Oleh: Hening Purwati Parlan*
ِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
MENARA62.COM– Kegiatan manusia seperti pembangkit batubara, kebakaran hutan, dan aktivitas pabrik, penggunaan pestisida, polusi karena kendaraan membuat selimut bumi lebih tebal, pantulan sinar matahari tak bisa keluar dan bumi makin panas. Terjadi krisis iklim yang mengakibatkan bencana. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dalam laporanya yang berjudul ”State of the Global Climate 2020” menyebutkan suhu rata-rata global bertambah sekitar 1,2 derajat celsius di atas tingkat praindustri (1850-1900), dan ini menjadi tahun terpanas sejak 2015. Ketika kondisi ini terjadi, hutan mudah terbakar, panen bisa gagal, penyakit berdatangan dan bencana hidrometeriologi tidak bisa dibendung
Semua itu bukan takdir, namun karena perbuatan manusia. Dalam Dalam Alquran surat Al-A’raf (7): ayat 56-58, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran”
Dalam surah tersebut Allah melarang manusia melakukan kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya, yaitu setelah Allah menghijaukan daerah yang tandus dengan didatangkannya hujan yang kemudian dari sana tumbuhlah tanaman-tanaman yang subur. Namun, pada ayat ini Allah juga menjelaskan bahwa subur atau tidaknya suatu tanaman kembali pada kondisi tanahnya, artinya hujan akan menjadi berkah dengan menumbuhkan tanaman-tanaman jika kondisi memang tanahnya baik, dan sebaliknya pada kondisi tanah yang rusak tanaman-tanaman yang tumbuh di atasnya merana (tidak bisa berkembang secara maksimal).
Oleh karena itu Eco Jihad, adalah sebuah langkah yang harus segera di dengungkan, di lafaskan dalam ucapan dan hati lalu dilakukan dalam semua tata Kelola, baik dalam komunitas, pemerintahan maupun pihak swasta. Mengapa Eco Jihad ? Karena dampak perubahan iklim bukan tidak lagi bisa di tangani dengan biasa – biasa saja, namun ada keterdesakan untuk melakukan dengan segera. Ramadhan adalah bulan suci dimana kita semua lebih ‘wening dan berdialog dengan mata batin kita untuk berkatarsis dan menemukan makna dan cara yang paling tepat pada hal-hal penting disekitar kita. Ini menjadi moment yang tepat untuk melakuan revolusi pada pengelolaan lingkungan.
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Q. S Ar-Rum, Ayat 4.
Pada ayat ini dijelaskan bahwa “matahari dan bulan” bergerak menurut garis edarnya masing-masing, dan demikian pula dengan “tanaman-tanaman dan pohon-pohon” tumbuh berdasarkan hukum alaminya (tunduk). Artinya, ketika terjadi ketidakseimbangan diantara keduanya (matahari dan bulan, tanaman dan pohon) maka potensi ketundukan (alami) tersebut tidak akan berjalan sebagai hukumnya.
Eco Jihad adalah wujud dari ketauhid-an manusia sebagaimana firman Allah SWT
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. QS. Al-Baqarah Ayat 30
Surah ini kita maknai bahwa sebagai khalifah di bumi, manusia dilarang membuat kerusakan dan pertumpahan darah. Makna kerusakan disini adalah tindakan perusakan yang dilakukan oleh manusia terhadap alam, sementara pertumpahan darah dapat terjadi dalam bentuk konflik atau peperangan diantara sesama manusia. Menjaga bumi adalah sebuah perwujudan dari ketauhid-an seseorang dan bisa kita sangsikan ketauhidan seseorang apabila melakukan perbuatan merusak dan tiak menjaga lingkungan. Eco Jihad juga mengandung nilai keseimbangan dan adil dalam pengelolaan lingkungan. Dan tidak bisa ditunda lagi, Eco Jihad ini mari kita dengungkan dan kita implementasikan.
*Penulis adalah Ketua Divisi Lingkungan Hidup, LLH PB (Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah
Makalah ini disampaikan dalam ceramah Majelis Hilful Fudhul, 26 April 2021