25.6 C
Jakarta

Boyong Keluarga Dinas ke Jepang, Wali Kota Medan Berutang Rp800 Juta

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Wali Kota Medan, Tengku Dzulmi Eldin, sehari sebelumnya masih sebagai pejabat terhormat, tapi 24 jam kemudian menyandang status tersangka korupsi. Ini, antara lain, akibat menanggung utang Rp800 juta setelah menyertakan keluarga dalam rombongan kunjungan kerja ke Jepang.

Kasus tersebut membongkar permainan lain Wali Kota periode 2014-2015 dan 2016-2021 itu, seperti setoran upeti dari para pejabatnya. Bersama enam orang, kemudian ia terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada pada Selasa (15/10/2019) malam hingga Rabu (16/10/2019) dini hari di Medan, Sumatera Utara (Sumut).

Setelah diterbangkan ke Jakarta pada Rabu pagi untuk menjalani pemeriksan, pada Kamis (17/10/2019) pukul 02.32 WIB Dzulmi digiring keluar dari gedung KPK dengan pakaian berlapis rompi oranye dan tangan diborgol, pertanda sudah menyandang status tersnagka dan harus masuk tahanan. Wajah pria berusia 59 tahun itu tampak lesu

Dzulmi diduga menerima suap terkait proyek dan upeti jabatan. “Setelah melakukan pemeriksaan dilanjutkan dengan gelar perkara, maka disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi,” ungkap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

KPK meningkatkan status penanganan perkara tersebut ke penyidikan dengan menetapkan tiga tersangka dan menahannya. Mereka adalah Tengku Dzulmi Eldin (TDE), Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN), dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar (SFI).

“Penahanan dilakukan selama 20 hari pertama,” kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati.

Sementara empat lain dilepaskan dengan status saksi. Mereka antara lain ajudan Wali Kota Medan Aidiel Putra Pratama (APP) dan Sultan Solahudin (SSO). Sedangkan satu orang buron, berinisal AND, staf protokoler yang diduga mengantongi titipan suap untuk Wali Kota sebesar Rp50 juta.

Dalam perkara ini, menurut berita Antaranews.com, Dzulmi diduga menerima sejumlah uang dari Isa Ansyari. Pertama, uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Pada 18 September 2019, juga memberikan Rp50 juta.

Pemberian kedua, terkait dengan perjalanan dinas Dzulmi ke Jepang didamping beberapa kepala dinas dalam rangka program sister city pada Juli 2019. “Dalam perjalanan dinas Dzulmi mengajak serta istri, dua orang anak, dan beberapa orang lain lain yang tidak berkepentingan.

Keluarga Tengku Dzulmi bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut mereka didampingi oleh Kasubbag Protokol Syamsul Fitri Siregar.

“Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas wali kota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD. Pihak tour and travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada TDE,” ungkap Saut.

Dzulmi kemudian bertemu dengan Syamsul dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang tersebut. Permintaannya sekitar Rp800 juta.

“Kadis PUPR lalu mengirim Rp200 juta ke wali kota atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi wali kota,” ungkap Saut. Uang inilah yang menjadi barang bukti sementara KPK.

 

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!