25.4 C
Jakarta

Dari Ruang Kelas ke Panggung Budaya: Kiprah Dosen UMS Menghidupkan Warisan Daerah

Baca Juga:

SOLO, MENARA62.COM – Tak pernah merencanakan menjadi pengajar budaya, Muhamad Taufik Hidayat, dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), justru menemukan makna mendalam ketika mengampu mata kuliah Pendidikan Kebudayaan Daerah (PKD) pada tahun ajaran 2021–2022. Dia mengubah kelas daring menjadi ruang belajar kolaboratif yang membahas budaya lokal.

 

“Sempat ragu karena bukan bidang saya. Tapi ternyata saya sangat menikmati prosesnya,” ungkap dosen UMS itu, Senin (7/7).

 

Selama satu semester mengajar, Taufik merancang media ajar berbasis kearifan daerah, hingga menggali warisan budaya yang mulai terlupakan. Ia mengaku tak hanya mengajar, tetapi juga banyak belajar baik dari konten kebudayaan maupun pendekatan reflektif dalam pendidikan dasar.

 

Pada tahun 2022, sebagai bentuk apresiasi terhadap kreativitas mahasiswa yang berupaya menghidupkan budaya, ia menggagas PKD Award 2022. PKD Award adalah ajang sederhana yang mewadahi karya-karya mahasiswa yang mengangkat budaya lokal secara inovatif.

 

“Saya ingin mahasiswa tidak hanya tahu budaya sebagai materi ajar, tapi bisa mencintainya dan menularkan kecintaan itu ke siswa SD nantinya,” ujarnya.

 

Ketertarikan Taufik terhadap budaya telah tumbuh sejak duduk di bangku SD. Ia mengenal seni tari melalui kegiatan ekstrakurikuler dan pernah mewakili sekolah dalam ajang Jambore Ranting Pramuka dengan membawakan Tari Gembira. Dari pelajaran muatan lokal, ia juga dikenalkan dengan tembang macapat, gamelan, dan tokoh wayang, yang semakin menumbuhkan kedekatannya dengan budaya Jawa.

 

Saat kuliah di Universitas Negeri Semarang (UNNES), ia sempat mengambil mata kuliah seni tari. Dia juga aktif dalam kegiatan kebudayaan di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kabupaten Tegal, termasuk menjadi ketua panitia Kemah Bhakti yang menghadirkan lomba seni budaya remaja.

 

Semasa kuliah, Taufik juga menjadi pembina Pramuka di SD Tegal Wangi 01, melatih pentas seni anak-anak dengan beragam tarian daerah. Ia bahkan merancang sendiri kostum dan properti sederhana seperti kembang goyang.

Pada 2013, ia mengikuti seleksi Program Pertukaran Pemuda Indonesia–Malaysia dengan menampilkan Tari Cipat-Cipit Banyumas. Meski belum lolos ke tingkat nasional, pengalaman tersebut memotivasinya untuk terus mengenalkan budaya Indonesia di ranah internasional.

 

Ia sempat tampil di Intercultural Camp di Thailand pada 2016 dengan membawakan Tari Semarangan, dan kembali aktif dalam kegiatan budaya saat pengabdian masyarakat di Filipina pada 2023 dengan mengajarkan warga membuat wayang kertas dan tas batik, serta menampilkan Tari Topeng Panji Surakarta.

 

Saat ini, Taufik tengah menjalani tugas belajar di Monash University, School of Education, Culture, and Society, Australia. Meskipun tinggal di luar negeri, kecintaannya pada budaya tidak luntur. Ia turut serta dalam Moomba Parade 2025 di Melbourne bersama diaspora Indonesia dan mengikuti kompetisi Visualize Your Thesis dengan karya animasi bertema Wayang Kulit.

 

“Budaya itu bukan semata pertunjukan. Tapi tentang bagaimana kita memahaminya, menghidupkannya, dan membagikannya ke generasi berikutnya,” jelasnya.

 

Bagi mahasiswa, PKD mungkin hanya satu mata kuliah. Namun bagi Taufik, pengalaman tersebut menjadi titik temu antara profesi dan kecintaan pribadi terhadap budaya. Kini, mata kuliah tersebut telah berganti nama menjadi Pendidikan Multikultural, namun semangatnya tetap sama yaitu menghadirkan ruang bagi budaya lokal untuk tumbuh dan hidup di tengah pendidikan.

 

Ia berharap PKD Award dapat kembali digelar di masa depan sebagai sarana menumbuhkan semangat mahasiswa dalam mencintai dan melestarikan budaya bangsa. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!