Kondisi akhir-akhir ini banyak sekali terjadi di tengah umat Islam fenomena bersinggungan pendapat yang berkaitan dengan fatwa MUI yang diikuti para ulama-ulama lain, atau asatidz kibar di negeri kita. Berkaitan dengan melandanya musibah Internasional (Pandemi) Virus Covid-19, jumhur komisi ulama di negara-negara Islam seperti Saudi, Mesir, Kuwait, dan lainnya, bahkan Indonesia (melalui MUI) mengeluarkan fatwa tentang Lockdown (baca: pengosongan) masjid untuk memutus rantai penularan virus. Sehingga, fatwa tersebut menghimbau agar shalat berjamaah hingga shalat jumat disarankan untuk tunda bahkan sampai ditiadakan.
Fatwa serupa ini menimbulkan polemik di berbagai tempat termasuk di negeri kita. Secara umum, kelompok muslim terbagi menjadi dua dalam menyikapi fatwa ini yaitu kelompok yang setuju dan mengikuti fatwa dengan seksama dan kelompok yang menolak atau tidak mengindahkan fatwa. Kami walaupun sebagai bagian dari kelompok yang mengikuti fatwa mencoba memahami dari sudut pandang lain untuk menyatukan kedua kelompok ini saling memahami dan bertoleransi. Upaya ini diadakan agar ketentraman, sikap positif dan optimisme semakin kuat di tengah umat dan dapat menjadi modal dalam menghadapi cobaan wabah ini bersama-sama.
Pertama, MUI atau para komisi fatwa di berbagai negara di dunia sudah melakukan tindakan yang sangat tepat. Sebagai pemimpin umat, para ulama yang dengan ilmu dan fatwa, mereka berupaya mencegah terjadi kerusakan yang lebih besar yang ditakutkan akan terjadi di tengah umat. Oleh karena itu, MUI pastinya akan mengambil tindakan kolektif dengan memperhatikan kemashlahatan dan menghindari kemudharatan lebih besar. Sehingga, mengeluarkan fatwa yang telah kita ketahui bersama di atas. Upaya MUI ini adalah kesimpulan umum jika memang kondisi secara umum memerlukan demikian. Sehingga, tindakan mengolok-olok bahkan sampai menistakan MUI beserta jumhur ulama yang bersama fatwa ini adalah tindakan yang tidak tepat. Kemuliaan para ulama kita adalah harga mati yang harus kita jaga bersama.
Kedua, memang tidak serta-merta semua orang dapat mengikuti fatwa ini dengan seksama dengan kondisi masing-masing. Tidak hanya para pekerja dan pencari nafkah di jalan yang berat menjalani fatwa ini, tapi para Relawan sosial kemanusiaan, para Takmir, Marbot atau Mu’adzin Masjid juga berat menjalani fatwa ini.
Seperti para relawan, tugas mereka secara ikhlas sukarela dengan pikiran, tenaga dan harta mereka kerahkan untuk mencegah dan membantu mengatasi wabah ini dengan membuat berbagai gerakan seperti disinfektasi, donasi APB dan Masker pada tenaga medis, menyalurkan bahan makanan pokok ke warga miskin, dll. Tindakan mereka bahkan memasuki daerah-daerah zona merah penyebaran virus, demi untuk menjaga keberlangsungan kehidupan di sana. Tindakan mereka adalah jihad sejati yang semoga Allah melindungi dan memberi balasan terbaik untuk mereka.
Termasuk pula para Takmir Masjid kita (di dalamnya ada pengurus, muadzin, marbot dll) adalah pihak yang berat menjalani fatwa ini dengan seksama. Di tengah himbauan MUI dan Pemerintah untuk membatasi aktifitas keagamaan di masjid merupakan pukulan batin yang dalam kepada saudara-saudara kita yang sepanjang hidupnya mereka dedikasikan untuk menghidupkan rumah-rumah Allah ini. Mereka menganggap masjid adalah rumah kedua mereka, bahkan bisa lebih dicintai dari rumah mereka sendiri. Sehingga, mereka tiada serta-merta mampu begitu saja meninggalkan tempat yang mereka cintai tersebut. Di tengah wabah ini, tindakan mereka menghidupkan masjid adalah juga merupakan bentuk jihad fii sabilillah.
Para Mu’adzin berupaya untuk tetap adzan semata agar Asma’ Allah tetap berkumandang di tengah kampung-kampung kita. Mereka tetap menyeru, agar jangan sampai kaum muslimin tidak melupakan salah satu rukun utama dalan agama ini, entah yang mendirikanmya dengan berjamaah atau di rumah masing-masing.
Bahkan, para marbot tetap mendirikan shalat di masjid dengan upaya agar rumah-rumah Allah ini tetap berisi firman-firman-Nya, diselingi doa-doa mereka yang tiada berhenti agar wabah ini serta merta diangkat Allah dari bumi ini.
Apakah mereka tidak takut?
Ya, mereka para pejuang di masjid juga takut! Mereka sebagian besar bukan manusia buta informasi. Mereka juga membaca medsos, mereka mengetahui resiko dan bahaya dari virus ini. Tapi, kita harus ketahui bersama, ketakutan mereka harus mereka kalahkan di atas kecintaan mereka pada rumah-rumah Allah ini. Mereka kalahkan agar umat Islam tetap mendengarkan lantunan adzan di tengah kampung-kampung mereka.
Ketiga, kita semua selalu berdoa pada Allah semoa segera mengangkat wabah ini. Berdoa untuk para Mujahid-mujahid di jalanan dan Masjid ini agar serta-merta dilindungi Allah dan diberikan keikhlasan sehingga mendapatkan balasan terbaik dari sisi-Nya, fiid dunya wal akhirat.
Keempat, jika memang wabah ini dirasa semakin besar dan berjalan hingga ramadhan dan Idul Fitri yang akan datang, maka kita upayakan untuk hadirkan toleransi lebih kuat lagi. Kedua kelompok di atas akan tetap menyikapi masing-masing fatwa MUI dengan berbeda. Bahkan fatwa MUI semakin dikuatkan dengan himbauan ibadah di rumah dari berbagai Ormas seperti BPNU, PP Muhammadiyah, dll. Sehingga, mungkin cara kita menjalani bulan puasa tahun ini bisa beda, mungkin cara kita ber-Lebaran tahun ini bisa beda. Tapi pelajaran bagi kita adalah mari melatih kebesaran hati bahwa ada saudara kita sesama beriman lain yang menerapkan berbagai cara beribadah berbeda di tengah terjadinya pandemi wabah.
Tulisan ini secara umum kami tujukan untuk saudaraku para mujahid-mujahid yang berjuang di tengah wabah untuk menolong sesama. Yang siang malam berpeluh di dalam APD, yang kepanasan membagikan masker dan hand sanistaizer, yang capai membungkusi bahan-bahan pokok makanan untuk dhu’affa terdampak sosial distancing. Wabil khusush pada saudara perjuangan di dua kota dakwah kami, relawan Solo (Takmir Masjid dan PRM Baluwarti, Relawan MDMC dan PDM Solo), relawan Sukoharjo (PDM dan MDMC Sukoharjo) juga relawan dari berbagai elemen lain yang tiada bisa tersebut.
Tetap semangat, jaga kondisi, keep safety, selalu doa dzikir perlindungan dan
Jazaakumullaahu khairan, baarakallaahu fiinaa wa fiikum.
Penulis: Tegar S Ahimza, Direktur (PMMTQ) Pesantren Modern Muhammadiyah Tahfizh Al Quran Sukoharjo