Aksi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi aksi yang viral beberapa minggu terakhir ini. Sosial media dipenuhi berita dan tautan tentang info tersebut, lengkap dengan infografis yang cukup menarik perhatian.
RUU ini dicurigai akan memidanakan orangtua yang “memaksa” anaknya menggunakan hijab, melanggengkan seks bebas dan LGBT, mempromosikan aborsi dan pelacuran, yang jauh dari nilai agama dan norma sosial bangsa. Benarkah demikian?
“Tidaklah benar jika RUU ini dikatakan melegalkan aborsi, seks bebas, pelacuran, maupun LGBT, juga sampai mengancam akan mempidanakan orangtua yang ingin anaknya menerapkan ajaran agamanya. Jadi, tidak benar RUU ini jauh dari nilai-nilai norma sosial apalagi keagamaan,“ jelas Vitria Lazzarini Latief,Psikolog Senior Consultant Global Leadership Indonesia.
Nafas dari RUU ini menurut Vitria, untuk mencegah tindak kekerasan, upaya untuk memperbaiki korban kekerasan, bukan sekedar menghukum pelaku tindak kekerasan. Berangkat dari perspektif korban dan untuk pemulihan korban.
Kecurigaan
Gelombang penolakan RUU terjadi karena adanya kecurigaan tidak mendasar, tidak tepat menyimpulkan, serta tidak mengutip draft RUU yang sesungguhnya. RUU sebagai suatu rancangan disusun dengan sangat komprehensif, tak hanya soal pemidanaan, RUU ini membahas upaya pencegahan lintas sektoral, penanganan yang terintegrasi dan komprehensif, rehabilitasi pelaku, pemulihan serta ganti rugi untuk korban.
Menurutnya, RUU ini juga ingin memastikan agar korban dengan disabilitas didengar laporannya dan mendapatkan fasilitas penunjang yang mudah untuk mereka akses.
Jika dikatakan RUU ini sebagai buah pengaruh dari Barat, Vitria juga mengatakan itu tidaklah benar. RUU ini bertujuan untuk melengkapi UU yang sudah ada, karena berdasarkan pengalaman korban dan proses pendampingan, UU yang ada saat ini belum mampu sepenuhnya melindungi korban.
“Jadi, cari tahulah info mengenai RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang dapat diunduh di halaman resmi DPR RI. JIka ada yang tidak disepakati, diskusikan dan cari jalan keluar bersama. Letakkan kaca mata Anda sejenak. Gunakanlah kaca mata korban dan keluarganya. Tanggalkan sepatu Anda, pakailah sepatu korban dan keluarganya. Di situlah Anda dapat melihat dan merasakan luka mendalam yang sulit dipulihkan, tanpa adanya dukungan dan kepedulian dari semua pihak. Semoga tak lama lagi korban terjamin haknya melalui pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” ujarnya.