BEKASI, MENARA62.COM – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) menggelar Focus Group Discussion (FGD) secara virtual dengan tema “Membentengi Milenial dari Paham Radikalisme dan Terorisme“ pada Kamis (27/5/2021). Acara yang digagas oleh para aktivis mahasiswa di lingkungan Fakultas Ilmu administrasi tersebut menurut Muhammad Risky Nugraha Gubernur BEM FIA, sangat penting digelar setelah mencermati perkembangan saat ini dimana tren pelaku teroris ternyata didominasi oleh kalangan anak muda.
Kegiatan FGD ini disambut baik oleh Dekan FIA Unkris, Wayan Sugiana. “Tujuan FGD ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada pelajar dan mahasiswa dalam rangka pencegahan terhadap masuknya paham radikalisme dan terorisme dikalangan siswa sekolah menengah dan mahasiswa,” kata Wayan dalam keterangan tertulisnya, Ahad (30/5/2021).
Menurut Wayan, untuk mencegah paham radikalisme makin berkembang bebas, perlu ada kesadaran dari kita semua terutama generasi muda untuk menangkal paham radikalisme tersebut. Salah satunya melalui kegiatan FGD yang melibatkan kaum muda dari kalangan pelajar dan mahasiswa ini.
Dalam acara tersebut hadir Rektor Dr. Ayub Muktiono S.iP CIQaR, Dekan FIA (plt) Drs I Wayan Sugiana MM, Ketua LPKK Dr. Susetya Herawati ST, M.Si, aktivis mahasiswa Unkris, aktivis SMAN 5 Bekasi, MA al-Ihsan Pondok Gede, SMA Yadika 4, SMK Hutama, SMA Hutama, SMK Yadika 6 dan SMA As-Syafiiyah 02 Jatiwaringin dengan menghadirkan narasumber internal Wakil Dekan 3, Saefudin Zuhri, S.Sos., M.I.P. Satgas Pencegahan Terorisme BNPT 2014-2020 Ikhwan Syarief, S.Pd.I., M.Si., Pegiat Deradikalisasi NII Crisis Center , Sukanto, S.IP., dan Kasubnit/ Unit 6 Polres Bekasi Kota Edi Suprianto dengan moderator Siti Asyiah Indriyani
Rektor UNKRIS, Ayub Muktiono dalam sambutannya sangat mengapresiasi kegiatan yang digagas oleh mahasiswa FIA. “Dalam situasi pandemi para mahasiswa masih mau aktif memikirkan hal hal mana yang boleh dan mana yang tidak, meskipun bertemu secara virtual,” kata Rektor.
Ia sangat berterimakasih atas upaya upaya baik yang dilakukan mahasiswa khususnya dalam meradiasikan gerakan anti terorisme dan radikalisme . Pemahaman ini penting bagi mahasiswa, karena kita tahu persis meskipun paham terorisme dan radikalisme di Indonesia ini para kelompoknya satu dan yang lain tidak saling cocok tapi ada satu persamaan yaitu dalam perjuangan mengganti ideologi Pancasila dengan Ideologi lain. Salah satu contoh yang telah dibubarkan adalah Hizbut Tahir Indonesia (HTI) karena ingin mengganti Pancasila dengan Ideologi Khilafah Islamiyah
Ikhwan Syarief, Satgas Pencegahan Terorisme BNPT 2014-2020 dalam paparannya mengkalisfikasikan perilaku terorisme di Indonesia, dimana ditemukan 47,3% itu anak anak muda dengan rentang usia 21-30 tahun, dengan tingkat pendidikan sekolah Menengah atas sebesar 63,6 % . Artinya ini adalah usia anak anak yang masih mencari akan jati diri, butuh pengakuan dan perhatian.
Lebih lanjut disampaikan ikhwal proses radikalisasi itu sendiri melalui 5 proses tahapan, yaitu pendekatan, perekrutan, pembaiatan, pembinaan yang berujung pada amaliyah jihad. Amaliyah jihad ini dapat berupa penggalangan dana, perekrutan anggota baru, pelatihan, perampokan, pembunuhan serta dapat berupa bom bunuh diri.
Saefudin Zuhri, wakil dekan 3 FIA yang juga Penulis Buku Deradikalisasi Terorisme menyatakan bahwa terorisme pada dasarnya bisa melekat pada ideologi mana saja, pengikut agama apa saja, dan siapa saja. Terorisme bisa melekat di kelompok radikalis, juga bisa melekat di kelompok ekstremis, juga di kelompok sparatis.
“Pada gerakan terorisme agama, faktor penyebaran pahamnya mudah karena ada persoalan psikologis, lalu ada politik, ada ekonomi bahkan sosial yang dibalut dengan doktrin agama. Langkah pencegahan bisa dilakukan dengan mendorong anak muda ini untuk menambah pengetahuan dan literasi, berpikir dan bersikap kritis terhadap informasi yang diterima, menumbuhkan rasa empati terhadap sosial, dan memahami eksistensi diri,” imbuh Zuhri yang juga selaku Direktur Eksekutif MADANI Connection
Sukanto, S.IP, Pegiat Deradikalisasi NII Crisis Center menyampaikan pengalaman yang pernah dialaminya saat mengikuti kelompok yang mengajarkan paham radikalisme. “Saya pernah masuk NII, mencita-citakan Negara Islam. Beruntung hanya pada tahap radikalis. Sebelum terjerumus ke arah aksi terorisme saya sadar kalau paham ini tidak benar. Setelah itu saya keluar dan mengajak orang-orang agar tidak terjerumus,” jelasnya.
Pola-pola perekrutan lanjut Sukanto, dilakukan antara lain melalui sekolah dan kampus, dengan cara mendekati anak-anak baru, diajak kajian-kajian yang dekat dengan permasalahan seputar anak muda. Setelah terjadi interaksi yang nyaman calon korban yaitu anak-anak sekolah atau mahasiswa tersebut diajak bicara dengan lebih mendalam tentang paham radikalisme dan terorisme dan umumnya penanaman paham ini masuk dari para alumni, atau dari luar, yang kemudian meluas masuk ke OSIS, ROHIS, BEM, aktivis masjid, dan lainnya.
Edi Suprianto, dari Polres Bekasi Kota, menyampaikan bahwa penindakan dari kasus terorisme dilakukan oleh Densus 88 bersinergi dengan Polisi sektor.
Sementara itu, Ketua LPKK Unkris Dr. Susetya Herawati yang turut hadir dalam acara FGD tersebut dalam keterangan terpisah menyatakan bahwa LPKK akan memfasilitasi kegiatan lanjutan dari FGD ini sampai pada tahap penelitian dan sosialisasi lebih luas.
“Ini penting karena generasi muda harus menjaga negaranya dari ancaman, tantangan, hambatan dan ganggungan khususnya yang akan merongrong Pancasila sebagai Ideologi dan dasar Negara. Ini masalah ketahanan nasional kita diganggu melalui paham terorisme dan radikalisme,” tutup herawati