JAKARTA, MENARA62.COM– Defisit anggaran BPJS Kesehatan berlangsung terus menerus dalam 3 tahun pelaksanaan program JKN. Total defisit mencapai Rp 18,86 triliun dengan rincian tahun 2014 mencapai Rp 3,3 triliun, tahun 2015 tercatat Rp 5,7 triliun dan tahun 2016 tercatat Rp 9,79 triliun.
Asisten Deputi Jaminan Sosial Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) DR Ir Togap Simangunsong membeberkan beberapa penyebab defisit anggaran BPJS Kesehatan, diantaranya, pertama, nilai iuran yang dibebankan kepada peserta belum memenuhi nilai aktuaria/keekonomian. Dalam kondisi seperti ini, sepertinya pemerintah harus menaikkan iuran sesuai nilai keekonomian walau mendapatkan tantangan.
“Kedua besarnya utilisasi dana jaminan sosial yang tidak diikuti dengan kepatuhan pembayaran iuran,” katanya di sela diskusi publik bertema Defisit Dana JKN, Ancaman Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan dan Keberlangsungan Program JKN, Rabu (26/04/2017).
Ketiga, masih rendahnya jumlah peserta segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) khususnya BUMN. Solusinya, BPJS Kesehatan harus memastikan seluruh PPU baik BUMN maupun swasta terdaftar dalam program JKN paling lambat 31 Desember 2017, disertai sanksi kepada Pemberi Kerja apabila tidak dilaksanakan.
Keempat masih belum memadainya tarif jasa pelayanan yang diberikan kepada tenaga kesehatan khususnya dokter. Ini mutlak dilakukan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
“Pemerintah juga harus sesegera mungkin menyusun kajian untuk mengeluarkan penyakit yang timbul akibat hobi/menyakiti diri sendiri yang dapat menimbulkan penyakit katastropik yang terbukti sangat membebani program JKN,” lanjutnya.
Togap mengingatkan peran dokter amat penting ditengah situasi defisit anggaran BPJS Kesehatan. Dimana pelayanan kesehatan diharapkan terlaksana secara terstruktur, dan berjenjang. Oleh karenanya membutuhkan peningkatan ketersediaan dan kapasitas dokter sebagai gate-keeper program JKN khususnya pada Faskes Tingkat Pratama.
Fungsi dokter sebagai gate-keeper ini diakui Togap sangat penting terutama bisa dikaitkan dengan upaya kendali biaya (utilisasi JKN). Dimana dengan kecakapan diagnosis dokter terhadap 144 jenis penyakit dapat menghindari adanya tindakan rujukan yang tidak perlu ke faske Tingkat Lanjutan. Sehingga ini bisa menekan biaya pengobatan.
“Dokter termasuk organisasi profesi sebagai salah satu stakeholder program JKN merupakan pihak yang harus senantiasa dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan demi keberlangsungan program JKN, termasuk didalamnya saat menentukan tarif jasa pelayanan, penentuan protokol layanan kesehatan dan hal-hal relevan lainnya,” tutup Togap.