Oleh : Machnun Uzni, S. I.Kom
Peristiwa isra dan mi’raj baru saja kita peringati. Puncak perjalanan religi dengan hadiah terbesar berupa perintah wajib sholat lima waktu, lintasan hubungan teologi antara seorang hamba dengan Sang Pencipta. Mi’rajnya Nabi panggilan menerima wahyu bertemu kepada Rabbnya, mi’raj kita sebagai manusia mengkhusyukkan diri dalam sholat, bertemu dari niat dan mengangkat takbir dengan diakhiri salam pertanda kedamaian seusai melaksanakan kewajiban.
Titik sentral tentu nabi Muhammad SAW, aktor utama penerima perintah sholat untuk disampaikan kepada kita sebagai mahluk yang taat, sebuah perintah yang tidak bisa diwakilkan hingga hari kiamat.
Namun demikian kita pun dapat menelaah dalam peristiwa isra mi’raj terdapat kepekaan atau kepedulian sosial. Keterangan singkat pesan dari Ustadz Rifqi Rosyidi, Lc., M.Ag sangat menarik tentang membaca pesan kejadian saat Nabi Musa ‘alaihissalam peduli terhadap umat Muhammad SAW yang bisa disimak dari proses panjang “negosiasi kewajiban shalat” dari 50 menjadi 5 waktu.
Diantara nilai yang bisa kita ambil adalah, pertama, Kepedulian yang harus inklusif.
Sebuah kepedulian Musa a.s yang melampaui jarak dan waktu memikirkan umat Muhammad SAW. ini bukan memikirkan umatnya sendiri, namun berpikir jauh kedepan tentang nasib umat lain dengan menghitung kapasitas dan karakter yang akan dimilikinya. Kedua, Meringankan beban orang lain. Tindakan meringankan beban ternyata tidak harus dengan materi tetapi memberikan support dan dukungan moral tidak kalah bernilai. Ketiga, kalau tidak bisa berbuat sendiri karena keterbatasan, jadilah penganjur, pendorong, memberi akses orang lain untuk berperan. Keempat, Memberdayakan konektifitas dan kedekatan seseorang untuk menebar kebaikan bagi orang banyak. Dan kelima, Jangan pernah merasa sudah banyak berbuat, karena di luar kita ada yang lebih banyak dan lebih baik lagi.
Aksi filantropi menjadi sebuah solusi disaat musibah datang silih berganti. Mengambil makna dari Wikipedia, filantropi diambil dari bahasa Yunani; philein berarti cinta dan athropos berarti manusia. Artinya, tindakan seseorang yang mencintai manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan waktu, uang , dan tenaganya untuk menolong orang lain.
Mengambil semangat isra mi’raj akan kita dapati relevansi sepanjang masa dalam semangat mewarnai aksi filantropi. Kepedulian yang inklusif dan meringankan beban orang lain sebagaimana pencerahan Ust. Rifqi Rosyidi diatas menjadi sebuah gerakan berkarakter yang kehadirannya menjadi sebuah keharusan.
Suport, dukungan moral dan koneksitas menjadi perangkat keberhasilan berikutnya dalam menggerakkan aksi filantropi ini. Disamping tentunya kesadaran diri, bahwa apa yang diperbuat belumlah seberapa sehingga kebaikan dan nilai kemanusiaan yang ditebarkan terus akan menggelorakan jiwa bagi para pelakunya dalam menjaga “keikhlasan’ dan daya juang. Dan teruslah kita belajar dari Musa untuk memi’rajkan diri menebar nilai peduli.
Kantor lazismu Hulu Sungai Tengah Kalsel, 14 Maret 2021.
*) Penulis adalah Penanggung jawab Program Psikososial MDMC Kalimantan Timur