AMBON, MENARA62.COM – Equinox merupakan fenomena biasa saat matahari melintasi garus khatulistiwa. Karena itu Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat untuk tidak menghawatirkan dampak equinox.
“Masyarakat diimbau tetap tenang, tidak perlu mengkhawatirkan dampak dari equinox sebagaimana disebutkan dalam isu yang berkembang akhir-akhir ini,” katanya di Ambon, Provinsi Maluku, seperti dikutip dari Antara, Selasa (26/3/2019).
Dwikorita menjelaskan equinox bukan seperti gelombang panas (heat wave) yang dapat meningkatkan suhu secara drastis, serta kejadian peningkatan suhu udara ekstrem di luar kebiasaan dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
“Tidak selamanya saat equinox terjadi berdampak pada suhu ekstrem,” katanya.
Dijelaskannya, equinox merupakan salah satu fenomena astronomi di mana matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu pada tanggal 21 Maret dan 23 September.
Saat fenomena berlangsung, matahari dengan bumi memiliki jarak paling dekat, dan konsekuensinya wilayah tropis sekitar ekuator akan mendapatkan penyinaran matahari maksimum.
“Secara umum rata-rata suhu maksimum di wilayah Indonesia berada dalam kisaran 32-36 derajat Celsius,” ujarnya.
Secara umum kondisi cuaca di wilayah Indonesia cenderung masih lembab atau basah. Beberapa wilayah Indonesia saat ini sedang memasuki periode transisi atau pancaroba.
Pihaknya mengimbau masyarakat untuk tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan tetap menjaga kesehatan keluarga serta lingkungan.
“Masyarakat diimbau untuk minum air putih dan beraktifitas yang lebih diluar ruangan saat matahari terik, karena dapat menyebabkan dehidrasi jika asupan air kurang didalam tubuh, sementara aktifitas fisik lebih banyak,” demikian Dwi Korita Karnawati .