Hari berganti cepat. Tanggal pun kilat tertanggal. Tak terasa tinggal 35 hari lagi. Dari batas waktu 90 hari yang disepakati. Di gencatan senjata perang dagang Amerika-Tiongkok. Deadline kian dekat.
Wakil Perdana Menteri Liu He baru akan ke Washington akhir bulan ini. Ketika batas waktu tidak sampai 30 hari lagi. Pun belum ada sinyal apa-apa. Akan sukses atau buntu. Tiongkok minta ada pertemuan pendahuluan. Sebelum Liu He ke sana. Ia akan kirim dua wakil menteri.
Tapi keinginan Tiongkok itu ditolak. Itu belum bisa diartikan sebagai sinyal buruk. Presiden Donald Trump sulit dibaca. Baik wajahnya maupun ucapannya. Tiap hari Trump masih up load twitter. Tapi tidak ada yang terkait dengan perang dagang. Setengah bulan terakhir. Eh tiba-tiba ada. Baru kemarin. Memberi sinyal positif. Tapi ya itu tadi. Siapa yang bisa memegang twitternya.
Apalagi Presiden Trump masih terus sibuk dengan urusan dalam negerinya. Soal tembok perbatasan. Soal mantan pengacaranya, Michael Cohen yang berbohong di depan DPR. Kebohongan itu, kata sang pengacara, atas suruhan presiden. Kebohongan itu, yang dampaknya, mestinya, bisa gawat. Bagi sang presiden.
Sang mengacara sudah siap beberkan semua. Termasuk peran Trump dalam kebohongan itu. Tanggal 29 Januari depan. Tiba-tiba sang pengacara membatalkannya. Istri dan mertuanya terancam. Mereka diteror oleh Trump. Bisa jadi anak-anaknya juga. Pada gilirannya nanti.
Itu menambah kehebohan tersendiri. Sang pengacara sudah mengakui semua kesalahannya. Sudah dijatuhi hukuman 3 tahun. Tanggal 1 Maret nanti, ia sudah harus menjalani hukuman. Kian sempit waktu untuk bersaksi di DPR.
Presiden juga masih sibuk di internal timnya. Tim sukses untuk Pilpres tahun 2020. Yang dipimpin menantunya: Jared Kushner. Tim sukses itu, baru saja bikin gerakan perlawanan. Sekaligus menghimpun dana. Semua pendukung Trump diminta beli bata. Untuk dikirim ke kantor Nancy Pelosi, ketua DPR dari Partai Demokrat. Dan ke kantor ketua fraksi Demokrat di DPD.
Trump memang sangat marah. Demokrat terus menolak permintaan anggaran untuk membangun tembok perbatasan. Biaya yang besarnya sekitar Rp 70 triliun. Biaya yang dulu jadi andalan janji kampanyenya.
Saat Pelosi diundang Trump ke Gedung Putih pun dia tetap menjawab ‘no’. Trump pun tetap tidak mau menandatangani APBN, meski sudah disetujui DPR. APBN itu tanpa anggaran tembok.
Akibatnya, APBN tidak bisa dijalankan. Banyak instansi pemerintahan tutup. Sampai sekarang. Sudah lebih satu bulan. Penutupan terlama dalam sejarah Amerika. Penutupan yang bikin heboh, bukan hanya soal batanya. Batanya sih bata simbolik. Tapi harganya. Gerakan kirim bata itu, sebenarnya ide ejekan yang kreatif. Sayangnya pendukung Trump diminta hanya membeli bata ke tim sukses.
Juga diminta tidak kirim bata sendiri-sendiri. Perusahaan pengiriman yang akan kirim bata itu ke Nancy Pelosi. Harga bata itu sudah ditentukan: 20.20. Dua puluh dolar duapuluh sen. Padahal, harga bata di Amerika hanya sekitar 3 dolar. Tim sukses dianggap terlalu banyak mengambil laba.
Diperkirakan setidaknya 20 juta pendukung Trump akan kirim bata itu. Hitung sendiri berapa miliar dolar laba yang diraih tim sukses. Cukup untuk biaya untuk Pilpres mendatang. Bagi yang anti Trump tidak kalah kreatifnya: mengapa tidak menggunakan uang itu saja. Untuk membangun tembok beneran di perbatasan.
Gerakan itu banyak ditentang. Dianggap kontra produktif. Padahal desain batanya sudah dibuat. Lengkap dengan tulisan di bata itu. Lihat fotonya.
Biar pun di dalam negerinya begitu ruwet, tekad membendung pengaruh Tiongkok tampaknya tidak reda. Demikian juga membendung Huawei dan ZTE.
Ahad lalu, Amerika memberi peringatan pada sekutu utamanya: Israel. Agar waspada pada meluasnya pengaruh Tiongkok. Israel menjadi serba salah. Pengaruh Tiongkok sudah terlanjur jauh di Israel. Kerjasama dua negara sudah sangat dalam. Pengaruh itu bahkan terlihat pada pelabuhan kontainer di Israel, dibangun oleh perusahaan dari Shanghai. Yakni pelabuhan Haifa. Pelabuhan itu terbesar di Israel.
Padahal pelabuhan itu dekat dengan pangkalan armada Amerika. Padahal perusahaan Shanghai itu tidak sekedar membangun. Juga akan mengoperasikannya. Selama 30 tahun. Mulai tahun 2021 nanti.
Betapa risi armada angkatan laut Amerika. Berpangkalan di depan mata rivalnya. Tiongkok sendiri tampaknya akan berubah strategi. Akan kelihatan banyak mengalah. Ada doktrin yang belakangan dimasyarakatkan di Tiongkok. Agar rakyatnya ikut memahami langkah baru pemerintahnya.
“Mengambil langkah mundur tidak berarti menyerah.” Itulah doktrin baru itu.
Mundur bisa saja dengan tujuan untuk maju. Apalagi kalau mundurnya hanya tiga langkah. Sedang majunya kelak lima langkah.
Penulis: Dahlan Iskan