31 C
Jakarta

CISDI: Puskesmas Siap Jadi Sentra Vaksinasi Covid-19

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.C0M – Puskesmas di Indonesia siap mengambil peran sebagai sentra vaksinasi Covid-19. Namun, pemerintah perlu mengoptimalkan regulasi dan dukungan sumber daya untuk meningkatkan cakupan vaksinasi, khususnya di wilayah desa dan kabupaten yang jauh dari pusat kota.

Dalam peluncuran hasil survey Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI)  tentang Kesiapan Puskesmas untuk Vaksinasi yang dilakukan secara daring

Untuk mengatasi pandemi, saat ini pemerintah lebih berfokus melawan wabah melalui program vaksinasi sejak awal 2021. Financial Times (21/04) melaporkan secara global, vaksin terbukti efektif menekan penularan COVID-19 di lima benua. Melalui skema vaksinasi, target kelompok sasaran membentuk sistem imun yang lebih kuat. Kondisi ini meningkatkan perlindungan khususnya bagi kelompok rentan seperti lansia, orang dengan komorbiditas serta tenaga kesehatan yang bekerja di lingkungan rentan.

Di Indonesia sendiri, cakupan vaksinasi untuk (1) SDM kesehatan yang mendapatkan dosis pertama mencapai 101% dan dosis kedua 92%; (2) petugas publik yang mendapatkan dosis pertama mencapai 49% dan dosis kedua 28%; (3) lansia yang mendapatkan dosis pertamamencapai 12% dan dosis kedua mencapai 7% (Kementerian Kesehatan RI, 3 Mei 2021). Secara total, 4,6% populasi di Indonesia telah mendapatkan vaksin dosis pertama dan 2,9% mendapatkan dosis kedua.

Untuk mengakselerasi cakupan vaksin, fasilitas kesehatan tingkat primer seperti puskesmas memiliki peranan penting. Namun, ada setidaknya 4 faktor yang perlu ditilik lebih lanjut untuk memastikan kesiapan puskesmas sebagai sentra vaksinasi yang tersebar di seluruh negeri. CISDI melakukan survei cepat yang diikuti oleh 184 orang yang berasal dari 149 puskesmas di 96 kabupaten/kota di 30 provinsi. Berikut adalah beberapa temuan dari survei ini adalah sebagai berikut:

  • Kesiapan Sumber Daya Manusia 49% puskesmas memiliki tenaga vaksinator berjumlah di atas 6 orang; 42,4% responden puskesmas dengan jumlah 4-6 orang; 8,7% puskesmas hanya memiliki vaksinator 1-3 orang; dan 47,3% responden mengaku bahwa hanya sebagian tenaga vaksinasi di puskesmas yang mendapatkan pelatihan
  • Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD). Lebih dari 90% puskesmas responden merasa APD yang disediakan sebulan terakhir cukup untuk tenaga kesehatan.
  • Kesiapan Logistik Vaksinasi ○ Survei menunjukkan 98% responden melaporkan memiliki genset yang masih berfungsi di puskesmas tempat mereka bekerja. Mayoritas responden puskesmas (96,2%) memiliki kulkas untuk vaksin yang masih berfungsi dan 90,2% responden melaporkan kulkas tersebut sudah dilengkapi dengan alat pemantau suhu.
  • Penanganan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) 94% puskesmas memiliki fasilitas dan obat-obatan penanganan KIPI. 83% responden melaporkan puskesmas memiliki mekanisme rujukan yang jelas apabila ada KIPI yang terjadi di puskesmas mereka 20,7% responden responden masih mengakui puskesmas tempat mereka bekerja tidak mempunyai tenaga yang terlatih dalam menangani KIPI.

Selain keempat faktor di atas, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kesiapan puskesmas sebagai pusat pelaksanaan vaksinasi di masyarakat seperti penanganan limbah medis, pencatatan dan pelaporan melalui aplikasi terintegrasi PCare, hingga kemampuan pengelolaan layanan kesehatan esensial lainnya seperti layanan rawat jalan, layanan antenatal dan postnatal serta layanan imunisasi dasar dan lanjutan bagi anak.

Olivia Herlinda, Direktur Kebijakan CISDI, menyatakan peran puskesmas sebagai modal Indonesia dalam mempercepat peningkatan cakupan vaksinasi perlu dibarengi dengan komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam meningkatkan jumlah SDM kesehatan dan perlindungan tenaga kesehatan. “Dari segi SDM, 90% puskesmas sudah memiliki tenaga vaksinator berjumlah di atas 4 orang. Namun, hampir 90% puskesmas memberdayakan staf puskesmas tanpa ada tenaga vaksinator tambahan.

Selain itu, lebih dari 90% puskesmas juga sudah siap menangani KIPI. Survei ini tidak bisa dianggap sebagai representasi dari seluruh puskesmas di Indonesia, namun dari survei ini kami semakin yakin bahwa puskesmas memiliki posisi strategis dalam skema vaksinasi khususnya bagi mereka yang tinggal di daerah yang jauh dari pusat kota untuk menjangkau vaksinasi.

Namun, pemerintah pusat maupun daerah perlu terus memberikan penguatan puskesmas melalui penambahan SDM kesehatan, ketersediaan APD, dan tes berkala serta dukungan logistik,” ujar Oliv. Rekomendasi ini diamini oleh Hasna, S.K.M, Kepala Puskesmas Bambalamotu, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat. Saat ini, persentase kasus Covid-19 di Sulawesi Barat mencapai 2,2% dari total kasus nasional (Satgas COVID-19, 3 Mei 2021). Program vaksinasi sudah berjalan hingga tahap kedua yang menjangkau petugas pelayanan publik serta kelompok lansia. Namun kendala terbesar yang dihadapi oleh Puskesmas Bambalamotu adalah distribusi vaksin yang tidak mencukupi jumlah sasaran.

“Saat ini, jumlah kelompok sasaran Puskesmas Bambalamotu sekitar 14.000 jiwa sementara ketersediaan vaksin baru mencapai angka 300. Padahal antusiasme masyarakat sejauh ini sangat positif dan bisa menerima pemberian vaksinasi.” Tantangan seputar kebutuhan sarana dan prasarana vaksin COVID-19 bukan satu-satunya kendala utama di lapangan.

Dicky Budiman, M.Sc.PH, Epidemiolog, Griffith University turut menekankan peran puskesmas dalam merespons keragu-raguan masyarakat terhadap vaksin COVID-19. “Indonesia beruntung memiliki layanan kesehatan primer, dalam hal ini puskesmas. Keterlibatan komunitas seperti kader posyandu, kader jumantik dan lintas sektor dalam upaya kesehatan di puskesmas berkontribusi positif dalam mengisi kesenjangan atau kekosongan yang tidak mampu dijalankan oleh puskesmas,” katanya.

Dalam konteks Indonesia, satu puskesmas bisa mengampu 40.000 jiwa. Jika bicara target vaksinasi 1 juta, target ini akan realistis jika kita bisa melibatkan seluruh komponen yang ada di masyarakat. Namun kita juga perlu menyadari bahwa vaksin COVID-19 ini adalah hal baru yang belum banyak dikenal oleh masyarakat. Ketidaktahuan ini memunculkan potensi penolakan atau keragu-raguan.

“Oleh karenanya, kita juga perlu melibatkan tokoh masyarakat termasuk tenaga kesehatan puskesmas seperti dokter, perawat dan bidan dalam menjalankan strategi komunikasi berbasis kearifan lokal agar penolakan vaksin dapat menurun. Dengan optimalisasi puskesmas dalam menjalankan komunikasi intens seputar manfaat klinis dan sosioekonomi dari vaksin COVID-19, fungsi monitoring yang tepat, hingga pemenuhan sisi logistik vaksin COVID-19, harapannya kita dapat meningkatkan proteksi dari angka kesakitan akibat varian baru COVID-19,”  ujar Dicky Budiman.

Selain keterlibatan tokoh masyarakat dan lintas sektor dalam memperkuat peran puskesmas merealisasikan target cakupan vaksinasi, Dr. Ines Atmosukarto, CEO Lipotek sekaligus pengembang drug delivery system, juga memaparkan bentuk keterlibatan sektor lain seperti sektor swasta untuk dalam mengakselerasi distribusi vaksin dan meningkatkan edukasi publik. “Di Indonesia ada banyak sekali wacana seputar pelibatan sektor swasta, seperti yang sebelumnya disebut dengan program vaksin gotong royong,” katanya.

Di Indonesia, cara pengadaan vaksin yang melibatkan swasta adalah suatu eksperimen di Indonesia namun tidak dilakukan di negara lain. Di sisi lain, ia melihat ada banyak sekali bentuk keterlibatan sektor swasta di luar pengadaan vaksin. Sektor swasta bisa mengurangi beban pemerintah dalam bidang logistik, distribusi, dan penyimpanan vaksin. Sektor swasta juga bisa membantu meningkatkan animo masyarakat, meningkatkan kepercayaan terhadap vaksin itu sendiri, hingga mendatangkan vaksinator ke tempat pelaksanaan usaha. Sektor swasta juga bisa meringankan biaya vaksinasi untuk pegawainya.

“Biaya vaksinasi individu bukan hanya biaya vaksin saja tapi juga ada biaya transportasi untuk menjangkau vaksinasi. Jika ada pegawai yang merasakan gejala-gejala KIPI bisa difasilitasi agar tidak dipotong cutinya,” ujar Ines Atmosukarto.

Prima Yosephine BT Hutapea, M.K.M., Plt. Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI merespons positif hasil survei yang dipaparkan oleh CISDI.“Hasil survei kesiapan vaksinasi di puskesmas yang dilakukan CISDI ini menjadi masukan bagi pemerintah. Kami menargetkan puskesmas mampu memberikan vaksinasi kepada minimal 50 orang di tingkat desa dan 200 orang per hari di tingkat kota. Sejalan dengan visi ini, saya setuju dengan hasil survei CISDI yang menyatakan kebutuhan tenaga kesehatan tambahan di luar SDM kesehatan puskesmas,” tandasnya.

Untuk melengkapi pemenuhan sarana prasarana pendukung vaksin, Kementerian Kesehatan RI sudah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan untuk pembiayaan vaksinasi yang nantinya akan dipenuhi oleh pemerintah daerah. Kementerian Keuangan sudah menyatakan bahwa 4% dari dana alokasi umum (DAU) maupun dana bagi hasil bisa digunakan untuk mendukung kegiatan vaksinasi seperti pembelian alat pelindung diri, mendukung ketersediaan jaringan teknologi agar pelaporan vaksinasi dapat berjalan lancar, pengelolaan limbah medis hingga insentif bagi tenaga kesehatan di puskesmas.

Diah Saminarsih, Senior Advisor on Gender and Youth WHO, menyatakan vaksinasi membawa harapan baru dalam penanganan Covid-19. Namun saat ini negara-negara di dunia masih menghadapi tantangan dalam memenuhi keseimbangan antara supply dan demandvaksin COVID-19.

“Apa yang terjadi di tingkat puskesmas, komunitas dan nasional adalah refleksi dari apa yang terjadi di global. Saat ini suplai vaksin belum cukup padahal kebutuhannya sangat tinggi. Inilah situasi unequitable vaccine (ketidakmerataan vaksin). Sejak awal pandemi, WHO sudah mendorong penguatan layanan kesehatan primer sebagai jalan keluar dari pandemi. Berkaitan dengan program vaksinasi, kemampuan puskesmas dalam memetakan target sasaran khususnya kelompok rentan akan membantu mempercepat distribusi vaksin. Namun kami menyadari bahwa masih ada tantangan dari mulai tingkat layanan kesehatan primer hingga nasional sehingga WHO masih terus bekerja sama dengan negara anggota WHO untuk menyelesaikan isu-isu berkaitan dengan vaksinasi,” tutup Diah.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!