JAKARTA, MENARA62.COM – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan luncurkan buku Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, Jumat (9/10/2020). Buku yang terdiri atas 7 bagian tersebut merupakan rangkungan hasil evaluasi penerapan kurikulum di perguruan tinggi selama dilakukan bimbingan teknis dan kegiatan evaluasi.
Dirjen Dikti Kemendikbud Prof Nizam dalam sambutannya mengatakan saat ini kurikulum tidak lagi bisa deskriptif yang mengharuskan mahasiswa bertemu dengan dosen yang sama baik di ruang kelas, perpustakaan maupun laboratorium yang sama. Sebab esensi merdeka belajar pada perguruan tinggi adalah menyiapkan mahasiswa merdeka, mandiri, berdikari dan mampu merancang masa depan sendiri.
“Pengalaman pembelajaran yang sama pada setiap mahasiswa punya passion yang berbeda-beda punya cita-cita yang berbeda-beda dan yang jelas punya garis tangan yang berbeda-beda. Kalau kita tanya di kelas kita tidak satupun yang mempunyai pengalaman yang sama, tidak mempunyai cita-cita yang sama dan mempunyai rencana hidup yang sama pasti berbeda satu dengan yang lain,” kata Nizam.
Oleh karena itu pendidikan tinggi harus dibuka sebagai transisi antara dunia pendidikan dan dunia kerja melalui pilihan yang beragam. Baik dari sisi pembelajarannya maupun pengalamannya. Kurikulum yang dikembangkan di perguruan tinggi harus diubah konstruksinya, dengan filosofi kurikulum itu tidak sekedar pengalaman mahasiswa, atau pengalaman mahasiswa menemui dosennya. Tapi menyangkut seluruh rangkaian kegiatan yang dialami mahasiswa baik di dalam maupun di luar kampus untuk menghasilkan ‘learning outcome’ dan bukan pada mata kuliahnya.
Nizam menambahkan kurikulum harus benar-benar menyiapkan capaian pembelajaran. Hal itu merupakan alasan yang penting harus mengubah cara pandang kurikulum. Apalagi saat ini kita sudah memasuki revolusi industri 4.0 yang membawa konsekuensi hilang dan berubahnya jenis-jenis kompetensi. Ada kompetensi baru yang muncul, sebaliknya ada kompetensi lama yang hilang.
“Kondisi ini menuntut perguruan tinggi dapat menyusun kurikulum yang dapat melahirkan lulusan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam hal itu, perlu kerja sama dengan dunia industri,” jelas Nizam.
Dosen lanjut Nizam, juga harus mengubah pola pikirnya yakni tidak lagi menjadi sumber ilmu, tetapi menjadi fasilitator bagi para mahasiswa. Karena inti dari kebijakan kampus merdeka adalah membuka kampus tersebut menjadi semesta belajar yakni sumber ilmu, sumber belajar, sumber pengetahuan, maupun sumber kompetensi.
Sementara itu, Direktur Kelembagaan Ditjen Dikti Kemendikbud, Aris Junaidi, mengatakan peluncuran buku panduan penyusunan kurikulum pendidikan tinggi menjadi suatu yang sangat penting. Buku ini dapat menjadi panduan bagi perguruan tinggi yang akan menyusun kurikulumnya agar sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan dunia kerja.
“Apalagi sekarang ini, kita hubungkan dengan kemajuan yang begitu besar sekali yakni revolusi industri 4.0,” tutup Aris.