JAKARTA – Implementasi Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sudah berlangsung selama 5 tahun ternyata dinilai kurang efektif. Karena itu pemerintah perlu segera merevisi UU SJSN.
Hal tersebut mengemuka dalam Workshop “Empat Belas Tahun Undang-Undang Sistem Jaminan Nasional Dinamika Implementasi Program JKN dan Urgensi Penguatan Melalui Revisi, yang digelar Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Selasa (17/7).
Workshop tersebut melibatkan stake hoder terkait dari Kementerian/Lembaga,Komisi IX DPR RI, Badan Keahlian DPR RI, Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Mabes TNI, Mabes POLRI, Mitra DJSN (GIZ, AUSAID, USAID), Asosiasi Profesi (IDI, IBI, PDGI, PDUI, IAKMI, PKFI, ASKLIN, PAMJAKI, PDAI, IAI, GP Farmasi, PERSI, ARSADA, ARSSI, ARSANI, ADINKES), OJK, YLKI. MUI, media cetak dan elektronik, serta Perguruan Tinggi di Jabodetabek.
Menurut Ketua DJSN dr. Sigit Priohutomo, MPH, ada dua sebab mengapa UU SJSN kurang efektif. Pertama adanya dinamika yang berkembang yang membutuhkan adanya penyesuaian. Dan kedua adalah karena adanya beberapa kelemahan dalam UU SJSN dan UU BPJS yang membutuhkan penguatan.
Kebutuhan penyesuaian karena adanya dinamika yang berkembang antara lain meliputi penyesuaian rumusan pasal-pasal UU SJSN dan UU BPJS dengan putusan Mahkamah Konstitusi, penambahan manfaat kembali bekerja dalam program JKK dan penambahan program Jaminan Sementara Tidak Bekerja (JSTB).
Kemudian penambahan ketentuan mengenai pembentukan 2 (dua) BPJS baru yang merupakan transformasi dari PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero), sinkronisasi dengan UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit, penambahan ketentuan tentang pelayanan kesehatan bagi anak berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas .
Lalu mencegah terjadinya benturan pelayanan kesehatan program JKN dengan pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan penjelasan tentang kelas standar dalam pelayanan rawat inap.
Terkait kebutuhan penguatan karena adanya beberapa kelemahan dalam UU SJSN dan UU BPJS antara lain meliputi harmonisasi materi muatan UU SJSN dan UU BPJS dengan asas-asas pembentukan dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan, penataan kembali ketentuan/sinkronisasi norma dalam UU SJSN dan UU BPJS yang tumpang tindih/redundant, sesuai dengan urgensinya, memperjelas dan memperkuat sanksi terhadap tidakpatuhan atas pemenuhan kewajiban yang ditentukan dalam UU BPJS dan penyempurnaan tata kelola BPJS.
Hal lain adalah adanya kesepakatan tentang besar pembayaran kepada faskes antara BPJS Kesehatan dengan faskes yang kurang efisien secara administratif (seharusnya dengan Asosiasi Faskes) serta memperkuat fungsi BPJS Kesehatan sebagai pembeli layanan kesehatan.
Dengan melihat berbagai persoalan tersebut, revisi UU SJSN dan UU BPJS kata Sigit, harus dapat mendorong restrukturisasi peraturan pelaksanaan JKN yang saat ini belum sepenuhnya sesuai dengan azas dan prinsip SJSN.
“Untuk meningkatkan efektifitas implementasi JKN, Sistim Kesehatan Nasional diharapkan dapat in line dengan SJSN,” katanya.
Sigit juga menilai perlunya penguatan organisasi DJSN sebagai lembaga yang dibentuk dengan UU untuk menyelenggarakan SJSN dan penguatan Sekretariat DJSN menjadi organisasi yang mandiri.