JAKARTA, MENARA62.COM – Meskipun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengizinkan sekolah-sekolah di zona hijau dan kuning untuk melakukan pembelajaran tatap muka, tetapi fakta di lapangan, tidak semua sekolah di zona tersebut serta merta membuka sekolah. Dari 179.252 sekolah (43%) yang berada di zona hijau dan kuning, hanya 4.966 sekolah yang sudah melakukan pembelajaran tatap muka (PTM). Sisanya, yakni 23.258 sekolah memilih melanjutkan belajar dari rumah (BDR) atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).
“Nampaknya pemerintah daerah sangat berhati-hati untuk memutuskan pembukaan sekolah, meski berada di zona dengan risiko penularan Covid-19 yang rendah,” kata Dirjen PAUDDasmen Kemendikbud Jumeri pada Bincang Sore ‘Evaluasi Implementasi Penyesuaian SKB Empat Menteri, Jumat (28/8/2020).
Beberapa daerah yang mulai melakukan PTM pun, lanjut Jumeri, tidak serta merta frontal membuka sekolah. Mereka hingga kini masih dalam tahap uji coba membuka sekolah tertentu. Itu pun dengan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat baik bagi guru, siswa maupun sarana prasarana di sekolah.
Jumeri yakin dengan kebijakan Pemda yang sangat hati-hati untuk membuka sekolah, menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan PTM di zona hijau dan kuning sejauh ini cukup aman. Beberapa kasus munculnya penularan Covid-19 yang menimpa siswa atau guru, setelah ditelusuri, ternyata penularan tersebut tidak terjadi atau tidak bersumber dari sekolah tetapi dari tempat lain.
Data per 25 Agustus 2020 menunjukkan 29 kabupaten/kota (5,64%) berada di zona merah, 237 kabupaten/kota (46,11%) berada di zona orange, 174 kabupaten/kota (33,85%) berada di zona kuning dan 42 kabupaten/kota (8,17%) di zona hijau. Total peserta didik yang masih berada di zona merah dan orange mencapai 60,7 persen (266 kabupaten/kota), dan 39,3 persen lainnya (248 kabupaten/kota) berada di zona kuning dan hijau.
Jumeri memastikan bahwa sekolah-sekolah yang berada di zona merah dan orange tidak diiizinkan melakukan pembelajaran tatap muka. Meski ada desakan dari orangtua maupun sekolah untuk membuka kelas. Sebab pada prinsipnya keamanan dan kesehatan warga sekolah jauh lebih penting dari proses pembelajaran itu sendiri.
“Kami mengutamakan keselamatan, keamanan dan kesehatan siswa maupun guru,” tambah Jumeri.
Ia meminta agar sekolah yang mulai melakukan kegiatan PTM, agar benar-benar menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Penerapan protokol kesehatan ini tidak hanya berlaku di lingkungan sekolah tetapi juga saat anak-anak meninggalkan area sekolah. Itu sebabnya, pengawasan orangtua dan masyarakat sangat dibutuhkan.