JAKARTA, MENARA62.COM – Pemerintah memiliki wacana untuk menerapkan kelas standar guna menggantikan sistem kelas dalam kepesertaan BPJS Kesehatan. Tetapi untuk menerapkan kelas standar, perlu disusun kebutuhan dasar kesehatan (KDK).
“Kementerian Kesehatan tengah mengkaji dan menyusun KDK ini, yang nantinya akan dijadikan acuan dalam menerapkan kelas standar,” kata Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dari unsur pekerja, Untung Riyadi pada Diskusi Live dan Webinar Media dengan DJSN di hotel Pomelotel, Tebet, Jaksel, Kamis (31/7/2020).
Wacana penerapan kelas standar ini muncul setelah BPJS Kesehatan mengalami defisit anggaran menahun akibat terjadinya ketimpangan antara pendapatan iuran kepesertaan dengan beban operasional yang dibayarkan operator program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut.
Menurut Untung, kelas standar sebenarnya merupakan mandat lama yang belum terealisasi, bukan sesuatu yang tiba-tiba muncul. Kelas standar tersebut termaktub dalam Perpres 74 Tahun 2020, bahwa pemerintah wajib menyiapkan kebutuhan dasar kesehatan rakyat. Pemikiran untuk menerapkan kelas standar muncul setelah BPJS Kesehatan mengalami defisit terus menerus.
Lebih lanjut Untung menjelaskan bahwa kelas standar adalah wujud dari prinsip ekuitas dari sistem JKN. Di mana semua peserta memiliki kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya yang tidak terikat dengan besaran iuran yang telah dibayarkannya.
“Untuk mewujudkan kelas standar, harus dirumuskan kebutuhan dasar kesehatan peserta BPJS Kesehatan. Equitas basisnya adalah kebutuhan dasar kesehatan yang menjadi rujukan,” tukas Untung.
Kebutuhan dasar kesehatan ini misalnya terkait jarak antar tempat tidur perawatan, luas ruang perawatan, fasilitas AC atau non AC dan lainnya. Dan ini berlaku untuk yang rawat inap, bukan rawat jalan.
Anggota DJSN dari unsur pemberi kerja, Paulus Agung Pambudhi mengatakan kebutuhan dasar kesehatan ini berfungsi untuk memberikan jaminan manfaat kepada peserta. Apakah dalam praktiknya peserta mendapatkan manfaat yang sesuai atau tidak. Tetapi prinsip dasarnya adalah tidak membedakan antar peserta. Semua mendapatkan hak yang sama.
Hak dasar kesehatan peserta BPJS Kesehatan tersebut terpenuhi sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.
Diakui Agung, penggunaan manfaat selama ini menjadi salah satu faktor yang membebani pengeluaran BPJS Kesehatan. Akibatnya badan tersebut mengalami defisit dari tahun ke tahun. Baru tahun 2019 BPJS Kesehatan mencatat profit senilai Rp369 miliar.
DJSN mencatat sepanjang tahun 2019 laly saja terdapat 433 juta kunjungan baik untuk klaim fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) maupun klaim fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL). Ketidak seimbangan antara pendapatan iuran yang dikumpulkan BPJS Kesehatan dengan beban operasional dan beban pelayanan kesehatan menjadi tantangan utama dalam sistem stabilitas pembiayaan BPJS Kesehatan.