SOLO, MENARA62.COM – Setelah dua minggu mengikuti rangkaian kegiatan dari Program Indo-Austay melalui Program Bahasa Indonesia Penutur Asing (BIPA) yang dikoordinasi oleh Lembaga Bahasa dan Ilmu Pengetahuan (LBIPU) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), peserta program tersebut hari ini mengakhiri perjalanannya bersama UMS, Jumat (19/1).
Peserta Program Indo-Austay, Russell Ogden, Susan Denholm, Heather Meldrum, Judith Harbour, Francoise Levinson, dan Lester Levinson, sebelumnya terbagi ke dalam dua kelompok ketika mengikuti programnya. Kelompok pertama melakukan kunjungan dan kegiatan di Klaten, sedangkan kelompok kedua melakukan kunjungan dan kegiatan di Surakarta.
Para peserta pun memberikan testimoni maupun kesan-pesan selama belajar bahasa dan budaya Indonesia melalui program Indo-Austay itu. Russel Odgen yang juga merupakan direktur dari program tersebut mengatakan bahwa dirinya senang dapat berada di Solo.
“Kami sangat senang karena kamu bisa bertemu di sini dan mengerti budaya, bahasa, dan juga mengerti beberapa kegiatan yang bisa kami alami,” ungkap Russel.
Selain itu dia dan teman-temannya mengaku belajar tentang cuaca tropis, dengan bisa merasakan cuaca panas dan hujan.
Russel juga menyatakan akan selamanya menghargai persahabatan yang telah terjalin antara orang-orang Solo dan teman-temannya itu. Dia berharap, akan dapat bertemu lagi suatu hari nanti.
“Persahabatan baru antara orang Australia yang datang di sini dan semua orang-orang Bayat, adalah hal yang penting,” katanya.
Susan yang tergabung dalam kelompok Russel juga menyampaikan betapa kagumnya dia dengan interaksi yang terjadi di Solo.
“Keramahan hati dan keramahan semua orang yang kami temui di UMS, Bayat, dan Solo. Interaksi bagus antara guru dan kami, dalam (menggunakan) bahasa Indonesia dan Inggris untuk saya,” kata Susan yang biasa dipanggil Susy.
Saat mengikuti program Indo-Austay, Susy diberikan kesempatan untuk melihat pembuatan kerajinan tradisional secara langsung.
“Memberikan kita gambaran sekilas budaya Indonesia,” katanya.
Demikian dengan Heather, dia merasa bahwa Solo adalah kota yang masih murni dan otentik, masyarakatnya pun sangat ramah dan suka membantu.
“Suatu kehormatan untuk menghadiri pernikahan, juga kesempatan untuk menggunakan pakaian tradisional,” ungkap Heather ketika mengenang kegiatan yang sebelumnya.
Di sisi lain, dari kelompok yang mengikuti kegiatan di Solo, Francoise Levinson mengatakan bahwa dia sebelumnya pernah tinggal di Indonesia, tepatnya Jakarta.
“Saya tidak baru di Indonesia. Suami saya dan saya tinggal di Jakarta, 50 tahun yang lalu. Dan saya suka budaya, saya lebih suka datang ke Jawa,” ungkapnya.
Meskipun dia dan teman-temannya berada di Solo tidak lama, hanya beberapa minggu, dia menyukai kegiatannya.
“Saya suka. Barangkali kami terlalu sibuk belajar, sehingga tidak banyak waktu untuk jalan-jalan, tapi (kemarin) kami pergi ke Imogiri,” pungkasnya. (*)