PANDEGLANG,MENARA62.COM-Para jurnalis harus benar-benar mampu melakukan verifikasi terhadap informasi yang didapatkan, sebelum disebarluaskan kepada masyarakat luas melalui medianya. Upaya verifikasi merupakan solusi tepat untuk menangkal berita atau informasi hoax yang marak akhir-akhir ini.
“Harusnya upaya verifikasi dapat dilakukan oleh semua pihak, baik itu para narasumber maupun para jurnalis,” kata Direktur UKW (Uji Kompetensi Wartawan) PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat, Dr Usman Yatim, di sela penutupan UKW se-Provinsi Banten di Pandeglang, Sabtu (28/1).
Menurut Usman Yatim, berita atau informasi hoax memang sangat meresahkan banyak pihak karena isinya mengandung fitnah, adu domba, ujaran kebencian dan tidak mengandung fakta atau fakta dan opini dicampuraduk. Upaya pemerintah, seperti dilakukan Polri dan Kementerian Informasi dan Komunikasi RI, dengan melakukan penindakan terhadap pelaku serta menutup media online, boleh jadi mengurangi berita hoax, namun akan tetap saja isu hoax berkembang luas.
“Selagi isu-isu berkembang tidak dilaukan verifikasi, baik oleh narasumber dan apalagi media membiarkan isu itu meluas, informasi hoax, terutama lewat medsos akan terus berkembang,” ujar dosen Fikom Universitas Moestopo ini.
Usman mengatakan, jurnalistik verifikasi, mencari tahu duduk persoalan sesungguhnya terhadap isu yang berkembang, paling tidak melakukan sajian informasi yang berimbang, dapat menangkal informasi hoax. Paling tidak para korban berita hoax harus dapat mengklarifikasi, membantah, menyampaikan informasi yang sebenarnya dari informasi hoax yang berkembang.
“Saya lihat isu-isu yang dituding hoax, masih banyak yang simpang siur. Contohnya, isu komunisme, Cina, intoleransi, masih banyak yang belum diverifikasi para jurnalis. Masalahnya, boleh jadi narasumber juga seolah seperti tidak menginginkannya,” ujar Usman Yatim.
Saat menutup UKW PWI Banten itu, Usman Yatim mengharapkan para wartawan benar-benar memahami makna kompetensi yang menyangkut sikap, pengetahuan dan ketrampilan. “Wartawan kompeten, harus punya sikap, memahami dan mempraktikkan nilai-nilai yang ada pada Kode Etik Jurnalistik, seperti independensi, beritanya akurat, berimbang dan tidak beritikat buruk. Pengetahuan artinya insan pers harus update terhadap informasi, banyak belajar karena dia adalah pekerja intelektual. Soal trampil, paling utama adalah kemampuannya dalam menulis, sajian produk jurnalistik harus handal,” ujar Usman Yatim.
Ketua PWI Banten Firdaus dalam sambutanya merasa gembira, dari 34 peserta UKW hanya 1 yang belum kompeten, artinya mereka layak disebut sebagai wartawan. Hanya diingatkan, para wartawan di Banten, apalagi yang sudah kompeten, harus dapat terus menerus meningkatkan diri, terlebih dalam hal Kode Etik Jurnalistik, harus jadi pegangan utama. “jangan sampai setelah lulus UKW, justru kualitas wartawan di Banten dipertanyakan,” ujarnya.
Kegiatan UKW Banten di Pandeglang yang digelar sejak Jumat (27/1) merupakan angkatan ke-8. Firdaus menyatakan, PWI Banten bertekad sesegera mungkin menuntaskan semua anggotanya sudah mengikuti UKW sehingga kehadiran wartawan di Banten dapat dipertanggungjawabkan.
“Bila yang sudah ikut UKW tapi diketahui melanggar kode etik, kita akan tegas memberi sanksi. Sementara mereka yang mengaku wartawan tapi bertindak macam-macam di luar aktifitas kewartawanan, seperti melakukan pemerasan, silakan polisi yang turun tangan,” ucap Firdaus.
Pembukaan UKW Banten dirangkaikan dengan Pelantikan Pengurus PWI Pandeglang Periode 2017-2019 yang kini diketuai Abdul Aziz dari Radar Banten. Acara dihadiri Bupati Pandeglang Hj Irna Narulita dan diisi dengan orasi oleh anggota Komisi I DPR Dr Dimyati Natakusumah yang membahas masalah peran media dalam mendukung pembangunan daerah.(pr)