JAKARTA, MENARA62.COM – Tujuh perguruan tinggi nasional dan tiga perguruan tinggi asing sepakat membentuk konsorsium Indonesia Higher Education Leader (iHiLead). Pembentukan konsorsium tersebut bertujuan meningkatkan kapasitas pimpinan di perguruan tinggi di Indonesia sebagai upaya mendukung implementasi program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka.
Tujuh perguruan tinggi Indonesia tersebut adalah President University, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Islam Indonesia, Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Semarang, Universitas Padjajaran dan STIE Malangkucecwara. Sementara, tiga perguruan tinggi asing terdiri dari University of Gloucestershire, International School for Business and Social Studies (ISBSS) dari Slovenia, dan University of Granada dari Spanyol.
Kick Off Meeting iHiLead dilangsungkan secara virtual, Selasa (2/3) malam yang dihadiri Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia H.E. Vincent Piket dan David Dawson, Director Master of Arts Higher Education Leadership and Management dari University of Gloucestershire (UoG), United Kingdom. Acara kick off meeting juga dihadiri sejumlah partisipan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam menjelaskan iHiLead adalah sebuah konsorsium yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia melalui reformasi kepemimpinan di lingkungan perguruan tinggi. Sasaran akhir dari konsorsium ini adalah agar lulusan perguruan tinggi semakin mampu menjawab kebutuhan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).
“Konsorsium ini berada di bawah supervisi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud dan melibatkan tujuh perguruan tinggi dari Indonesia dan tiga perguruan tinggi asing dari Uni Eropa,” jelas Nizam.
Dalam pelaksanaannya, konsorsium iHiLead mendapat dukungan dari Education, Audiovisual and Culture Executive Agency (EACEA), sebuah badan di bawah Eramus+ dari Uni Eropa. Erasmus+ adalah sebuah komisi di Uni Eropa yang mendukung berbagai kegiatan dalam bidang pendidikan, pelatihan, kepemudaan dan olahraga di berbagai negara di dunia.
Nizam menjelaskan bahwa Kemendikbud terus berupaya untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi agar selaras dengan kebutuhan industri. Salah satunya melalui program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM). Melalui program ini kampus perlu memberikan kemerdekaan bagi mahasiswanya untuk mengikuti program magang di perusahaan-perusahaan. Kampus Merdeka memiliki 9 kegiatan seperti pertukaran mahasiswa, magang, mengajar di sekolah, penelitian, membangun desa, studi/proyek mandiri, kewirausahaan mahasiswa, proyek kemanusiaan dan military service/komp cadangan.
Lebih lanjut Nizam menerangkan, ada 8 Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam Transformasi Pendidikan Tinggi yaitu, (1) Lulusan mendapat pekerjaan yang layak, (2) Mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus, (3) Dosen dapat berkegiatan di luar kampus, (4) Praktisi mengajar di dalam kampus, (5) Hasil kerja dosen digunakan masyarakat dan dapat rekognisi internasional, (6) Program studi berkerja sama dengan mitra kelas dunia, (7) Kelas yang kolaboratif dan partisipatif, dan (8) Program studi berstandar internasional.
“Dengan adanya program ini kelak begitu lulus mahasiswa langsung siap kerja, bukan lagi siap latih. Program ini diharapkan mampu meningkatkan serapan lulusan perguruan tinggi di pasar tenaga kerja,” tutur Nizam.
Menurut Nizam, selama ini banyak keluhan dari kalangan dunia usaha mengenai kualitas lulusan perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Selain itu, masih banyak materi kuliah yang diajarkan di kampus tidak sejalan lagi dengan kebutuhan DUDI. Untuk itu, Nizam meminta perguruan-perguruan tinggi di Indonesia untuk merombak sistem pendidikannya dari pola Industri 3.0 ke pola Industri 4.0, atau bahkan industri 5.0.
“Saat ini dunia berubah dengan begitu cepat dan kian penuh dengan ketidakpastian. Sekarang ini perubahan tidak lagi terjadi secara linier, tetapi semakin kompleks. Maka, perguruan tinggi di Indonesia harus mulai meninggalkan kompetensi-kompetensi lama yang sudah tidak dibutuhkan lagi, karena semakin banyak pekerjaan yang hilang atau digantikan oleh mesin. Perguruan tinggi Indonesia harus semakin adaptif dan berani mendisrupsi dirinya sendiri,” tegas Nizam.
Nizam menyambut baik upaya dan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh konsorsium iHiLead dalam meningkatkan kapasitas pemimpin dan kepemimpinan perguruan tinggi di Indonesia.
“Apalagi sasaran akhir dari upaya ini adalah untuk meningkatkan kualitas lulusan perguruan tinggi di Indonesia, sehingga selaras dengan kebutuhan DUDI. Apa yang digagas konsorium iHiLead juga selaras dengan program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka yang dilakukan Kemendikbud,” tegasnya.
Ia pun mengaku senang dengan rencana konsorsium iHiLead bahwa setelah proyek tersebut berhasil diterapkan pada tujuh perguruan tinggi nasional yang menjadi anggota konsorsium, rencananya model serupa akan disebarluaskan ke berbagai perguruan tinggi seluruh di Indonesia.
“Indonesia itu sangat luas dan beragam. Perguruan tinggi yang ada jumlahnya juga sangat banyak. Sebagian dari mereka tentu mengembangkan sistem pendidikannya agar selaras dengan kebutuhan setempat. Meski begitu semua perguruan tinggi punya harapan yang sama, yakni menghasilkan lulusan yang berkualitas,” kata Nizam, mengakhiri paparannya.
Pada kesempatan yang sama, Vincent Piket pun mengaku senang, Uni Eropa melalui salah satu komisinya, yakni Eramus+, dapat ikut berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Sementara itu, David Dawson dari UoG yang juga menjadi pemimpin untuk konsorsium menjelaskan bahwa proyek iHiLead ini akan berlangsung selama tiga tahun, yakni sejak 15 Januari 2021 hingga 14 Januari 2024.
Lanjut dia, proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pimpinan di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia. Di sini yang dimaksud pimpinan mencakup rektor, wakil rektor, dekan dan kepala program studi, pimpinan akademik lainnya, kalangan manajemen senior, termasuk para pimpinan di bidang nonakademik (tenaga kependidikan).
Merujuk pada definisi pimpinan tersebut, pada tujuh perguruan tinggi yang menjadi anggota konsorsium iHiLead saja setidak-tidaknya ada 1.731 pemimpin dan manajer. Mereka membawahi 7.300 staf dan 189.000 mahasiswa.
Adapun enam sasaran yang ingin dicapai oleh konsorsium iHiLead, yakni:
(1) menggali best practice dari perguruan tinggi di Uni Eropa yang menjadi mitra konsorsium. Ini mencakup pembuatan desain dan delivery dari kerangka pengembangan kepemimpinan, jejaring dan program-program. Semua itu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kepemimpinan dan manajerial dari pimpinan perguruan-perguruan tinggi di Indonesia;
(2) membangun jejaring pemimpin dan jajaran manajemen di perguruan tinggi. Kelak jejaring ini diarahkan untuk fokus pada aspek tata kelola, perencanaan dan manajemen strategis, yang selaras dan dapat diterapkan di perguruan tinggi di Indonesia;
(3) menyelenggarakan pelatihan untuk tenaga kependidikan dalam kerangka pengembangan kepemimpinan dan manajerial, jejaring dan program-program lainnya yang terkait;
(4) membangun infrastruktur untuk mendukung dan menjamin kesinambungan jejaring dari upaya-upaya pengembangan kepemimpinan dan manajerial yang baru dan program-program terkait lainnya;
(5) mendesain model percontohan dan penerapan dari jejaring kepemimpinan dan manajerial yang baru dan program-program terkait lainnya di perguruan tinggi di Indonesia;
(6) menyebarluaskan kerangka, jejaring dan program-program yang baru, setelah seluruh jejaring dan program tersebut diterapkan oleh tujuh perguruan tinggi yang menjadi anggota konsorsium. Penyebarluasan ini dilakukan bukan hanya untuk berbagai perguruan tinggi di Indonesia, tetapi juga di Uni Eropa dan dunia.