Oleh: Dewi Rahmawati Gustini*
Tentu saja tidak bisa dipungkiri bahwa peran perempuan, terutama sebagai ibu rumah tangga, mempunyai kontribusi yang sangat besar bagi kesejahteraan rumah tangga tersebut. Tidak jarang bahkan, dalam konteks tertentu, ibu rumah tangga mengambil alih tugas sebagai pencari nafkah di luar rumah; dengan risiko tentunnya meninggalkan pekerjaan domestik rumah tangga dan tumbuh kembang anak-anak mereka.
Kondisi ini bukan tanpa sebab. Impitan ekonomi yang semakin tinggi, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang juga diiringi oleh kenaikan bahan pokok dan lainnya, ditambah lagi akibat pandemi Covid-19 yang masih terasa dan menyebabkan banyak lapangan pekerjaan yang tutup menjadi salah satu alasan yang seperti memaksa perempuan harus turut menjadi tulang punggung keluarga.
Tidak hanya di perkotaan, persoalan pelik juga banyak bahkan mendominasi perempuan-perempuan di perdesaan. Aktivitas pertanian dan perkebunan yang mau tidak mau juga bergantung dari BBM dan rantai distribusi sedikit banyak memberikan pengaruh pada stabilitas ekonomi rumah tangga.
Di sinilah peran dan fungsi perempuan untuk lebih berdaya sehingga tercapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs atu Sustainable Development Goals).
Peran Perempuan dalam SDGs
Pemberdayaan perempuan terutama ibu rumah tangga di Indonesia sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dalam butir kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. SDGs sendiri merupakan sebuah agenda yang disepakati dalam pertemuan PBB pada 25-27 November 2015 lalu yang menghasilkan dokume kesepakatan tentang Transforming our Word: The 2030 Agenda for Sustainable Development.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ini kemudian mendorong adanya kerja sama dari berbagai negara maupun pemangku kepentingan untuk menjadli aksi kemitraan secara global dalam rangka mengatasi kemiskinan melalui langkah-langkah transformatif dan berkelanjuta demi kelestarian bumi.
Apa yang bisa dilakukan perempuan dalam Tujuan Pembanguna Berkelanjutan ini? Setidaknya kelompok dan organisasi perempuan dapat mendorong pemerintah untuk memperbaiki kebijakan dan praktik yang ada kecenderungan tidak memihak kepada perempuan. Perlu adanya kesetaraan gender dan juga pemberdayaan perempuan sebagai komponen penting dalam kemajuan sebuah negara.
Konteks kesetaraan gender dan juga pemberdayaan perempuan ini, terutama dalam konteks di perdesaan, sudah menjadi perhatian pemerintah. Setidaknya dalam dokumen Panduan Fasilitiasi Pemberdayaan Perempuan di Desa yang dipublikasikan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Dokumen yang diadopsi dan dikembangkan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011, dan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 17 Tahun 2019 itu memuat berbagai prinsip tentang pemberdayaan perempuan di desa, yakni kesetaraan gender, afirmasi, pemberdayaan, partisipasi, nondiskriminasi, inklusif, transparansi dan akuntabilitas, serta berkelanjutan.
Perempuan dalam Pembangunan Desa dan Keluarga
Dalam konteks kesetaraan gender, afirmasi, pemberdayaan, dan parisipasi hendaknya desa memfasilitasi dalam terciptanya ruang-ruang bagi keterlibatan dan bahkan sampai pada kuota perempuan dalam segala aktivitas desa. Misalnya, pembentukan Badan Permusyawaratan Desa yang juga dapat diisi dengan keterwakilan perempuan.
Kondisi ini akan memberikan perhatian lebih kepada posisi maupun peran perempuan tidak hanya dalam pembangunan desa, namun juga secara mikro berdampak pada rumah tangga setiap keluarga. Tentu saja, keterlibatan ini berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang menegaskan bahwa semua kegiatan terkait fasilitasi pemberdayaan perempuan harus dapat diakses oleh semua perempuan dan diberikan umpan balik untuk penyampaian keluhan, usulan, atau penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan
Contoh nyata adalah pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dan perempuan juga mendapatkan hak untuk dilibatkan. Seperti diketahui Bumdes merupakan program pemerintah untuk meningkatkan ekonomi yang berisfat mandiri di desa dan bermanfaat serta menyejahterakan warga desa itu sendiri.
Tentu saja kehadiran Bumdes berasal dari sumber daya yang ada di desa itu sendiri; dan perempuan merupakan sumber daya manusia serta aset yang tidak bisa dipungkiri. Berapa banyak ibu rumah tangga yang sudah sejak lama membantu roda perekonomian rumah tangga dengan home industry walaupun dengan skala kecil.
Keberpihakan kepada perempuan dalam ikut menentukan dan mengambil kebijakan pelaksanaan Bumdes ini akan memberikan peluang yang besar bagi usaha rumahan yang berskala kecil tadi. Memberikan kesempatan untuk perempuan dalam menentukan, memilih, membimbing, dan mendampingi seluruh proses yang ada di lapangan.
Pemberdayaan Perempuan dan Pendidikan Vokasi
Namun, perbincangan keterlibatan perempuan ini tidak akan berjalan mulus apabila tidak diawali dengan pembekalan pengetahuan dan keterampilam bagi perempuan itu sendiri. Pendidikan vokasional nonformal yang berupa pendidikan keterampilan teknis sebagai bekal perempuan itu sendiri.
Mengapa ini penting? Karena seberapa banyak pun perempuan dilibatkan dalam pembangunan desa, namun tetap saja prioritas program tidak akan maksimal jika perempuan itu sendiri, misalnya para ibu rumah tangga, tidak memiliki kemampuan dan keterampilan yang bisa dikembangkan.
Tentu hal tersebut memerlukan kebijakan maupun regulasi dalam penempatan anggaran program pembangunan baik di tingkat nasional, provinsi, maupun daerah. Meski tidak serta merta melampui program lainnya seperti pembangunan fisik, kesehatan, usaha-perdagangan, dan bantuan sosial atau kebencanaan, namun menyaring program pemberdayaan perempuan tetaplah penting.
Alih-alih memberikan bantuan tunai karena kenaikan BBM, penyediaan pendidikan dan pelatihan teknis bagi perempuan jauh lebih memberikan kemampuan yang berdaya guna. Berdaya bagi perempuan itu sendiri, keluarga, maupun lingkungan sekitar.
Sehingga apabila BBM naik dan diikuti oleh harga-harga lainnya, perempuan desa sudah memiliki bekal keterampilan teknis yang siap secara mendiri memberdayakan diri. Jika dilakukan secara bersama-sama, maka potensi seperti ekonomi akan menunjukkan hasil yang tidak bisa dianggap remeh.
*Penulis adalah Dosen Hukum Ekonomi Universitas Pasundan dan juga merupakan Koordinator Pusat Pengembangan Karir Fakultas Hukum Unpas