Benarkah Bantuan Kemanusiaan Indonesia Pencitraan?
Oleh Ricky Rinaldi
Bantuan pemerintah Indonesia untuk pengungsi etnis Rohingya telah tiba di Bandara Chittagong, Bangladesh. Bantuan itu selanjutnya akan didistribusikan menuju Cox’s Bazar. Namun bantuan itu masih belum tersalurkan kepada pengungsi karena belum keluarnya izin dari Bangladesh dengan alasan keamanan. Belum tersalurkannya bantuan itu menimbulkan argumen dari sebagian pihak yang menganggap bahwa bantuan yang dikirim Indonesia hanyalah pencitraan dari Pemerintah Indonesia.
Bantuan dari Indonesia yang dilepas langsung oleh Presiden Joko Widodo telah tiba secara bergelombang di Bandara Internasional Shah Amanat, Chittagong, Bangladesh. Bantuan tersebut diangkut menggunakan pesawat Hercules A 1319 dan A 1316. Rincian bantuan kemanusiaan yang sudah diterima Bangladesh dari Indonesia adalah beras (30 ton), selimut (14.000), makanan siap saji (2004 paket), tenda besar (20 unit), tanki air fleksibel (10 unit), family kit (600 paket), pakaian (900 paket) dan gula pasir (1 ton).Dubes RI untuk Bangladesh, Rina Soemarno secara langsung menyerahkan bantuan tersebut kepada Kepala District Administration Chittagong, Zillur Rahman Chowdhury.
Rina mengatakan bahwa untuk mendistribusikan bantuan bagi pengungsi Rohingya, Indonesia akan bekerjasama dengan badan-badan internasional seperti UNHCR (badan PBB untuk pengungsi) dan IOM (Organisasi Migrasi Internasional). Selain Indonesia, juga terdapat negara lainyang memberikan bantuan bagi pengungsi Rohingya seperti Maroko, India dan Iran.Tetapi, wartawan BBC di Cox’s Bazar, Justin Rowlatt, memberitakan bahwa bantuan Indonesia yang meliputi tenda dan unit pemurni air belum sampai di kamp pengungsian Rohingya.
Masih belum sampainya bantuan Indonesia kepada pengungsi di Cox’s Bazar disebabkan oleh belum adanya izin dari pemerintah Bangladesh. Menurut perwakilan lembaga bantuan internasional, belum sampainya bantuan tersebut karena kurangnya koordinasi dan pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah Bangladesh. Padahal berdasarkan data yang dimiliki PBB, populasi kamp mencapai 70.000, jauh melampaui kapasitas yang tersedia. Sehingga semua pengungsi baru yang berjumlah sekitar 400.000 orang terlantar di luar kamp.
UNHCR mengatakan bahwa para pengungsi sangat membutuhkan makanan dan obat-obatan. Namun karena aturan yang berlaku, UNHCR tidak mempunyai wewenang untuk mendistribusikan langsung bantuan kepada para pengungsi. Karena wewenang untuk mendistribusikan bantuan tersebut hanya dimiliki oleh pemerintah Bangladesh. Selain itu, pemerintah Bangladesh juga masih belum memberikan izin bagi delegasi Indonesia untuk mengirimkan bantuan langsung ke Cox’s Bazar. Alasannya adalah karena situasi dan kondisi di camp pengungsian masih belum memungkinkan.
Bantuan yang dikirimkan oleh pemerintah Indonesia dianggap sebagai sebuah pencitraan. Dalam Aksi Bela Rohingya di Bundaran Patung Kuda, Jakarta, Sabtu 16 September, Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto mengatakan “Kalaupun kita sekarang kirim bantuan menurut saya itu pencitraan. Kirim bantuan pun tak sampai kadang-kadang. Jadi saudara-saudara di sini saya harus kasih tahu supaya tidak emosional”. Pernyataan Prabowo tersebut memang tidak bisa disalahkan. Mengingat hingga saat ini bantuan kemanusiaan dari Indonesia masih belum sampai kepada pengungsi Rohingya.
Prabowo menambahkan, “Percaya sama saya, kalau kita kuat kaum Rohingya kita bantu, kita beresin. Kita harus kuat untuk bantu orang lemah, tidak bisa lemah bantu lemah, miskin bantu miskin”. Maksud dari penyataan tersebut adalah dengan membantu Rohingya melawan pembersihan etnis yang dilakukan. Dengan begitu, dunia akan mengetahui kekuatan Indonesia sebagai negara yang patut untuk disegani.
Pernyataan dari Prabowo tersebut direspon oleh Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Johan Budi Saptopribowo. Johan mengatakan bahwa bantuan yang diberikan pemerintah Indonesia bersama masyarakat adalah bentuk konkret membantu etnis Rohingya. Pemerintah tidak hanya memberi bantuan berupa kebutuhan pokok. Selain itu, pemerintah juga melakukan tindakan konkret secara politis dengan kunjungan Menlu Retno Marsudi ke Myanmar dan berunding dengan otoritas disana.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho. Sutopo menyalahkan pernyataan tentang anggapan bantuan yang dikirim merupakan pencitraan. Karena menurutnya, hal yang paling dibutuhkan oleh pengungsi Rohingya saat ini adalah kebutuhan pokok seperti makanan, obat-obatan dan pakaian. Bantuan yang diberikan Indonesia mendapatkan apresiasi dari dunia. Dengan bantuan yang dikirimkan juga menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang menjunjung tingggi nilai-nilai kemanusiaan.
Perdebatan mengenai bantuan kemanusiaan Indonesia untuk Rohingnya pencitraan atau bukan mungkin hanya sebagai bumbu politik. Namun yang lebih penting bukan masalah pencitraan atau bukan. Yang terpenting adalah sisi kemanusiaan dalam menanggapi fenomena Rohingya ini. Tujuan dari dikirimkannya bantuan kemanusiaan adalah untuk meringankan penderitaan kaum Rohingya karena untuk saat ini yang dibutuhkan oleh kaum Rohingya adalah uluran tangan dari dunia. Bukan saling mengecam satu sama lain atau debat kusir yang tidak ada solusinya.*** (Penulis Adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)