27.1 C
Jakarta

Belajar dari Para Dokter, Menjadi Relawan Ibarat Berniaga dengan Allah

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Menghimpun relawan itu tidak mudah. Apalagi relawan yang diterjunkan ke wilayah bencana. Karena namanya juga relawan, pasti tidak ada iming-iming keuntungan besar dalam bentuk uang. Sedangkan terjun ke wilayah bencana, memiliki risiko besar baik terhadap kesehatan maupun nyawa.

Seorang dokter senior, seperti diceritakan dr Zaenal Abidin, ketua umum PB IDI periode 2012-2015 mengeluhkan bagaimana sekali waktu dia membuka pendaftaran menjadi relawan bencana. Pengumuman pendaftaran sudah diworo-woro melalui berbagai cara. Hasilnya, sampai batas waktu berakhir, hanya hitungan jari yang bersedia menjadi relawan. Padahal dalam pengumuman tersebut, masih diiming-iming dengan insentif meski nilainya tak seberapa.

Si dokter senior tersebut lantas membandingkan dengan dokter-dokter muda yang aktif di organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

“Dokter senior tersebut pernah mampir ke kantor PB IDI dan waktu itu sudah cukup malam. Tetapi beliau heran mendapati kantor PB IDI masih ramai oleh diskusi-diskusi kecil para dokter muda,” kata dr Zaenal dalam sesi diskusi daring yang digelar Literasi Sehat Indinesia (Lisan); Lembaga Konsultasi Pembangunan Kesehatan (LK2PK), Komunitas Litersi Gizi (Koalizi), Yayasan Gema Sadar Gizi dan Dep. Kesehatan BPP. KKSS bertema “Suka duka Menjadi Relawan Medis”.

dr Zaenal menceritakan ketika menjadi Sekjen PB IDI (Tahun 2006-2009), ruangan sekjen selalu menjadi tempat kumpul-kumpulnya dokter-dokter yang masih muda, energik, dan idealis. Bila mereka tidak sedang  praktik atau jaga mereka sering datang ngobrol di tempat itu.

Dan jika ada kepanitiaan di PB IDI atau terjadi bencana, maka para dokter muda inilah yang paling banyak sibuknya. Sibuk rapat, sibuk kumpulkan donasi, sibuk menyiapkan logistik dan atur jadwal tugas atau pemberangkatan relawan, dan lainnya.

“Bahkan mereka pun sibuk secara bergantian turun ke lokasi bencana menjadi relewan medis,” lanjut dr Zaenal.

Dan mereka tentu saja tidak dibayar, juga tidak mengharapka imbalan apa-apa. Mereka tulus menjadi relawan bencana.

Anggota IDI Makassar dr. Hisbullah, Sp.An di Makassar memiliki prinsip sendiri untuk ikhlas menjadi relawan, yakni “Berniaga dengan Allah. “Sejawat kami dr. Hisbullah tidak menampik jika dirinya  mengharapkan keuntungan besar, dengan perniagaannya tersebut,” tukas dr Zaenal.

Menurut dr Zaenal, seorang muslim yang menjadi relawan, selalu berpegang pada beberapa dalil. Misalnya sabda Rasulullah, Saw: “Sayangilah yang di bumi, niscaya Yang di langit akan menyayangimu.” (HR. At-Thabrani). Atau, bahwa menjadi relawan adalah bahagian dari jihad, yang diperintahkan Allah dalam kitab suci:

“Wahai orang-orang yang beriman, maukah Aku tunjukkan PERNIAGAAN yang (tidak akan merugi), yang akan menyelamatkan kalian dari siksaan yang sangat pedih. Yaitu, kalian BERIMAN kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kalian pun BERJIHAD di jalan Allah dengan Harta dan Jiwa kaliaan. Hal itu lebih baik jika kalian mengetahui.” (QR. Ash-Shaff: 10-11).

Diakui dr Zaenal, menjadi dokter itu tentu saja ada dukanya, tapi pasti suka atau gembiranya jauh lebih banyak. Dalam menolong orang atau merawat pasien, setidaknya dokter itu memperoleh tujuh kegembiraan, yakni:

  1. Gembira karena pasiennya telah datang meminta pertolongan kepadanya.
  2. Gembira karena pasiennya kooperatif.
  3. Gembira karena menemukan diagnosa panyakit pasiennya.
  4. Gembira karena pasiennya semakin membaik.
  5. Gembira karena pasiennya sembuh.
  6. Gembira karena memperoleh imbal jasah (rizeki) atas jasa profesi yang telah ia berikan.
  7. Gembira karena memperoleh imbal pahalah dari Tuhannya, kelak di hari pembalasan.
- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!