Oleh : Ace Somantri
BANDUNG, MENARA62.COM – Banyak cara untuk berbuat sesuatu, baik yang berkaitan dengan diri sendiri atau untuk orang lain selama itu dapat dilakukan. Ketika hidup di dunia ini, manusia sudah dipastikan ada cara dan jalan untuk bertahan hidup selama akal dapat difungsikan. Secara sosiologis, manusia sebagai mahluk sosial sangat mutlak memiliki ketergantungan kepada orang lain. Disadari atau tidak oleh setiap manusia, sifat ketergantungan bagi mahluk sosial merupakan salah satu sifat dasarnya.
Berbagai cara dan metode yang dapat dijadikan referensi untuk membiasakan diri berbuat kebajikan, kekuatan manusia pada dasarnya memiliki potensi dan jiwa yang baik. Alastu birabbikum qaaluu balaa syahidna… Bukankah Aku ini Tuhanmu, mereka menjawab betul Engkau Tuhan kami, kami bersaksi….Al A’raf ayat 172 dalam potongan kalam-Nya. Persaksian tersebut bentuk komitmen manusia manakala akan diciptakan untuk dilahirkan ke dunia alam semesta. Dengan sikap dan transaksi atau akad tersebut, pada dasarnya manusia sudah memiliki jiwa yang baik. Pun sama rosulullah menyampaikan ketika membawa risalah kenabian, bahwa setiap manusia yang lahir dalam kondisi baik jiwanya (fitrah). Sehingga sangat memungkinkan saat ini, manusia di manapun berada di belahan dunia, berbagai suku, entnis, ras dan bangsa manapun berhak untuk menjadi manusia yang baik dan terbaik.
Kebaikan dan posisi terbaik, semua manusia sangat wajar adanya bukan sesuatu yang istimewa. Karena sebenarnya manusia diciptakan dalam kondisi istimewa. Justru, yang semestinya dicatat dalam rumus hidup manusia yaitu mempertahankan keistimewaan yang dimiliki, bukannya membuat seorang diri yang tidak berarti penuh kehinaan. Kebaikan untuk menjadi manusia terbaik adalah hak adami siapapun di dunia ini, dengan senyum yang tulus, menyapa yang ikhlas, berbagi rasa penuh iba dan juga peka, bergandeng tangan bersama satu cita, dan bergerak secara berjamaah untuk mencapai tujuan yang sama.
Berawal mula hidup manusia berbeda-beda, mulai dari jam, hari, pekan, bulan dan tahun juga berbeda. Alam semesta ini ada dalam ruang dan waktu, tidak dapat dihindari manusia pun dibatasi ruang dan waktu karena fisik jasadiyahnya bagian di dalamnya. Zaman ke zaman akan terus mengubah susaana alam semesta sesuai kadar pikir dan karya manusia, segala hal ihwal kehidupan dunia ada generasinya, namun tetap saja aturan dan syari’at senantiasa menuntun kepada kebenaran, baik yang bersifat kemanusiaan (humanistik) maupun nilai-nilai ke-Tuhan-an ( Ilahiyah).
Di manapun berada, kapanpun waktunya manusia akan berusaha maksimal menjadi yang terbaik dalam masanya, hal itu karena fitrahnya membimbing. Namun, cara dan modelnya bermacam ragam sesuai kapasitas dan kemampuan yang dimiliki. Sekalipun dalam praktisnya, perbuatannya jahat dan biadab sesekali hatinya tersentuh hingga menyadarinya bahwa yang diperbuat itu salah dan merusak tatanan hidup dirinya maupun orang lain. Bahkan, ketika awal mula jenis mahluk manusia akan diciptakan sempat ada penolakan dari mahluk lainnya, salah satu di antara alasannya karena pernah sejenis mahluk yang sama senantiasa berbuat kerusakan dan menumpahkan darah, dan penolakan itu dijawab oleh Sang Pencipta Allah Ta’ala bahwa “Aku lebih mengetahui…” begitulah kekuasaan-Nya.
Manusia di dunia pada dasarnya hanya melakukan perbuatan di antara dua pilihan, yaitu senantiasa berusaha untuk berkhidmat atau terpengaruhi oleh bujuk rayu yang membawa untuk berkhianat. Dasar kebaikan manusia jikalau dipupuk dengan nutrisi kebaikan akan tumbuh kembang menjadi perbuatan dan tindakan bernilai pengkhidmatan yang lambat laun bermuara pada sifat dan sikap profetisme yang memancarkan cahaya menuju kebenaran hakiki. Sebaliknya, jikalau dasar kebaikan tidak dipupuk oleh nutrisi kebaikan akan mengalami kehancuran, sekalipun dikelabui dengan pupuk sintetis yang mengandung bahan-bahan yang meracuni atau pestisida berbahaya pun, lambat laun akan mengalami kerusakan permanen. Begitulah kadar sifat mahluk-mahluk yang sebenarnya, akan kembali pada proses pengembangan berikutnya.
Berkhidmat atau berkhianat, di antara dua hal tersebut ada konsekuensinya dan resikonya. Berkhidmat akan mendatangkan kebahagiaan yang penuh nikmat, sementara berkhianat akan melahirkan perbuatan munkarat yang akan berakhir mendapat laknat. Memang manakala dalam proses tidak di sadari, baik itu yang bekhidmat maupun yang berkhianat karena kedua-duanya sedang menjalani kompetisi sama-sama berusaha untuk mencapai tujuannya, setelah mendekati finish atau tujuannya mulai sedikit tersadarkan dan akan mengalami kesadaran puncak pada titik waktu injuri time atau last minute, di situlah ada pertaruhan berakhir nikmat atau laknat.
Betapa pun sulitnya menghadapi hidup, namun tetap rumus ilahiyah menjamin mutlak bagi siapapun yang berusaha untuk berkhidmat akan mendapatkan jalan kemudahan dan keberkahan. Begitu pun bagi siapa pun mereka, manakala menyerah pada tantangan hidup dan memilih untuk mengikuti tipu daya penggoda yang setia memperdaya memperlihatkan fatamorgana alam semesta tanpa di sadari berbuat munkarat nan khianat, maka kesengsaraan menanti di ujung hayatnya. Wallahu’alam