketika terjadi gempa dan alarm waspada tsunami berbunyi, pintu-pintu di samping gedung akan terbuka sehingga masyarakat bisa langsung mengaksesnya tanpa harus lari terlalu jauh ke tempat evakuasi.
Lantai dua terminal yang tingginya enam meter dari lantai dasar dikonsep sebagai TES untuk penumpang dan komunitas bandara. Jadi, ketika tsunami terjadi, penumpang tidak perlu panik dan langsung diarahkan untuk mengamankan diri di lantai dua.
Semua fasilitas ini ada di area sisi darat. Landasan pacu tidak masalah kalau ada tsunami, namun yang harus diselamatkan itu orang-orangnya.
“Mereka tidak akan dibiarkan berada di dalam pesawat dan langsung dilarikan ke terminal ataupun ‘crisis center’ sehingga aman,” kata Taochid.
Sementara itu, Juru Bicara Proyek Pembangunan NYIA Agus Pandu Purnama mengatakan bahwa posisi landasan pacu pesawat nantinya tidak akan sejajar lurus garis pantai melainkan sedikit menyerong pada sudut 11-29 derajat. Hal ini untuk menghindari adanya “crosswind” (angin dari samping) dari arah laut yang membahayakan penerbangan.
“Desain arah landasan menyerong, pesawat akan dengan mudah ‘takeoff’ (lepas landas) maupun ‘landing’ (mendarat) karena posisinya sesuai arah ‘headwind’ (angin dari depan),” katanya.