KENDARI, MENARA62.COM — Enam polisi terperiksa di jajaran Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) dibebastugaskan. Tim Investigasi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri menemukan bukti pelanggaran prosedur standar opersional (SOP) pengamanan unjuk rasa yang menimbulkan terbunuhnya dua aktivis Universitas Halu Oleo (UHO), Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi.
Para terperiksa itu berinisial DK, DM, MI, MA, H dan E. “Mereka membawa senjata api saat pengamanan aksi unjuk rasa pada 26 September 2019 di gedung DPRD Sultra,” kata Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Harry Goldenhart, di Kendari, Senin (7/10/2019).
Terperiksa DK adalah seorang perwira pertama yang menduduki jabatan reserse di Polres Kendari. Sedangkan lima orang lainnya adalah bintara dari Satuan Reserse dan Intelijen.
Tim investigasi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri masih mengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap penembakan Randi (21) dan Muh Yusuf Kardawi (19) saat unjuk rasa ribuan massa gabungan mahaiswa dan pelajar menolak revisi RUU KUHP dan revisi UU KPK. Peristiwa tragis tersebut banyak mengundang empati hingga sempat tercetus tuntutan pengunduran diri Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Menkopolhuman Wiranto.
Sementara Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sultra bersinergi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Mereka menjamin keselamatan para saksi kematian dua orang mahasiswa UHO Kendari itu.
Tim investigasi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri juga mengajak kerjasama pihak-pihak yang memiliki bukti atau menyaksikan peristiwa berdarah tersebut. Akhinya, ditemukanlah enam personel Polda Sultra dan Polres Kendari ditengarai membawa senjata api saat pengamanan unjuk rasa.
Antara juga melaporkan, korban penembakan bukan hanya peserta unjukrasa. Seorang ibu hamil enam bulan yang sedang tertidur lelap di rumahnya, Jalan Syeh Yusuf, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, ikut diterjang peluru nyasar caliber 9 mm pada betisnya.