JAKARTA, MENARA62.COM– Dibutuhkan waktu sekitar 10 hari untuk memantau berat badan anak dalam kasus gizi buruk yang terjadi di Kabupaten Asmat, Papua. Karena itu, tim dokter yang menangani balita gizi buruk terus berupaya memberikan nutrisi yang tepat agar peningkatan berat badan bisa berhasil siginifikan.
“Dengan pemberian nutrisi yang tepat diharapkan anak dengan status gizi buruk setidaknya mengalami peningkatan berat badan sedikitnya rata-rata 5-10 gram per kilogram per hari,” papar dr Ratri, Sp GK, salah satu dokter spesialis yang diberangkatkan ke Asmat oleh Kemenkes bersama 39 tenaga kesehatan lainnya pekan lalu, dalam siaran persnya Sabtu (20/01/2018).
Dengan demikian dibutuhkan sedikitnya waktu sekitar 9 sampai 10 hari untuk memantau kemajuan berat badan anak gizi buruk.
Waktu rawat inap yang dibutuhkan terbagi menjadi sekitar 1-2 hari pertama untuk stabilisasi yaitu dengan pemberian formula WHO F75, lalu tujuh hari berikutnya untuk masa transisi dilanjutkan dengan pemberian Formula F100. Sehingga, dibutuhkan waktu sekitar 10 hari perawatan jika tidak disertai penyulit-penyulit lainnya.
Setelah fase transisi, maka balita gizi buruk yang telah meningkat statusnya menjadi gizi kurang bisa dipulangkan untuk kemudian masuk ke fase rehabilitasi yang dilakukan di lingkungan keluarga. Pada fase rehabilitasi di rumah, keluarga harus tetap melakukuan perbaikan gizi anak dengan kontrol dari petugas Puskesmas setempat.
“Pada fase ini orang tua diharapkan memberikan makanan tambahan dengan nilai gizi yang sesuai untuk meningkatkan status gizi anak ke gizi baik,” lanjut dr Ratri.
Salah satu hal yang menjadi peyebab kurangnya penyerapan nutrisi sehingga timbul gizi buruk di Agats adalah cacingan pada anak.
Ada beberapa pasien gizi buruk yang disertai cacingan. Cacingan pada anak juga menjadi penyebab minimnya asupan gizi yang diserap tubuh anak karena nutrisi pada makanan diambil oleh cacing.
“Jadi di samping penatalaksanaan gizi diberikan rehidrasi, multivitamin, juga obat cacing,” kata dr. Ratri.
Selain itu, dr. Ratri menambahkan bahwa pemberian sumber protein sangat penting untuk memperbaiki status gizi anak dengan gizi buruk. Setelah anak kembali ke keluarga, diharapkan orang tua terus memberikan makanan bersumber protein seperti ikan dan kacang hijau atau menyesuaikan dengan ketersedian pangan setempat.
Sementara untuk pengolahan, dr. Ratri menyarankan agar sumber makanan mengandung protein tersebut sebaiknya diolah dengan cara direbus, bukan digoreng agar kandungan protein pada makanan tersebut tetap terjaga.
“Jadi kebiasaan mereka di sini itu, dia (anak) dikasih nasi dan kuah ikan. Tapi kita tidak tahu apa karena faktor kemampuanya atau ketidaktahuan mereka,” ungkap dr. Ratri.
Namun, dr. Ratri Sp.GK menghimbau kepada orang tua agar anak-anak mereka didahulukan dan diutamakan mengkonsumsi ikan baru setelah itu orang dewasa dan orang tua. Selain itu sangat penting bagi keluarga dengan anak gizi buruk untuk memperoleh edukasi tentang kebersihan pangan dan pola makan yang sesuai bagi anak.