24.6 C
Jakarta

Delegasi Universitas Groningen Kagumi Perkembangan Pendidikan Tinggi di Indonesia

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Guna memperkuat kerjasama pendidikan dan penelitian, delegasi Universitas Groningen (UG) dipimpin oleh Presiden Universitas Groningen, Prof. Jouke de Vries mengunjungi Indonesia. Dalam agenda kunjungan yang berlangsung pekan ini, delegasi UG tidak hanya berdialog dengan Kepala BRIN dan Dirjen Diktiristek Prof Nizam, tetapi juga berkesempatan mengunjungi Yogyakarta.

Dalam pernyataan persnya, Prof Jouke de Vries menyampaikan kekagumannya terhadap perkembangan pendidikan tinggi di Indonesia. “Saya pikir Universitas Groningen dapat belajar banyak dari Indonesia, dan ini membuat saya sadar bahwa kami memiliki pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Yang terpenting, kunjungan ini memberikan inspirasi bagi kami untuk mengintensifkan kerjasama dengan mitra kami di Indonesia,” kata Prof Jouke de Vries, Kamis (3/11/2022).

UG yang masuk dalam 100 universitas top global, dalam beberapa dekade ini telah menjadi mitra Indonesia. Bahkan saat Menteri Retno Marsudi Duta Besar Indonesia untuk Belanda, sempat menyampaikan bahwa UG adalah universitas dengan populasi warga Indonesia terbesar di Eropa. “Hal ini mengacu pada banyaknya mahasiswa dan peneliti Indonesia yang aktif di Groningen,” kenang Prof. Ron Holzhacker, Professor of Comparative Multilevel Governance and Regional Structure.

Bagi Prof Jouke de Vries keputusan untuk berkunjung ke Indonesia terlebih dahulu adalah hal yang lumrah, karena kemitraan dengan Indonesia telah berlangsung lama dan sukses. “Tujuan kami saat mengambil langkah untuk memperkuat kolaborasi dengan Indonesia adalah karena kami ingin menciptakan peluang bagi mahasiswa dan peneliti untuk bekerja sama baik di Indonesia maupun di Belanda” Ujar Prof Jouke de Vries.

Delegasi Groningen mengaku terkesan dengan ambisi pemerintah setelah bertemu dengan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Laksana Tri Handoko, dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek), Prof Nizam.

Menurut Prof. de Vries, fleksibilitas yang ingin diciptakan kementerian untuk mahasiswa melalui Kampus Merdeka, juga merupakan sesuatu yang ingin dicapai di Groningen. “Saya mengagumi pemerintah Indonesia yang mengembangkan visi ini dan berbagai elemen di dalamnya seperti kredit mikro dan mobilitas mahasiswa Indonesia ke dunia internasional melalui program IISMA,” tegasnya.

Selain itu mereka juga menyambut baik tawaran Pemerintah Indonesia baik melalui Kemendikbudristek maupun BRIN, untuk berinteraksi lebih lanjut misalnya melalui pusat penelitian bersama atau kolaborasi gelar terutama dalam tema prioritas UG yang terkait dengan tantangan sosial yang dihadapi baik di Indonesia maupun di Belanda, yaitu energi & iklim, kesehatan masyarakat, digitalisasi & AI, dan keberlanjutan & ekonomi sirkular.

Kolaborasi Timbal Balik

Pada kesempatan yang sama, Prof. Bayu Jayawardhana, Professor in Mechatronics and Control of Nonlinear Systems mengatakan bahwa pekan ini, Presiden Universitas Groningen menandatangani perjanjian kemitraan strategis yang komprehensif dengan Rektor Universitas Gadjah Mada untuk menegaskan ambisi bersama seperti perjanjian joint degree program sarjana hukum, dan menyusul kemudian di bidang teknik mesin.

“Dalam jenis kerjasama ini kami ingin memastikan mahasiswa dari kedua universitas mendapatkan kesempatan untuk melakukan sebagian dari gelar mereka baik di Indonesia maupun di Belanda,” jelasnya.

Dalam penelitian juga ingin mendorong pertukaran pengetahuan. “Misalnya, saya memiliki pengalaman positif dengan pengawasan bersama kandidat PhD dengan Institut Teknologi Bandung. Kami ingin lebih mengembangkan modalitas ini juga dengan universitas lain di Indonesia, karena menguntungkan kandidat, kualitas penelitian dan membangun hubungan yang berkelanjutan antara akademisi yang terlibat” ujar Prof. Bayu Jayawardhana.

Salah satu tantangan bagi universitas yang melakukan riset intensif seperti Universitas Groningen adalah bagaimana teori dapat dikaitkan dengan praktik.

Dalam kunjungannya ke Yogyakarta, delegasi Universitas Groningen juga menghabiskan pagi hari di Kampung Code, sebuah kecamatan yang terletak di tepi sungai di Yogyakarta. Di sini, mahasiswa mempraktekkan penelitian akademis mereka untuk membantu masyarakat lokal melalui KKN, misalnya dengan menggunakan teknologi micro-bubble sederhana untuk membersihkan air buangan dari cucian lokal sebelum masuk ke sistem sungai, atau menggunakan digester unit untuk mengubah limbah dapur menjadi pupuk cair yang digunakan untuk menanam buah dan sayuran.

Prof. de Vries sangat antusias dengan program KKN di UGM. “Ini adalah cara yang fantastis untuk menghubungkan civitas akademika dan masyarakat sekitar. Siswa tidak hanya belajar bagaimana menerapkan teori ke dalam praktik, mereka juga membantu masyarakat setempat dalam menciptakan solusi untuk tantangan sehari-hari. Kami berdiskusi dengan UGM bagaimana kami juga dapat melibatkan mahasiswa kami dari Groningen dalam proyek semacam ini,” ujarnya.

Semua mahasiswa UGM menghabiskan dua bulan tinggal di komunitas lokal di suatu tempat di Indonesia, dan menghasilkan laporan tertulis untuk kredit akademik pada pekerjaan mereka. Program ini mencerminkan komitmen UG terhadap dampak sosial dari penelitian akademik, dan Presiden Jouke de Vries terinspirasi oleh potensi Universitas Groningen untuk belajar dari program KKN UGM, sehingga studinya bisa diperkaya dengan pengalaman belajar praktis ini.

Aletta Dialogue Pertama

Di sela-sela kunjungan ke Indonesia, UG juga meluncurkan “Aletta Dialog” yang pertama. Dialog Aletta ini akan diselenggarakan di seluruh dunia di mana para ahli dari Groningen dan ahli dari negara atau wilayah tuan rumah akan mendiskusikan topik sains dan tantangan sosial bersama peserta yang terdiri dari alumni, mahasiswa, dan pemangku kepentingan lainnya seperti perwakilan diplomatik, pemerintah, dan universitas mitra.

Indonesia adalah tempat yang sempurna untuk penyelenggaraan perdana dialog Aletta, bukan hanya karena negara ini sangat penting dalam kerjasama internasional Universitas Groningen, tetapi juga karena Indonesia memiliki pahlawan yang serupa dengan Aletta Jacobs, yaitu Raden Ajeng Kartini,” jelas Mervin Bakker, Director of International Strategy & Relations.

Aletta Jacobs (1854-1919), adalah wanita pertama di Belanda yang mendaftar di universitas sebagai mahasiswa reguler dan dokter wanita pertama. Selain itu, Aletta juga menyuarakan hak-hak perempuan seperti pengendalian kelahiran dan hak suara dalam pemilu. Terakhir, ia juga berkeliling dunia (Eropa, Afrika Selatan, Mesir, Timur Tengah, India, Jepang, China, dan Indonesia) untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.

Topik Dialog Aletta perdana adalah ‘Pembangunan Demokrasi’ dengan pembicara Prof. de Vries dan Dr. Deasy Sim Deasy Simandjuntak, penerima Beasiswa Stuned Angkatan Pertama yang saat ini aktif sebagai Peneliti Politik dan Hubungan Internasional di ISEAS. Diskusi santai yang mengulas tentang perkembangan politik di Belanda, Indonesia, Eropa, dan Asia Tenggara ini berlangsung hangat.

Di akhir kunungan, para alumni UG meluncurkan rencana untuk mendirikan komunitas alumni Universitas Groningen chapter Indonesia, yang diberi nama PAGI (Perkumpulan Alumni Groningen Indonesia). Menurt Prof. de Vries inisiatif ini, akan menghubungkan para alumni UG di Indonesia.

“Alumni UG ditempatkan dengan sangat baik di masyarakat Indonesia dan bertindak sebagai duta kami. Hal ini sangat membantu dalam mewujudkan ambisi kami dalam bekerja sama dengan mitra Indonesia. Setelah perjalanan kami, kami lebih yakin dari sebelumnya bahwa Indonesia memainkan peran penting dalam mewujudkan ambisi internasional kami,” tutupnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!