JAKARTA, MENARA62.COM — Bujukan Moral Senat Akademika ITB Ahmad Dahlan Jakarta. Menelisik dinamika politik teranyar dan memasuki masa tenang jelang hari pencoblosan Pemilu 2024, Rabu 14 Februari 2024, Senat Akademika Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan Jakarta, memberi catatan dan bujukan moral kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Catatan yang diterima redaksi dan ditandatangani oleh, Ketua dan Sekretaris Senat Akademika ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Dr. Mukhaer Pakkanna (Ketua) dan Hj. Ermalina, SE, MM (Sekretaris) itu menyebutkan:
1) Perlunya para pemilih untuk mencermati secara serius, menilai tapak jejak kepada para calon yang berkontestasi, baik untuk pemilihan Calon Presiden/Wakil Presiden, calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) maupun pemilihan calon legislatif (DPRD Kab/Kota, DPRD Provinsi, dan DPR RI). Gunakan hati nurani dan pikiran jernih, tidak sekadar ikut-ikutan (latah) dalam menentukan pilihan. Yakinlah, bahwa suara atau pilihan Anda akan sangat berharga bagi kemajuan bangsa.
“Karena itu, bagi ummat Islam, kami menyampaikan bahwa sebelum melangkah ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) disunnahkan untuk sholat istikharah, untuk memohon ampun dan petunjuk kepada Allah SWT tatkala dihadapkan pada sebuah pilihan,” ujar Mukhaer.
2) Senat Akademika ITB AD menghimbau pada saat usai pencoblosan Pemilu, 14 Februari 2024, agar para kontestan, pendukung kontestan, dan pemilih, jika mereka menang dengan suara terbanyak, untuk segera istighfar (minta ampunan kepada Allah) dan tidak berlebihan dalam eforia hingga muncul rasa sombong, takabbur, dan lupa diri bahkan merendahkan pihak-pihak lain yang dianggap kalah.
Demikian pula, bagi mereka yang belum diberikan kesempatan kepada rakyat, memperoleh suara terbanyak agar segera intropeksi, mawas diri (uraqabah), dan sabar dengan tidak langsung menyalahkan pihak lain bertindak curang dan berkhianat. Gunakan prosedur hukum yang berlaku jika pihak Anda merasa teraniaya dan terkalahkan.
“Oleh karena itu, kami berharap pula agar masyarakat melakukan pengawasan dan pengawalan terhadap tindakan manipulasi suara, penggiringan opini, tekanan, dan lainnya. Demikian pula, para petugas Pemilu dan kontestan, jangan sampai ada niatan dan praktik manipulatif dalam perhitungan suara sehingga rawan menimbulkan masalah krusial ke depan dan bisa meluruhkan spirit kebersamaan sebagai warga negara,” ujarnya.
3) Kontestasi Pemilu 2024 yakinilah bahwa itu bukan segala-galannya yang akan mementukan nasib bangsa ke depan. Apalagi dalam kontestasi politik seperti itu berlaku diktum: “siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana”. Bahkan seolah berlaku teorema politik: “tidak ada kawan dan musuh abadi, yang ada adalah kepentingan abadi”. Sehingga acapkali praktik politik begitu cair dan licik.
Menurut Mukhaer, dengan praktik pragmatisme dan machiavealisme politik yang begitu nyata seperti itu, dan tidak lagi menjadikan praktik politik sebagai jihad adiluhung untuk peningkatan derajat dan kualitas rakyat dan bangsa, maka kami menghimbau ke depan, perlu segera merevisi UU Pemlihan Umum (Pemilu) dan UU Partai Politik (Parpol) yang selama ini menjadi biang kerok praktik-prakti politik yang curang dan culas dalam kehiduan politik kita.
4) Tidak tegasnya aturan dan praktik politik yang liberal sebagai buah reformasi politik yang kebablasan, maka investasi politik dalam bentuk terbukanya biaya politik yang tinggi (high political costs) makin nyata. Tidak tegasnya law enforcement dalam pembatasan sumbangan dan biaya kampanye kepada kandidat/kontestan, tidak tertibnya atau semrawutnya pemasangan APK (Alat Peraga Kampanye), literasi terhadap bahaya berita dan kampanye hoaks (bohong), dan lainnya, menjadi pelajaran berharga demi perbaikan kualitas Pemilu-pemilu berikutnya.
“Jangan sampai warga Negara selalu jatuh, ibarat hanya keledai yang jatuh pada lubang yang sama sebanyak dua kali,” ujarnya.
5) Senat Akademika ITB AD juga sangat prihatin terhadap praktik politik oligrakis, di mana Partai-partai Politik (Parpol) tidak lagi sebagai wahana agregator dan katalisator suara rakyat serta tidak lagi dijadikan wahana candradimuka untuk melahirkan tokoh dan pemimpin bangsa ke depan. Parpol telah dibajak oleh pemilik Parpol yang ujungnya menjadi instrumen untuk transaksi politik dengan Parpol lain. Muncullah oligarki politik di mana Parpol dikuasai oleh segelintir orang. Harap diingat, bahwa oligarki politik ini bisa mendeterminasi kebijakan publik.
Bersamaan dengan itu, oligarki politik membutuhkan sokongan dana karena biaya politik yang tinggi dalam menghidupi nafas Parpolnya. Terntu, Parpol membutuhkan oligarki ekonomi, pemilik modal raksasa. Dengan demikian oligarki ekonomi melakukan investasi politik karena mereka membutuhkan sokongan politik dari oligarki politik untuk memuluskan usahanya.
Sehingga pada ujungnya, terjadi dwifungsi oligarki ekonomi-politik yang acapkali mereka berakrobat atau memainkan suara rakyat dan kebijakan publik. Suara rakyat hanya dibutuhkan saat Pemilu, sementara pada saat penentuan kebijakan publik, suara rakyat dibuang ke keranjang sampah.
“Dalam konteks inilah, menjadi renungan bagi pemilih terutama para kontestan bahwa kita semua terjebak dengan praktik politik seperti itu dan harus segera di akhiri,” kata Mukhaer.
6) Mengingatkan kembali pada semua kontestan terhadap salah satu agenda Reformasi tahun 1998, yakni pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam penyelenggaraan Negara ke depan. Para konstituen atau pemilih harus selalu saling mengintakan, bahwa KKN menjadi masalah utama dan genting yang menghambat kemajuan bangsa. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang masih jeblok dan praktik kolusi dan nepotisme yang memiliti penyelenggaraan Negara telah menahbiskan sebagai Negara yang tingkat pemborosan yang tinggi terutama dilihat dalam diktum ICOR (Incremental Capital Output Ratio) yang masih besar.
“Semoga bujukan ini memberikan sumbangsih dalam masa kontemplasi jelang pencoblosan dan masa-masa sesudahnya. Semoga masa pencoblosan, Rabu 14 Februari 2024 ini selalu dilindungi, dirahmati, dan diberkahi Allah SWT, guna mewujudkan Indonesia yang lebih baik,” ujarnya.