JAKARTA, MENARA62.COM – Pada Puncak Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) Tahun 2022 Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim berbincang dengan para guru inspiratif dari berbagai wilayah dan Maudy Ayunda. Selaku moderator, Mendikbudristek menggali praktik baik yang mereka lakukan dalam menghadirkan pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan di sekolah sesuai potensi peserta didik.
Suasana belajar yang menyenangkan kembali ditekankan Mendikbudristek sebagai faktor penting untuk menghadirkan pembelajaran yang efektif dan berdampak. Menurutnya, jika seorang anak mengasumsikan pembelajaran sebagai sesuatu yang membosankan, menyebalkan bahkan menyakitkan maka anak itu akan mengasosiasikan belajar dengan hal yang negatif. Maka, penting untuk memahami potensi setiap peserta didik.
“Untuk menjadikan anak sebagai pemelajar sepanjang hayat maka pembelajarannya harus menyenangkan. Dengan demikian, yang lebih penting adalah kemampuan untuk mencintai belajar bukan sekadar menghafal pelajaran,” ujar Nadiem dalam sesi dialog di JI Expo kemayoran, Jakarta, Sabtu (26/11).
Guru pertama yang diberi kesempatan untuk bercerita adalah I Ketut Budiarsa, Kepala Sekolah (Kepsek) SDN 09 Padangsambian, Bali. Ia memilih melakukan pendekatan yang humanis sebagai strategi awal untuk merangkul dukungan para guru mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. “Saya lakukan pendekatan dan pendampingan dengan meyakinkan para guru senior khususnya untuk bersama-sama belajar. Saya tekankan, saya tidak akan meninggalkan mereka bahkan akan bersama mereka menghadapi tantangan yang ada,” kisahnya.
Sementara itu, kepada guru yang lebih muda, Budi mendorong mereka untuk lebih bersemangat belajar. “Kita bentuk komunitas belajar, kita manfaatkan Platform Merdeka Mengajar (PMM). Kami bersama merancang pembelajaran yang berpihak pada anak-anak,” urainya.
Berikutnya, Dolvina Lea Ansanay, Guru Penggerak Angkatan I yang berasal dari SMA Gabungan Jayapura menceritakan bagaimana dia menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. “Saya merasa model pembelajaran ini sangat menarik karena melihat bakat dan potensi peserta didik sehingga meski kondisi kita terbatas namun dengan pembelajaran berdiferensiasi maka kita bisa kreatif mencari celah potensi sumber daya belajar dari apa yang kita punya di kelas,” jelasnya.
Dalam aktivitas pembelajaran, Dolvina memacu anak-anak untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. “Ketika saya coba, ternyata mereka punya kemampuan dan kompetensi yang tidak saya sadari. Saya bagi kelompok agar mereka bisa unjuk kebolehannya berdasarkan minat mereka masing-masing,” katanya.
Kemudian, Lili Gusni yang merupakan guru ASN PPPK yang mengajar di UPT SDN 28 Indrapura Batu Bara, Sumatra Utara sangat bersyukur karena setelah bertahun-tahun mengabdi pencapaiannya kini setelah berstatus ASN PPPK memacunya untuk berkarya lebih baik lagi. “Saya terus memacu diri meski sebelumnya saya berstatus honorer, saya terus mencari peluang untuk mengembangkan diri,” ungkap wanita yang juga tergabung dalam komunitas Ibu Penggerak.
Eka Widiastuti, Guru Penggerak SMPN 1 Sungkai Selatan Lampung Utara mengungkapkan tantangan yang ia hadapi pascapandemi di mana peseta didik berkurang minat belajarnya. Menyikapi agar kegemaran siswanya bermain gim, Eka tergerak untuk menciptakan materi ajar melalui gim. Namun, ia kembali dihadapkan pada terbatasanya kuota internet yang dimiliki siswa karena latar belakang ekonominya menengah ke bawah.
“Akhirnya saya membuat aplikasi yang bisa diakses siswa melalui HP android tanpa memakan kuota internet. Selain itu, saya juga membuat penilaian bersama dengan siswa dengan membuat inovasi pembelajaran “Petak Umpet Soal”. Ketika saya desain seperti itu anak-anak berlomba-lomba mencari soal di berbagai tempat dan menjawab soal dengan semangat,” ujarnya bersyukur karena metode ini bisa mengangkat animo siswanya belajar.
Dalam kesempatan yang sama, Maudy Ayunda mengaku sangat terkesan dengan cara guru-guru peserta dialog dalam mengajar. Ia melihat bahwa kini secara langsung guru-guru aktif melibatkan anak-anak dalam proses belajar mereka sendiri. “Itu adalah metode yang efektif,” ungkapnya.
Maudy menceritakan pengalaman masa sekolahnya, ketika ia diberikan kebebasan oleh guru untuk mengekspresikan pembelajaran dengan cara yang sesuai dengan minatnya, maka ada rasa kepemilikan yang tumbuh dalam proses belajar itu. Dengan begitu, pada saat nilainya bagus, ada kepuasan yang rasanya berbeda sekali.
“Belajar menjadi sesuatu yang menyenangkan dan peran guru ke depan harus dikembangkan agar para guru bisa menumbuhkan benih motivasi belajar bagi murid,” harap Maudy Ayunda.
Kolaborasi Menggerakkan Transformasi Ekosistem Pendidikan
Ketika Mendikbudristek menanyakan apa manfaat yang dirasakan setelah mendapat mengikuti Pendidikan Guru Penggerak (PGP), I Ketut Budiarsa mengatakan bahwa pelatihan yang telah ia lakukan mendorongnya untuk memecahkan masalah dengan solusi yang ada di lingkungan sekitar.
Kepsek Budi merasa bangga dan bersyukur karena pola komunikasi yang ia gagas membuat para guru dapat berkolaborasi dengan baik melibatkan stakeholder di sekolah. Awalnya, ia mengajak untuk berdiskusi dengan para guru dalam meramu model pembelajaran yang menyenangkan secara bersama-sama. “Sekolah kami sudah memiliki perusahaan ramah anak, kelas 1-6 membuat Festival Bukti Karya, kami memberdayakan potensi sekolah di mana aktivitasnya tidak menggunakan dana BOS. Itu yang saya dapatkan dari PGP,” jelas Budi.
“Ke depan saya punya mimpi sederhana, saya ingin menciptakan sekolah yang menyenangkan bagi semua di mana guru dan siswa datang dan pulang dari sekolah dalam keadaan senang dan tersenyum,” ucap Budi.
Sedangkan Lili Gusni selepas mengikuti PGP berkomitmen untuk terus berkolaborasi dalam berbagai karya. Sebab ia yakin, bergerak sendiri itu bisa tapi bergerak bersama itu hebat. “Saya akan terus belajar dari guru-guru di Platform Merdeka Mengajar dan komunitas belajar. Saya juga ingin membangun kolaborasi di sekolah untuk menemukan hal-hal baru,” tuturnya.
Sementara itu, Eka Widiastuti juga akan terus melakukan perubahan yang kecil namun berdampak besar dan bisa direplikasi. “Saya berterima kasih kepada dinas pendidikan maupun sekolah yang mendukung upaya saya dalam mengembangkan pembelajaran,” ujar Eka.
Maudy Ayunda mengingat masa kecilnya saat bersekolah, di mana sekolah menjadi rumah kedua baginya. Ia sampaikan apresiasi dan penghormatan setinggi-tingginya kepada para guru Indonesia. “Terima kasih sudah menjadi guru. Sekolah itu rumah kedua saya, dan guru-guru say aitu orang tua ketiga saya,” katanya.
“Semangat terus untuk menciptakan kecintaan anak-anak untuk belajar dan semangat terus memberdayakan anak-anak Indonesia,” pesan Maudy Ayunda kepada para guru.
Menutup sesi dialog, Mendikbudristek mengajak segenap elemen pendidikan, khususnya para pendidik agar selalu semangat untuk berkolaborasi dan bergotong royong. “Ini (transformasi pendidikan) tidak bisa hanya menjadi kebijakan. Ini harus menjadi gerakan dari bawah. Untuk itulah, kita harus sering ngumpul, berdiskusi, bergerak,” ungkapnya.
“Untuk para guru, jangan lupa untuk banyak tanya, banyak coba, dan banyak karya,” pungkas Nadiem.