28.8 C
Jakarta

Begini Tanggapan Tokoh Katolik tentang Buku Karya Haedar Nashir

Baca Juga:

 

 

 

SOLO, MENARA62.COM – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menjadi tuan rumah Diskusi Buku dan Workshop Literasi Digital Moderasi Beragama dengan tema ‘Memperkuat Islam Wasathiyah di Ruang Digital’ yang dilaksanakan di Ruang Seminar Lt. 7 Gedung Induk Siti Walidah UMS.

 

Rektor UMS, Prof. Dr. Sofyan Anif, M.Si., menyampaikan selamat datang kepada peserta Diskusi Buku dan Workshop Literasi Digital Moderasi Beragama. Sofyan Anif berharap semoga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar.

 

Narasumber dalam Diskusi Buku ini menghadirkan Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, M.Ag (Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN), Dr. KH. Tafsir, M.Ag (Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah), Savic Ali (Ketua PBNU) dan Romo Eduardus Didik Cahyono Widyatama, SJ (Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Kevikepan Semarang).

 

Tokoh Agama Katolik, Romo Eduardus Didik mengungkapkan, ajakan untuk membahas buku karya Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang berjudul ‘Jalan Baru Moderasi Beragama’ merasa undangan ini menarik. Dirinya juga merasa terhormat dan bangga dari Katolik sendiri.

 

“Moderasi beragama ini tidak hanya berhenti di judul dan konsep moderasi beragama, namun langsung mengundang saya untuk menghidupi buku ini. Sehingga, secara sederhananya dengan mengundang saya ke diskusi ini berarti sudah menerapkan moderasi beragama itu sendiri secara praktik,” paparnya untuk mencairkan suasana.

 

Kemudian, tambahnya, yang tidak kalah menarik dalam buku karya Prof Haedar Nashir yaitu tulisan moderasi beragama juga mengakomodir penulis dari agama lain. Jadi buku ini pun ditulis dengan mengajak teman-teman dari berbagai macam kalangan.

 

“Sebagai tokoh Muhammadiyah, buku ini menjadikan inspirasi bagi kita untuk menulis yang memiliki berbagai perspektif dari agama lain terhadap suatu hal,” ujarnya Jumat, (22/3/2024).

 

Buku ini indah dan inspiratif, lanjutnya, hal ini menunjukkan Haedar Nashir menjadi sosok yang nyaman dan damai di tengah pergaulan umat beragama yang lain.

 

“Saya itu memang dekat dengan Muhammadiyah. Kalau bahasanya, Katoliknya Islam itu dekat dengan Nahdlatul Ulama (NU), jadi Katoliknya Islam itu NU. Kalau Kristennya Islam itu Muhammadiyah,” tambahnya.

 

Buya Haedar menjadi inspirasi akrab dan berelasi dengan umat agama yang lain. Sehingga, buku ini mengajak masyarakat untuk menghayati maupun menjalani Kemuhammadiyahan sebagai jalan untuk membantu manusia untuk lebih dekat dengan Tuhan.

 

Menurut Peneliti BRIN, Ahmad Najib Burhani, mengungkapkan bahwa judul buku ini menjadi kata yang menarik sebagai ungkapan dari sesuatu yang dihayati oleh Buya Haedar.

 

Dalam sambutannya, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Dadang Kahmad M.Si., mengungkapkan bahwa hasil Muktamar Muhammadiyah ke 48 menghasilkan Islam Berkemajuan, yang salah satunya adalah wasathiyah.

 

“Sehingga judul buku ini tidak begitu aneh, karena beliau juga bagian dari Muhammadiyah,” ungkap Dadang Kahmad.

 

Dalam kesempatan itu, Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Arskal Salim, M.Ag., mengapresiasi karya Haedar Nashir itu.

Romo

“Hal ini merupakan bentuk dukungan untuk kebijakan Kementerian Agama dalam menguatkan moderasi beragama dari tahun 2019. Sebagai organisasi yang sudah lama berkiprah dan memiliki jumlah pengikut yang semakin besar menjadi poin penting dalam mensukseskan program pemerintah,” ujarnya. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!