29.4 C
Jakarta

Doktor Baru Ilmu Hukum UMS Usulkan Perlindungan Perempuan Korban Kawin Kontrak

Baca Juga:

SOLO,MENARA62.COM – Mahasiswa Pascasarjana Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Marisa Kurnianingsih, membahas perlindungan hukum bagi korban eksploitasi dengan topik “Turbulensi Kedudukan Perempuan dalam Kawin Kontrak (Tawaran Konsep Perlindungan Hukum bagi Korban Eksploitasi berbasis Teoantroposentris)”.
Hal tersebut disampaikan dalam disertasinya pada sidang terbuka promosi doktor di Auditorium Mohammad Djazman, Selasa (21/1/2025).
Penelitian tersebut dilakukan di lima daerah di Pulau Jawa, yakni Cisarua dan Subang, Jawa Barat; Jepara dan Pekalongan, Jawa Tengah; dan Pasuruan, Jawa Timur.
Kawin kontrak adalah pernikahan dengan perjanjian waktu tertentu. Riset Marisa menemukan dua faktor yang membuat kawin kontrak tumbuh subur, yakni pemanfaatan ekonomi dan pemanfaatan seksual. Konsep ini membuat perempuan memiliki kedudukan sebagai pelaku sekaligus korban.
Marisa menggagas perlindungan hukum bagi korban eksploitasi akibat kawin kontrak. Sebab, perempuan memiliki kedudukan yang lebih rendah dibanding laki-laki dalam kehidupan masyarakat. “Perempuan lebih rentan menjadi korban,” ujar Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UMS itu.
Dari segi pelanggaran hukum, Marisa melihat perilaku kawin kontrak melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Belum ada peraturan daerah yang mengatur tentang eksploitasi sebagaimana yang diamanahkan Undang-Undang TPPO,” imbuh Marisa.
Dalam disertasinya, Marisa mengusulkan perlindungan hukum bagi perempuan korban kawin kontrak berbasis teoantroposentris. Konsep ini mengedepankan humanisme religius yang menjadikan manusia dan Tuhan sebagai pusat, wahyu dan akal sebagai sumber, dan memfungsikan manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk menjunjung hak asasi manusia.
“Ada empat tahapan yang diusulkan. Pertama, langkah preventif untuk mencegah terjadinya kawin kontrak. Caranya dengan merumuskan peraturan perundang-undangan yang berpihak pada korban dan sosialisasi kepada korban. Manusia memiliki hak untuk tidak dieksploitasi,” paparnya.
Kedua, upaya represif dengan memberikan sanksi tegas bagi pelaku kawin kontrak. Korban harus mendapatkan kompensasi dan berhak atas penanganan yang berpihak padanya.
Langkah ketiga adalah langkah kuratif untuk memperbaiki perilaku masyarakat. Dan terakhir, langkah rehabilitatif untuk memulihkan korban yang memperhatikan aspek sosial, psikologis, ekonomi, dan keagamaan.
Pemaparan Marisa selama lebih kurang satu jam itu mendapat sambutan positif dari para penguji. Salah satunya adalah Prof. Aidul Fitriciada (Ketua Komisi Yudisial tahun 2016) itu mengakui bahwa disertasi ini bagus.
Ditemui usai menutup sidang, Rektor UMS Prof. Dr. Sofyan Anif, M.Si., mengapresiasi riset yang dilakukan Marisa. Menurutnya, aspek perlindungan teoantropologis menjadi dasar penting untuk transformasi hukum pada masa yang akan datang.
Penelitian Marisa, kata Rektor, menjadi masukan penting bagi pemangku kebijakan. “Ini masukan kepada Kementerian Agama, masyarakat, dan komunitas hukum. Sehingga, unsur-unsur tersebut (Red: usulan Marisa) harus dipenuhi,” tandas Sofyan Anif. (*)
- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!