26.9 C
Jakarta

Dinilai Kurang Efektif, UU SJSN Harus Segera Direvisi

Baca Juga:

JAKARTA – Implementasi Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sudah berlangsung selama 5 tahun ternyata dinilai kurang efektif. Karena itu pemerintah perlu segera merevisi UU SJSN.

Hal tersebut mengemuka dalam Workshop “Empat  Belas   Tahun  Undang-Undang  Sistem  Jaminan  Nasional  Dinamika Implementasi  Program  JKN  dan  Urgensi  Penguatan  Melalui  Revisi, yang digelar Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Selasa (17/7).

Workshop  tersebut melibatkan stake  hoder  terkait  dari  Kementerian/Lembaga,Komisi IX  DPR RI, Badan Keahlian DPR RI, Direksi dan Dewan Pengawas BPJS  Kesehatan, Mabes  TNI,  Mabes  POLRI,  Mitra  DJSN  (GIZ,  AUSAID,  USAID),  Asosiasi Profesi (IDI, IBI, PDGI, PDUI, IAKMI, PKFI, ASKLIN, PAMJAKI, PDAI, IAI, GP  Farmasi,  PERSI,  ARSADA,  ARSSI,  ARSANI,  ADINKES),  OJK,  YLKI.  MUI,  media cetak dan elektronik, serta Perguruan Tinggi di Jabodetabek.

Menurut Ketua DJSN dr. Sigit Priohutomo, MPH, ada dua sebab mengapa UU SJSN kurang efektif. Pertama adanya dinamika yang berkembang yang membutuhkan adanya penyesuaian. Dan kedua adalah karena adanya beberapa kelemahan dalam UU SJSN dan UU BPJS yang membutuhkan penguatan.

Kebutuhan penyesuaian karena adanya dinamika yang berkembang antara lain meliputi penyesuaian  rumusan  pasal-pasal  UU  SJSN  dan  UU  BPJS  dengan putusan Mahkamah Konstitusi, penambahan  manfaat  kembali  bekerja  dalam  program  JKK  dan penambahan program Jaminan Sementara Tidak Bekerja (JSTB).

Kemudian penambahan  ketentuan  mengenai  pembentukan  2  (dua) BPJS  baru  yang merupakan transformasi dari PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero), sinkronisasi dengan UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit, penambahan  ketentuan  tentang  pelayanan  kesehatan  bagi  anak berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas .

Lalu mencegah terjadinya benturan pelayanan kesehatan program JKN dengan pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan penjelasan tentang kelas standar dalam pelayanan rawat inap.

Terkait kebutuhan  penguatan  karena  adanya  beberapa  kelemahan  dalam  UU  SJSN dan UU BPJS antara lain meliputi harmonisasi  materi  muatan  UU  SJSN  dan  UU  BPJS  dengan  asas-asas pembentukan dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan, penataan  kembali  ketentuan/sinkronisasi  norma   dalam  UU  SJSN  dan UU BPJS yang tumpang tindih/redundant, sesuai dengan urgensinya, memperjelas  dan  memperkuat  sanksi  terhadap  tidakpatuhan  atas  pemenuhan kewajiban yang ditentukan dalam UU BPJS dan penyempurnaan tata kelola BPJS.

Hal lain adalah adanya kesepakatan  tentang  besar  pembayaran  kepada  faskes  antara  BPJS Kesehatan dengan faskes  yang kurang efisien secara administratif (seharusnya dengan Asosiasi Faskes) serta memperkuat fungsi BPJS Kesehatan sebagai pembeli layanan kesehatan.

Dengan melihat berbagai persoalan tersebut,  revisi  UU  SJSN  dan  UU  BPJS  kata Sigit, harus  dapat  mendorong  restrukturisasi peraturan  pelaksanaan  JKN  yang  saat  ini  belum  sepenuhnya  sesuai  dengan azas  dan  prinsip  SJSN.

“Untuk   meningkatkan  efektifitas  implementasi  JKN,  Sistim Kesehatan Nasional diharapkan dapat in line dengan SJSN,” katanya.

Sigit juga menilai perlunya penguatan  organisasi  DJSN  sebagai  lembaga  yang  dibentuk  dengan  UU  untuk  menyelenggarakan SJSN dan penguatan Sekretariat DJSN menjadi organisasi yang mandiri.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!