27.3 C
Jakarta

Bullying di Medsos Dapat Jatuhkan Kredibilitas Seseorang

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Generasi muda harus pandai-pandai membawa diri karena akan menjadi pemimpin di masa mendatang. Karena itu, harus bisa menjaga track record agar tidak menjadi bahan bullying di media sosial (Medsos). Sebab track record mahasiswa di Medsos dikhawatirkan bakal menjadi salah satu pertimbangan  bagi dirinya dapat diterima atau tidaknya masuk dunia kerja.

Kekhawatiran itu diungkapkan Dwi Iryanta Prihartana, mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta dalam seminar nasional ‘Say Goodbye to Bullying’ secara virtual, Sabtu (13/3/2021). Seminar ini merupakan tindak lanjut dari Latihan Ketrampilan Menejemen Mahasiswa (LKMM) Tingkat Dasar menyelenggarakan event.

Seminar ini menghadirkan nara sumber Dr Riana Mashar MPsi, Psikolog, dosen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) UAD dan Dinda Permatasari Harahap MPsi, Psikolog, Ketua Program Studi Psikologi Universitas Medan Area. Sedang moderator Aji Apri Setiawan, mahasiswa UAD.

Lebih lanjut Dwi Iryanta mengharapkan agar mahasiswa peserta Webinar Nasional ‘Say Goodbye to Bullying’ untuk pandai-pandai dalam menjaga diri, bijak dalam ber-medsos. “Indonesia adalah warganet yang paling tidak sopan di dunia. Sangat kontradiktif yang kata banyak orang bahwa masyarakat Indonesia adalah bangsa memiliki budaya luhur, tata krama, dan sopan santun. Tetapi di dunia maya sangat tidak menunjukkan hal tersebut,” kata Dwi.

Dwi Iryanta mengatakan dirinya mendapat bullying mulai sekolah SMP sampai lulus SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Ia di-bully karena dinilai sebagai anak cupu, culun dan sejenisnya. “ Saya rasakan itu (bullying) membuat takut dan minder,” kata Dwi Iryanta.

Sedang nara sumber seminar, Riana Mashar mengatakan bullying adalah perilaku agresif dan negatif seseorang secara berulang kali dengan menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan untuk menyakiti korban secara mental, fisik dan seksual. Namun ancaman yang dilakukan sekali saja, tetapi jika membuat korbannya merasa ketakutan secara permanen juga merupakan bullying.

Bentuk bullying, kata Riana, berupa fisik, verbal, reaktif, dan cyber. Penyebab anak melakukan bullying di antaranya, mendorong rasa diri dan menganggap orang lain tidak ada artinya. Adanya perasaan memiliki kekuasaan. Ekpresi kekecewaan karena menjadi korban pelecehan.

Dampak bullying, jelas Riana, bagi pelaku tidak bisa konsentrasi belajar karena pikirannya lebih banyak untuk mengincar dan merencanakan tindakan berikutnya. Bagi korban, menurunkan intensitas pergi ke sekolah karena merasa cemas dan takut akan menjadi korban. Sedang bagi saksi, takut akan menjadi korban berikutnya dan merasa bersalah karena tidak bisa berbuat apa-apa.

Dinda Permatasari mengatakan 85 persen bullying disaksikan bystanders, namun hanya 10 persen yang menjadi defenders. Selebihnya dibagi menjadi tiga golongan. Pertama, sebagai asisten yang membantu pelaku. Kedua, reinforcers yaitu menonton, menyoraki, dan tertawa. Ketiga, outsider yaitu menghindari kejadian dan tidak ingin terlibat.

“Sedang defenders berupaya menolong korban, melindungi secara langsung, dan mencari pertolongan. Caranya, bawa korban menjauh dari kerumunan, melapor kepada pihak otoritas, alihkan perhatian orang dengan hal lain, dan tunjukkan penerimaan pada korban,” kata Dinda.

Sementara Danang Sukantar MPd, Kepala Bidang Pembinaan Organisasi Kemahasiswaan dan Prestasi Mahasiswa UAD mengatakan LKMM Tingkat Dasar ini ada 31 kelompok dan 31 kegiatan. “Peserta Webinar sebanyak 286 mahasiswa. Panitianya adalah mahasiswa peserta LKMM Tingkat Dasar yang masih semester dua dan sebagian dari semester empat. Ini merupakan tindak lanjut pelatihan mereka dengan menyelenggarakan event,” kata Danang Sukantar.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!