SOLO, MENARA62.COM – Upaya pelestarian batik sebagai warisan budaya dunia kembali ditegaskan melalui Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal Batik yang digelar di Aula Dinas Pendidikan Kota Surakarta, Selasa–Rabu (23–24/9/2015). Kegiatan ini dibuka langsung oleh Kepala Bidang Pengembangan Pendidikan, Sutarmo, S.Pd., M.Pd., dan menghadirkan pemateri sekaligus budayawan batik, R Ay Febri H. Dipokusumo.
Bimtek ini diikuti oleh para kepala sekolah SD Negeri dan Swasta di Kota Surakarta, dengan tujuan memperkuat kembali keberadaan batik sebagai bagian penting dalam pendidikan muatan lokal.
Anak-anak Perlu Tahu Makna, Bukan Sekadar Memakai
Budayawan batik, R Ay Febri H. Dipokusumo, menegaskan bahwa pengenalan batik kepada anak-anak tidak boleh berhenti pada pemakaian semata.
“Harapan ke depan, anak-anak Solo sejak dini bukan hanya memakai batik sebagai simbol kebanggaan pada Indonesia, tapi juga mengenal sejarah dan filosofinya. Batik klasik yang lahir dari cipta, rasa, dan karsa leluhur kita adalah karya besar yang diciptakan dengan doa, penuh harapan, bahkan ritual. Tidak heran bila batik diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dunia,” jelas Febri.
Menurutnya, melalui muatan lokal ini, siswa akan tumbuh dengan pemahaman lebih mendalam tentang batik. “Bukan sekadar tahu cara memakai, tetapi memahami makna, sejarah, dan filosofi batik. Dari sini lahir generasi yang lebih maju, berbudaya, dan cinta warisan bangsa,” imbuhnya.
Hanya 5 Persen Sekolah Masih Ajarkan Batik
Sementara itu, Sutarmo mengungkapkan keprihatinannya atas minimnya sekolah yang masih mengajarkan muatan lokal batik.
“Berdasarkan data kami, saat ini sekolah yang masih mengajarkan batik tinggal di bawah 5 persen, baik SD maupun SMP. Kondisi ini tentu memprihatinkan, sehingga kami berupaya mendorong kembali melalui bimtek ini,” terang Sutarmo.
Ia menambahkan, Dinas Pendidikan akan menggandeng berbagai pihak, termasuk lembaga kebudayaan dan stakeholder pendidikan, agar pelestarian batik melalui jalur pendidikan bisa berjalan lebih masif.
“Harapan kami, muatan lokal batik tidak hanya bertahan, tapi berkembang menjadi kekuatan pendidikan karakter. Surakarta sebagai Kota Batik harus menjadi garda terdepan dalam menjaga warisan ini,” pungkasnya.
Warisan yang Terus Hidup
Bimtek ini menjadi momentum penting untuk memastikan batik tetap hidup di hati generasi muda. Dengan dukungan sekolah dan para pendidik, muatan lokal batik diharapkan tak sekadar mengajarkan keterampilan, tetapi juga menanamkan nilai filosofi dan jati diri bangsa. (*)
