JAKARTA, MENARA62.COM – Lebih dari satu tahun pandemi melanda tanah air menyebabkan hampir semua wilayah tidak terlepas dari penularan virus Covid-19. Tetapi masyarakat adat seperti Masyarakat Badui, Mentawai dan lainnya sejauh ini bisa menyelamatkan diri dari ganasnya virus tersebut.
“Pandemi tidak masuk ke wilayah masyarakat adat, sehingga mereka dapat mengeksplorasi diri,” kata Sjamsul Hadi, Direktur Kepercayaaan Kepada Tuhan YME dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek RI pada Webinar bertema Menyongosong Kemerdekaan, Memahami Krisis dan Kemelut Covid-19, yang digelar Ditjen Sabtu (19/6/2021).
Salah satu faktor yang membuat masyarakat adat tahan terhadap gempuran virus Covid-19, menurut Sjamsul Hadi adalah adanya kearifan lokal yang dijunjung tinggi masyarakat adat. Misalnya dapat menjaga diri dari serangan Covid-19 melalui kearifan lokal seperti rajin mengonsumsi jamu dan obat-obat tradisional yang ada di sekitar. Kini ketika pandemi memporakporandakan hampir semua lini kehidupan masyarakat, mereka justeru bisa mengisolasi diri, nyaris tidak terusik dengan adanya pandemi Covid-19.
Diakui Sjamsul Hadi, di tengah masyarakat telah terjadi kesenjangan pemahaman tentang Covid-19, karena cukup banyak kelompok yang mendatangi pusat belanja dan menimbulkan kerumunan. Selama ini pesan yang disampaikan ke tengah masyarakat lebih berupa instruksi. Mungkin dengan pemahaman yang lebih baik tentang virus Covid-19 masyarakat dapat diajak untuk berpikir ilmiah berdasarkan sumber yang jelas sekaligus bisa mengatasi “infodemik” (informasi berlebihan yang beredar luas, sehingga membingungkan dan menyulitkan upaya penanganan wabah itu sendiri) yang terjadi.
Menanggapi kebutuhan informasi yang berdasarkan fakta ilmiah, tengah disusun buku “Hidup dalam pandemi covid-19 memahami etiologi, epidemiologi dan perubahan perilaku” oleh Ilsa Nelwan dan Fauzi Rahman. Buku yang diharapkan bisa menjadi bahan rujukan tentang Covid-19 ini lanjut Sjamsul Hadi, direncanakan akan terbit dan beredar pada bulan Agustus 2021, bulan peringatan kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, penyusunan buku yang didukung oleh Ditjenbud melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (dit.KMA) bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang COVID-19 agar langkah langkah pencegahan penularan bisa dilaksanakan dengan kesadaran sendiri
Noer Fauzi Rachman, adalah pengajar Psikologi Komunitas, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran, peneliti dan penulis mengenai perubahan politik dan kebijakan agraria, ekologi politik pengelolaan sumber daya alam, studi pembangunan, gerakan sosial, pendidikan populer, dan pengembangan masyarakat. Sedangkan, Ilsa Nelwan adalah dokter yang menyelesaikan master of Public Health (MPH) Field Of Study Epidemiology, Columbia University School of Public Health. Penulis pernah bekerja di World Health Organization Asia Tenggara sebagai Health Systems Regional Advisor.