28.8 C
Jakarta

Beras Zakat Fitrah dan Berbuka Bakso Bandung

Baca Juga:

College Place adalah nama salah satu jalan di kawasan Gwynneville, Wollongong, New South Wales, Australia. Tak begitu panjang jalan ini, kurang dari satu kilo meter. Dari rumah kami pun tak begitu jauh, kira-kira 300-400 meter saja. Kiri kanan jalan ini, terdapat rumah warga lokal yang sederhana. Sebagian besar rumah itu tanpa pagar. Ada juga Rumah yang pakai pagar, tapi tanpa pintu.

Sebenarnya jalan ini, bagian ujung yang kami lewati merupakan jalan buntu. Kami tadi jalan kaki dari arah kampus University of Wollongong (UoW), melintas dari jalan stapak resmi. Di ujung jalan ini, berdekatan dengan jalan bebas hambatan atau highway menuju Sydney, terdapat satu rumah besar. Rumah itu sederhana, warna hijau, persis di sudut tepi jalan raya.

Bagian samping rumah itu, berpagar seng hijau setinggi satu meter. Di bagian depannya, terdapat pohon hijau dari jenis western red cheddar tinggi menjulang ke langit. Halaman depan ini, tampaknya dibiarkan kosong tanpa pagar. Jadi setiap saat bisa masuk menuju halaman rumah, baik yang di depan maupun yang di belakang.

Rumah itu adalah rumah sewa milik warga lokal. Terdapat empat unit rumah sewa di sini. Tiga rumah berdempetan. Satu lagi berupa bangunan terpisah di halaman belakang.

Pada tiga unit rumah depan, letak pintu masuknya cukup unik. Dua rumah pintu masuknya dari pintu belakang. Satu masuk dari pintu samping kiri. Tidak ada pintu masuknya dari bagian depan. Entah kenapa demikian?

Keempat unit rumah ini ditinggali pelajar-pelajar Indonesia yang mengambil program doktor di UoW. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Ada yang dari Bandung, Jawa Barat dan ada pula dari Kendari, Sulawesi Tenggara. Mereka bekerja sebagai dosen di UPI Bandung, Unpad, dan Unhalu.

Di sini, belajar ditemani suami atau istrinya, tentu juga anak-anaknya. Mereka sengaja membawa anak-anaknya ke sini supaya bisa sekolah di sini. Status suami atau istri mereka di sini, sebagian sama dengan saya, cuti di luar tanggungan negara.

Satu orang diantaranya, baru-baru ini rampung disertasinya dalam bidang ekonomi. Artinya Indonesia baru saja mendapatkan satu orang lagi doktor dari Australia dalam bidang ekonomi. Alhamdulillah. Bulan depan, jika tidak ada halangan akan pulang kampung ke Bandung. Tentu dengan keluarganya masing-masing.

Saat ini, mereka sudah mulai kemas-kemas barang. Sebagian akan dikirim melalui jasa penitipan barang ke Indonesia. Katanya, dulu mereka datang ke sini hanya bawa dua koper pakaian. Sekarang pulang dengan barang berjubel.

Sore ini, kami sengaja datang ke sini. Nyonyaku dipanggil dengan hormat. Untuk apa? Menerima beras sebanyak dua kantong plastik besar senilai tiga ratus ribuan Rupiah. Beras apa itu? Zakat fitrah. Kenapa bisa?

Di sekitar tempat mereka tinggal, ternyata juga beberapa pelajar UoW orang Arab. Pada hari raya Idul Fitri kemarin, kawan dari Arab ini membagi-bagikan zakat fitrah ke para tetangganya. Termasuklah para keluarga mahasiswa dari Indonesia ini. Hal ini sudah berlangsung dari dulu.

Bahkan di saat hari raya Idul Adha, para mahasiswa Arab ini juga berkurban potong sapi atau lembu. Lalu dagingnya dibagikan ke tetangganya. Di sini, mahasiswa Indonesia bolehlah menerima zakat atau hewan kurban. Itu sah. Dalam kategori ibnu sabil.

Karena teman tadi akan segera pulang ke Indonesia, dan stok berasnya masih cukup banyak, maka dia menawarkan kepada kami. Alhamdulillah. Dapat rejeki yang tidak terduga.

Kami tak tahu mengapa kami yang harus ditawarkan, padahal banyak juga pelajar Indonesia di sini yang masih kuliah. Datanglah kami tadi ke situ, bawa troli. Bukan hanya beras yang diberikan, juga pakaian sekolah untuk putraku.

Ternyata teman-teman Indonesia di situ lagi ngumpul, bikin acara. Mereka memasak bakso di halaman belakang. Sekalianlah, kami diminta tunggu-tunggu dulu bakso matang, untuk bisa rame-rame makan bakso. Inilah kata pepatah, dapat durian runtuh, matang dan terbuka. Jadi, kami tinggal makan saja. Kebetulan saya lagi puasa Syawal, hari terakhir.

Jelang magrib, suhu sudah mulai dingin. Badanku mulai menggigil, juga telinga dan kaki. Karena tak ada persiapan pakai baju hangat. Saya kira hanya sebentar saja di sini.

Setelah menunggu setengah jam, tiba waktu magrib. Buka puasa dengan bakso. Alhamdulillah, nikmat Tuhan mana yang akan kamu dustakan?

Penulis: Haidir Fitra Siagian, Gwynneville, Sabtu (15/6/2019) ba’da Isya

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!