JAKARTA, MENARA62.COM– Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) nomer 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja tidak hanya ditolak oleh guru-guru honorer. Mereka bahkan berencana menggugat peraturan tersebut ke Mahkamah Agung (MA).
Kuasa Hukum Guru Honorer Dr. Andi M. Asrun SH mencatat setidaknya ada 13 poin yang dinilai tidak rasional atau cacat hukum yang ditemukan pada Peraturan Pemerintah yang baru saja ditandatangani Presiden tersebut. Cacat hukum inilah yang dijadikan alasan bagi guru honorer untuk membawa PP 49/2018 ke meja persidangan Mahkamah Agung (MA).
“Kami akan melakukan uji materi terhadap peraturan pemerintah tersebut,” kata Dr Andi Asrun, Selasa (4/12).
Adapun 13 poin yang dianggap cacat hukum adalah sebagai berikut:
- PP ini memiliki tenggang waktu pelaksanaan 2 tahun sejak penetapannya.
- PP 49/2018 tidak mengakomodir Guru Tidak Tetap (honorer) yang telah bekerja lama, setidaknya di atas 5 tahun.
- Seleksi PPPK dilakukan sebagaimana seleksi pegawai baru, tidak perhatikan masa kerja sebelumnya.
- Seleksi PPPK dilaksanakan bukan sebagai akibat hukum seleksi CPNS atau “kompensasi” bagi yang tidak lulus seleksi CPNS.
- Penerapan masa kontrak bagi PPPK bertentangan dengan UU Perburuhan, karena masa kontrak kerja hanya maksimal 2 x 1 tahun sebelum diangkat sebagai Pegawai Tetap, sedangkan masa kontrak PPPK adalah minimal 1 tahun atau maksimal 5 tahun untuk satu periode kontrak.
- Tidak ada ukuran batasan seleksi bagi jabatan untuk guru.
- Pengadaan PPPK (Pasal 10) dilakukan secara nasional, tetapi sesungguhnya peta kebutuhan tenaga guru dan kependidikan sudah jelas tingkat kebutuhannya, termasuk soal jumlah kebutuhan dan wilayah tempatnya.
- Pasal 16 pembatasan usia maksimal 1 tahun sebelum batas usia jabatan adalah tidak rasional, karena proses seleksi sampai waktu pengumuman memakan waktu yang pada akhirnya masa kerja Calon PPPK batas waktu 1 tahun tidak mungkin melaksanakan pekerjaannya sampai batas usia pensiun nya.
- Bagaimana menerapkan batas moralitas dan integritas bagi seleksi guru untuk Calon PPPK.
- Bagaimana menerapkan Pasal 25 menguji psikologis dan kejiwaan guru yang telah menjalankan profesi pendidik setidaknya 5 tahun, sehingga apakah bisa dipersamakan dengan Calon PPPK yang baru lulus “fresh graduate”.
- Bagaimana menerapkan Pasal 37 tentang masa kerja yang tidak ditentukan berapa kali perpanjangan masa kerja tersebut; ketentuan ini tidak memberi kepastian hokum.
- Bagaimana melaksanakan ketentuan Pasal 57 tentang pemutusan hubungan kerja akibat perampingan organisasi bagi profesi pendidik atau tenaga kependidikan, sehingga tidak memberikan kepastian hokum.
- Bagaimana melaksanakan Pasal 60 terkait penilaian kinerja guru, karena Kepala Sekolah lah yang bisa menilai kinerja guru dan tenaga kependidikan, sehingga PP ini menimbulkan ketidakpastian hukum.
Diakui Andi Asrun,para guru honorer kecewa karena Presiden Jokowi tidak menerbitkan PP yang secara khusus mengatur soal Guru Tidak Tetap (GTT) dan Tenaga Kependidikan Honorer. Padahal terbitnya PP 49/2018 tersebut diumumkan pada puncak peringatan Hari Guru 2 Desember lalu di Stadion Pakansari, Bogor yang dihadiri puluhan ribu guru
Andi Asrun mengatakan PP 49/2018 ini bertentangan dengan rasa keadilan dan kepastian hukum sebagaimana dijamin dalam UUD 1945. Itu mengapa para guru honorer sepakat untuk menggugat PP 49/2018 tersebut ke MA