JAKARTA, MENARA62.COM — BEM se-UI Tolak Hadiri Undangan Presiden Joko Widodo. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa se-Universitas Indonesia, diwakili Ketua BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Thierry Ramadhan, enggan menghadiri undangan Presiden Joko Widodo kepada mahasiswa di Istana Negara. Undangan itu, terkait dialog mengenai permasalahan yang dituntut dalam demonstrasi.
Pernyataan itu seperti termuat dalam surat edaran yang diterima pada, Jumat 27 September 2019 pukul 12.00 WIB.
“Kami BEM se-Univeritas Indonesia memutuskan untuk tidak menghadiri undangan tersebut dan tetap menuntut pemerintah serta DPR untuk menyelesaikan Maklumat Tuntaskan Reformasi,” ujar Ramadhan berdasarkan isi surat itu, yang diterima di Jakarta, Jumat, seperti dilansir Antaranews.com.
BEM Se-UI menyayangkan undangan terbuka hari ini, yang hanya ditujukan kepada mahasiswa, tetapi tidak mengundang elemen masyarakat terdampak lainnya. Padahal Gerakan Reformasi Dikorupsi merupakan gerakan yang dilakukan seluruh elemen masyarakat.
Surat itu berisi delapan poin lainnya selain poin di atas yang mereka persoalkan terkait alasan keengganan menghadiri undangan Presiden Joko yang sehari sebelumnya disampaikan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2019).
Alasan
Inilah hal-hal yang mereka nyatakan secara tertulis:
Pertama, tuntutan BEM se-UI dalam demonstrasi yang terjadi beberapa hari ke belakang sudah jelas, yaitu keinginan menegakkan demokrasi dan menolak upaya pelemahan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kedua, demonstrasi beberapa hari kebelakang, adalah akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap DPR dan pemerintah atas segala permasalahan yang terjadi, di antaranya kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan, pengesahan RUU yang bermasalah, represifitas aparat di beberapa daerah, serta masalah lain yang mengancam demokrasi dan pelemahan upaya pemberantasan korupsi.
Ketiga, demonstrasi dengan tuntutan yang disusun dalam Maklumat Tuntaskan Reformasi merupakan gerakan yang bergejolak secara organik, karena luapan kekecewaan masyarakat yang tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di beberapa daerah di Indonesia.
Keempat, BEM Se-UI mengecam keras segala bentuk tindakan represif dan intimidatif oleh aparat terhadap para demonstran di berbagai daerah.
Kelima, BEM se-UI juga mengecam segala bentuk kriminalisasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap para aktivis.
Keenam, mereka juga menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya seorang pelajar Sekolah Menengah Kejuruan dan dua orang mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Ketujuh, mereka menuntut Presiden untuk menindaklanjuti secara tegas segala bentuk tindakan represif yang telah dilakukan oleh aparat kepada seluruh massa aksi, serta menuntut Presiden untuk segera membebaskan aktivis yang dikriminalisasi.
Kedelapan, dampak yang dirasakan oleh pengesahan revisi UU KPK serta Rancangan KUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU Minerba, kebakaran hutan, segala bentuk tindakan represif dan intimidatif oleh aparat, kriminalisasi aktivis, dan masalah lain yang mengancam demokrasi dan pelemahan upaya pemberantasan korupsi, tidak hanya berdampak bagi mahasiswa namun juga masyarakat secara luas.
Demonstrasi
Sebelumnya, berturut-turut demonstrasi terjadi di depan Gedung DPR dan ruas jalan sekitarnya. Pada Selasa (24/9/2019), demonstrasi dilakukan mahasiswa. Sedangkan Rabu (25/9/2019) sejumlah massa berseragam sekolah menengah atas menuju DPR, juga untuk melakukan aksi. Mereka menuntut pemerintah menolak UU KPK dan RKUHP.
Akan tetapi, adanya instruksi dari menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi mengancam rektor untuk menertibkan mahasiswa yang ingin mengartikulasikan pikiran di arena publik. Instruksi tersebut dianggap mengancam kebebasan menyampaikan pendapat yang dilakukan mahasiswa kepada pemerintah.
Presiden Joko sebelumnya mengaku, akan bertemu dengan perwakilan mahasiswa yang dalam beberapa hari terakhir melakukan aksi unjuk rasa menolak revisi UU KPK dan RKUHP. Rencananya, pertemuan itu akan digelar Jumat.
“Kami akan bertemu dengan para mahasiswa terutama dari BEM,” kata Presiden Joko usai bertemu sejumlah tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis.
Presiden Joko menyampaikan apresiasi terhadap aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa di berbagai daerah. Ia memastikan masukan yang disampaikan mahasiswa sudah ditampung. Misalnya terkait RKUHP, Joko sudah meminta DPR menunda pengesahannya untuk menampung kembali masukan dari masyarakat.
Adapun, revisi UU KPK yang sudah terlanjur disahkan menjadi UU, Joko masih mempertimbangkan untuk mencabutnya dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU.