Oleh : Ace Somantri
BANDUNG, MENARA62.COM – Tidak terasa waktu dalam masa terlewati begitu saja, hari-hari sebulan penuh menikmati kebahagian yang benar-benar nyata sangat terasa. Sayang bulan yang ditunggu-tunggu hanya dinikmati sekedarnya, beberapa hal kebaikan masih terlalu banyak yang terlewati dibiarkan sia-sia. Maghfurah, rahmah dan berkah hanya ada dalam kata-kata sebuah ungkapan dalam untaian kalimat. Berwujud dalam kegiatan nyata dianggap masih berat dan beban, sehingga nilai keberkahan yang didapat masih ringan kurang berisi. Ramadhan bulan penuh bahagia, namun masih berat jalani saat hati mengarahkan perbuatan-perbuatan kebaikan. Allah Ta’ala Maha Rahman dan Rahim, sekalipun hamba-Nya berbuat dan beraktifitas masih jauh dari apa yang dikehendaki-Nya. Bisikan-bisikan keburukan terlalu dominan bersemayam dalam dada terus mengganggu tak mengenal waktu, baik dalam keadaan tidur apalagi saat kondisi terbangun. Nampaknya bukan karena kuatnya godaan, melainkan lemahnya benteng ketauhidan yang dimiliki.
Bye bulan kebahagiaan, kita berupaya keras mempertahankan nilai-nilai kebaikan yang ditreatment selama satu bulan penuh. Penanaman nilai kebaikan berbagai macam dan varian diajarkan dalam bentuk yang berbeda, di antaranya yaitu pertama membiasakan budaya konsisten atau istiqomah saat menjaga hidup sehat dengan makan dan minum teratur. Kedua, disiplin bangun tidur di pagi hari melawan kemalasan untuk bangun lebih pagi dari biasanya. Ketiga, menu makan diupayakan halal dan bergizi dan bernutrisi tinggi. Keempat, berusaha rajin tilawah dan bertadarus al Qur’an minimal satu kali selama 24 jam satu hari satu malam. Kelima, senantiasa menjaga dan menahan marah, kesal, kecewa dan juga benci kepada orang-orang dekat maupun jauh di sana. Keenam, berlatih untuk peka dan peduli pada orang-orang saling berbagi dan saling membantu tanpa melihat sekat dan batas suku, ras dan agama. Ketujuh, berlatih i’tikaf (berdzikir di dalam masjid saat waktu senggang atau menyediakan waktu sesuai situasi dan kondisi) dalam rangka mendekatkan diri pada Ilahi Rabbi. Kedelapan, menyadarkan diri membersihkan jiwa raga dan harta dengan berzakat, baik fitrah maupun mal sehingga dapat menghitug aset yang dimiliki.
Putaran benda langit tak pernah berhenti, konjungsi dan elongasi dari pergerakan planet bulan menjadi salah satu titik tekan perhitungan para ilmuwan falak dalam menentukan tanggal dalam bulan hijriyah, yang sering menjadi perhatian khusus manakala tiba bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal sampai harus ada sidang Isbat dalam lingkungan kementerian negara. Unik sekali umat manusia ini, apakah hanya terjadi di negeri ini atau tak ada bedanya negeri tetangga lainnya bicara hal yang sama. Ternyata, di negeri antah berantah jauh lebih maju dalam membaca dan bertadarus ayat-ayat Ilahi yang membahas benda langit tidak diperdebatkan kapan mulai puasa dan kapan hari Idul Fitri dan Idul Adha, melainkan membangun sebuah peradaban ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti NASA dan Roscosmos. Begitupun para astronom dari negara-negara yang berpikir maju, mereka terus berupaya melihat keajaiban benda-benda langit semoga bentuk wujud nyata mensyukuri kebesaran Allah Ta’ala sehingga dapat menjadi hidayah tersendiri bagi mereka. Seharusnya umat muslim memaknai bulan dan matahari bukan sekedar memperdebatkan waktu shalat dan waktu lainnya, sebaiknya di era peradaban maju sudah bicara nilai hubungan manusia beriman dengan dinamika pergerakan benda-benda langit sebagai mitra yang sama-sama mahluk Allah Ta’ala.
Ramadhan bulan kebahagiaan atau perjuangan?
Selama ini disyukuri dan dimaknai baru sebatas upaya keras hanya tilawah ayat-ayat Ilahi Robbi, sedikit orang baru mentradisikan tadarus dengan wacana keilmuan yang masih kategori sempit dan statis tak beranjak jauh masih belum masuk pada kajian-kajian terapan sains dan teknologi ilmu pengetahuan bernilai guna pada kemajuan peradaban. Pengalaman sependek dan sedangkal yang diketahui, Ramadhan dari tahun ke tahun nyaris tak ada perubahan siginifikan, sementara dampak dari dinamika alam terus memberi isyarat-isyarat ilmu pengetahuan yang sarat penuh nilai peradaban. Bye bulan penuh kenangan unik dan ciamik, sekalipun hanya melewati namun tetap telah banyak memberi pelajaran super sangat berharga. Bukan saja menikmati indahnya sahur di pagi hari dan berburu takjil untuk berbuka saat waktu Maghrib tiba, termasuk berburu pakaian serba baru. Ada yang tidak ada di bulan yang lain, nilainya lebih baik dari 1000 bulan yaitu dikenal dengan malam Lailatul Qodar. Jelas dan tegas termaktub dalam kalam Ilahi Robbi Qur’an Surat Al Qadar (Kemuliaan), inilah pembeda utama selain harus berpuasa wajib yaitu adanya malam Lailatul Qodar, yaitu malam turunnya mukzijat al Qur’an sebagai indikator kemuliaan malam saat Ramadhan.
Bagi seseorang yang bertauhid dan berkeimanan mendekati kesempurnaan, bulan kemuliaan tidak sebatas dipahami tekstual yang sarat dengan nilai transendental yang hanya dapat diukur oleh “spiritual exeprience” seseorang. Melainkan makna Lailatul Qodar sebagai spirit dan simbol peradaban dunia yang masih banyak itibar yang tersimpan belum terungkap apa sebenarnya dibalik malam lebih baik dari seribu bulan tersebut. Yang jelas, bahwa ayat-ayat tersebut merupakan ayat sains dan teknologi yang diwahyukan kepada Rosulullah berguna manfaat untuk kehidupan manusia di dunia dan menyelamatkan kelak di akhirat. Jadi ada makna lain, bahwa bulan kemuliaan selain sebagai momentum membahagiakan apabila dimaknai penuh hikmah yang mampu mendatangkan sesuatu kebaikan sesuai tuntutan zaman kehidupan manusia. Lailatul Qodar yang dibanyak dinanti umat manusia pada dasarnya sudah Allah Ta’ala turunkan yang tak terkira nilai sampai tak terhingga. Sejauhmana umat muslim beriman terus bertilawah, beriqro dan bertadarus ayat-ayat al Qur’an dengan sungguh-sungguh mulai huruf demi huruf, lafadz demi lafadz hingga kalimat demi kalimat yang terhubung dari ayat satu dengan ayat lainnya baik dalam satu surat maupun berbeda surat.
Makna terkandung dari setiap huruf, lafadz dan kalimat pada ayat-ayat Ilahi Robbi sangat jelas dan tegas penunjukan maksud dan tujuannya (maqasid asy syari’ah). Bahkan harus berupaya keras mengungkap makna setiap syari’at yang termaktub dalam kalimat ayat-ayat tersebut hingga dapat mampu menembus apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Sang Maha Penguasa Allah Ta’ala pembuat syari’at (Insya’ Asy-syari’). Tanda kemuliaan di bulan Ramadhan, sejak disyari’atkan secara otomatis menjadi petunjuk, penjelas dari petunjuk-petunjuk dan juga pembeda dari segala hal yang muncul maupun yang akan muncul dikemudian hari dan bagi siapa pun manusia yang mengimani al Qur’an sebagai sandaran dan rujukan hidup dan kehidupan. Untuk mengaplikasikan segala aturan butuh perjuangan keras, hambatan dan tantangan didominasi muncul dari bisikan diri sendiri, hal itu dikarenakan penggoda keburukan ada dalam jiwa dan raga setiap manusia. Sekalipun ada pengaruh faktor luar, sifatnya sesaat sementara sesuai kondisi waktu, tempat dan situasi lingkungan. Namun, jika lingkungan terus menerus memupuk keburukan dan kebathilan dengan berbagai cara, tidak mustahil akan ada pengaruh kuat terhadap prilaku buruk.
Suka tidak suka, waktu dalam masa akan terus bertambah sekaligus berkurang bagi kehidupan manusia. Bye bulan kemuliaan yang penuh dengan nilai-nilai luhur kebaikan. Waktumu yaa Ramadhan sekarang akan berakhir ditutup dengan hari kemenangan untuk semua umat muslim yang taat. Hari Fitri telah datang sebagai penutup hari kemuliaan satu bulan penuh.Terlebih umat Islam Indonesia, kebahagiaan dan kemuliaan menjadi hari raya kebesaran yang melebihi hari-hari besar lainnya hingga menjadi hari libur nasional. Hari raya kemenangan dimaksud adalah bentuk perayaan suka cita atas menangnya sebuah peperangan, yaitu perang melawan hawa nafsu keburukan dan kebathilan selama satu bulan penuh. Namun, sepertinya bukan hanya disebut kemenangan melainkan hari penuh kesucian. Kita berharap di hari tersebut benar-benar dapat dijadikan awal bulan dimulai posisi hari yang suci di mana keadaan umat muslim bersih dari noda-noda dosa yang dibersihkan selama satu bulan penuh. Berharap awal bulan syawal menjadi titik awal kebaikan-kebaikan berikutnya hingga bertemu kembali bulan kemuliaan.
Selamat datang hari Fitri penuh kesucian, bersalam-salaman dapat dijadikan sebagai simbol ukhuwah dalam Islam. Begitupun makna substansinya benar-benar dapat dipahami sebuah makna sebenarnya di mana hari tersebut dapat membawa spirit kuat dan menguatkan nilai-nilai ketaqwaan yang melekat selamanya hingga akhir kehidupan. Lantunan suara takbir merdu mendayu, suara tahmid dan tahlil pun tak ketinggalan terdengar sayup-sayup dari kejauhan mampu menundukan kangkuhan diri. Noda kesombongan dan dosa ketakaburan berupaya dikurangi dan ditekan sedapat mungkin menipiskan kotoran-kotoran sifat buruk menumpuk tebal yang menempel dalam jiwa dan raga. Saat hari Fitri disebut kemenangan, menyambut dengan penuh suka cita ada potensi penyelewengan sikap dan perilaku. Tradisi euforia hari raya Fitri sudah menjadi budaya, sehingga ada kebiasaan di masyarakat secara psikologi sosial memaksa orang-orang yang tidak mampu mencari cara lain mendapatkan hal sama seperti yang lainnya. Kekhawatiran tersebut muncul bukan tanpa alasan, pasalnya tidak sedikit masyarakat muslim saat hari raya pinjam uang sana sini untuk memenuhi kebutuhan hari Fitri. Semoga hari Ritri nan suci tidak ternodai dengan sikap pamer diri untuk sebuah harga diri. Wallahu’alam.
Bandung, April 2024