26.4 C
Jakarta

Bendera dan Kuasa

Baca Juga:

Monumen “Menegakkan Bendera di Iwo Jima” menjadi pertanda heroisme pasukan marinir AS. Monumen itu terletak di dekat kompleks pemakaman pasukan Marinir AS, Arlyngton di pinggiran kota Washington DC.

Meskipun pemakaman marinir itu sudah ada sejak 1775, namun monumen itu diabadikan sebagai bentuk penghormatan perjuangan pasukan marinir AS dalam Perang Dunia II. Iwo Jima adalah salah satu pulau di Jepang yang pertama kali ditaklukkan oleh pasukan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II.

Monumen itu terinspirasi dari sebuah foto jurnalistik yang mendapatkan penghargaan Pulitzer karya Joe Rosenthal. Foto itu menggambarkan beberapa sosok pasukan marinir yang berusaha mengibarkan bendera AS di puncak bukit Suribachi, di ujung selatan pulau Iwo Jima, pada 23 Februari 1945. Bendera adalah simbol atas kedaulatan dan kuasa. Ketika bendera AS bisa tegak di Iwo Jima, itu adalah pertanda kedaulatan dan kemenangan mereka atas Jepang di pulau itu.

Dalam sejarah Islam, kita juga mengenal kisah bagaimana pasukan Islam berusaha mempertahankan tegaknya bendera Tauhid dalam perang Mu’tah tahun 7 Hijriyah atau 628 Masehi. Diceritakan, pasukan Islam yang hanya berjumlah 3000 orang, harus menghadapi pasukan Romawi yang berjumlah 100.000 orang.

Dalam perang yang tidak seimbang itu diceritakan tentang heroik para pejuang Islam. Mereka berusaha agar bendera Tauhid tetap bisa tegak sebagai simbol kedaulatan mereka. Mereka slih berganti pemegang bendera dan sekaligus pemimpin perang pasukan Muslim meregang nyawa, untuk mempertahankan agar bendera itu tetap tegak berdiri.

Meraka pemegang bendera itu, dari Zaid bin Haritsah, ke Ja’far bin Abu Thalib, hingga berpindah ke Abdullah bin Rawahah. Setelah Abdullah bin Rawahah gugur, bendera tersebut diselamatkan oleh Tsabit bin Arqam Al Anshari, hingga akhirnya diserahkan kepada Khalid bin Walid, yang ditunjuk sebagai pemimpin pasukan Islam.

Sebegitu pentingnya bendera, sehingga mereka berusaha agar tetap tegak sebagai simbol eksistensi mereka. Bendera bukanlah senjata. Tetapi bendera punya makna yang lebih dalam daripada sebuah senjata secanggih apapun senjata itu. Sebab bendera itu, mewakili harga diri atau marwah sebuah entitas.

Entitas itu bisa kelompok, organisasi, club sepak bola, perusahaan, atau negara. Bendera, sekali lagi adalah simbol kedaulatan, sehingga wajar jika orang akan marah ketika benderanya dirobek, diinjak-injak, atau dibakar. Bendera juga simbol atas pengakuan kekuasaan, sehingga tidak bisa seenaknya orang bisa mengibarkan bendera di wilayah kekuasaan pihak lain.

Kemarin, sekelompok orang mengibarkan bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara. Bendera Bintang Kejora bukanlah bendera club sepak bola, tapi bendera perlambang Papua Merdeka. Tentu kita paham mengapa mereka membawa bendera Bintang Kejora.

Mereka bkan sekedar menuntut keadilan dan kesejahteraan, tetapi menuntut kemerdekaan. Mereka ingin berdaulat, tidak dalam wadah NKRI. Saya surprise dengan pernyataan Kepala KSP, Moeldoko, “Kita jangan emosional menanggapi aksi tersebut”.

Pernyataan ini menjadi kontras jika dikaitkan dengan tanggapan Presiden RI Joko Widodo atas aksi di Papua dan Papua Barat: “Emosi boleh, tetapi lebih baik jika bisa memaafkan”.

Kita memang sebaiknya tidak mudah terpancing emosi. Tapi kita juga tidak boleh membiarkan kejadian seperti di depan Istana Negara kemarin terulang lagi. Ini soal kedaulatan, soal marwah, dan juga soal kuasa. Atau memang kedaulatan, marwah, dan kuasa sebenarnya sudah bukan punya kita? Wallahu a’lam.

Penulis: Muhammad Izzul Muslimin

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!