“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)”. (Q.S. Al-Dhuha : 11)
Ayat yang baru saja kita baca ini menunjukkan, bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk menyatakan dan menunjukkan nikmat yang telah Allah berikan dengan bersyukur.
Bersyukur dalam konteks ayat ini, dimaknai oleh para mufassir, tidak sekadar mengucap “alhamdulillah” , tetapi juga dibuktikan dengan tindakan nyata berupa berbagi nikmat dan kebahagiaan dengan sesama.
Menurut para ahli hikmah, kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika kita bisa membahagiakan atau berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Kebahagiaan yang hanya dinikmati sendiri adalah kebahagiaan semu.
Mari kita amati pengalaman hidup sehari-hari. Ketika kita berjumpa dengan seseorang kemudian menyapa dengan senyuman, maka orang tersebut pun akan membalas dengan senyuman. Ketika kita memberikan sedekah kepada seorang pengemis, misalnya, dia akan mengucapkan terima kasih kepada kita, dan saat itu ada perasaan bahagia dalam hati. Ini bukan semata-mata karena ucapan terima kasih pengemis tadi, tetapi karena kita bisa berbagi dengan orang lain.
Sudah menjadi sunnatullah, bahwa semakin banyak kita berbagi dengan orang lain, maka semakin besar kebahagiaan yang didapatkan, serta semakin berkelimpahan kehidupan kita. Semakin bermakna kita bagi orang lain, semakin nikmat kita menjalani hidup. Semakin bermanfaat kita bagi banyak orang, semakin berkah kehidupan kita.
Sebaliknya, semakin sedikit kita berbagi dengan orang lain, semakin sulit kita mendapatkan kebahagiaan. Semakin kita tidak memberi manfaat bagi orang lain, semakin sulit kita menikmati hidup. Semakin kita tidak berarti bagi banyak orang, semakin tidak bermakna kehidupan kita.
Ironisnya, banyak di antara kita, atau mungkin diri kita sendiri, alih-alih senang berbagi kebahagiaan dengan orang lain, justru lebih memilih untuk menyenangkan diri sendiri. Tidakkah kita berpikir, bahwa semakin kita menyenangkan diri kita sendiri dan mengabaikan orang lain, pada hakekatnya kita semakin jauh dari kebahagiaan hakiki.
Apa yang kita anggap kebahagiaan, jika dinikmati sendiri, hakekatnya adalah kebahagiaan semu. Bahkan Rasulullah Saw. pernah menyampaikan sebuah pesan penting dalam salah satu sabdanya, bahwa salah satu amalan utama yang akan mengantarkan seseorang mendapatkan kebahagiaan (al-sa’adah) di dunia ini dan di akhirat nanti adalah “idkhal al-surur fi qalbi al-mu’min” (memasukkan rasa senang (bahagia) ke dalam hati orang mukmin).
Dari keterangan hadis ini jelaslah bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan hakiki nan sejati, maka kita harus menghadirkan kebahagiaan kepada orang lain.
Kesimpulannya, jika kita ingin hidup bahagia, maka bahagiakanlah orang lain. Berbagi kebahagiaan adalah kunci kesuksesan dan kebahagiaan hidup.
Ruang Inspirasi, Bakda Sahur, Senin, 11 Mei 2020 / 18 Ramadan 1441 H.