JAKARTA, MENARA62.COM – Komite Kajian Jakarta (KKJ) menggelar buka puasa bersama. Hadir dalam acara ini Ketua PWI Jakarta Sayid Iskandarsyah berserta jajaran pengurus harian, dan tokoh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jakarta. Direktur Eksekutif KKJ Syaifuddin, SE., ME., menegaskan perbedaan adalah keniscayaan yang harus dijadikan perekat persatuan, bukan sebaliknya.
“Perbedaan di antara kita adalah keniscayaan. Jangan jadikan perbedaan itu awal masalah. Sebaliknya kita harus menjadikan perbedaan itu perekat persatuan. Di bulan Ramadan ini kita berkumpul dalam acara buka puasa di sini untuk meningkatkan silaturahmi,” kata Syaifuddin yang juga sebagai Ketua PCNU Jakarta Pusat, dalam acara bukber yang berlangsung di bilangan Pulomas, Jakarta Timur, Sabtu (23/4/2022).
Tampak hadir dalam acara ini, Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB Jakarta Pusat Nanda Khairiyah, dari agama Hindu Pandita I Gde Suparta, dari Kristen Pdt. R.B. Rory, dari Konghucu Arief Gunawan. Hadir pula Ketua MUI Jakarta Pusat KH. Robi Fadil, Sekretaris PCNU Jakarta Barat Ust. Endang Hermansyah, Sekretaris PCNU Jakarta Timur Ust. Syarif Cahyono, Warga NU dan tamu undangan lainya.
Gus Syaifuddin mengatakan Indonesia ini kaya karena keberagaman. “Indonesia besar karena keberagaman suku, agama dan rasnya. Semua itu tidak akan berhasil jika tanpa adanya saling menerima perbedaan tersebut. Dan hal tersebut ialah sunatullah atau ketentuan Allah yang harus kita terima,” tandasnya.
Menurut Gus Syaifuddin kehadiran para tokoh dengan senyum, saling sapa dan berbincang intens adalah cikal bakal kerukunan dan kelanggengan hubungan antarumat beragama di Indonesia, khususnya di daerah DKI Jakarta. “Inilah realisasi sikap toleransi yang selalu kita gaungkan kepada masyarakat. Jangan sampai toleransi hanya terucap saja tanpa ada aksi di lapangan,” tegasnya.
Sementara itu tokoh Hindu Pandita I Gde Suparta mengatakan hadirnya NU di Jakarta membuat suasana semakin sejuk dan damai. “Saya hidup di Jakarta sudah 50 tahun. Saat datang pertama dating saya sendirian di tempat tinggal saya yang Hindu. Namun saya mendapat jaminan keamanan dari seorang Kiai NU dan tokoh Ansor. Mereka jaga dan lindungi kami,” ungkapnya.
Ketua PWI Sayid Iskandarsyah menyambut baik acara yang bertujuan mempererat silarahmi seperti yang dilakukan KKJ yang mengambil momen buka puasa dengan mengundang tokoh lintas agama. “Perbedaan di antara kita jangan menjadi kendala untuk bersama-sama membangun bangsa dan negara ini. Tugas kami sebagai wartawan mewartakan hal yang positif ini agar bisa menjadi inspirasi bagi orang di luar,” tegasnnya.
Jakarta ke Depan
Sehubungan dengan rencana permindaan ibukota negara (IKN) ke Kalimantan Timur, Syaifuddin mengajak tokoh agama dan masyarakat untuk bisa memikirkan dan memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR/DPRD. “Bagaimana Jakarta ke depan setelah tidak menjadi ibukota negara lagi. Apakah dibiarkan seperti provinsi lain atau kita akan menjadikan wilayah khusus dan menjadi pusat ekonomi dan perdagangan. Karena Jakarta selama ini telah banyak memberikan kontribusi besar buat negara,” katanya.
Sehingga Jakarta ke depan, lanjutnya tetap harus melanjutkan perannya selama ini. “Jakarta tetap bisa menjadi pusat ekonomi dan perdagangan. Tentu perlu dipikirkan pula tatanan kota yang mampu menjawab tantangan ekonomi global dan kawasan seperti ASEAN. Perlu kiranya kita mengajak wilayah penyangga (Bodetabek) untuk duduk bersama. Sehingga akan meningkatkan sentra ekonomi baru dan mampu bisa mensejahterakan masyarkat. Dan beragam persoalan yang selama ini sulit diatasi seperti masalah banjir dan kemacetan bica ada solusinya,” tandasnya.
Keterlibatan wilayah penyangga (Bodetabek) menjadi penting untuk bisa lebih maju dan mampu menjawab tantangan agar masalah yang dihadapi lebih mudah terurai. “Bukah hanya persoalan bajir dan macet yang diharapkan terurai, sentra ekonomi baru bisa bertumbuh, sehingga berdampak positif daerah penyangga. Mereka bisa lebih maju,” katanya.