JAKARTA, MENARA62.COM – Bagi eksportir maupun petani sarang burung walet, usaha sarang burut walet saat ini, menjadi sumber penghasilan yang sangat menggiurkan. Bagaimana tidak, untuk 1(satu) kilogram sarang burung walet dihargai dengan Rp25 juta. Keuntungan tidak hanya bagi petani, atau pelaku ekspor, tapi juga menambah pendapatan devisa bagi negara.
Namun ditengah perjalanan, Ketua Umum Fortuna (Forum Satu Nusantara) Thamrin Barubu menengarai, ada dua perusahaan eksportir ke China yang bermasalah.
“Perusahaan pertama melakukan ekspor melebihi dari kapasitas produksi yang ditetapkan, dan satu perusahaan lain terkait dengan kandungan Nitrit yang melebihi ketentuan diatas 30 ppm,” ujar Thamrin Barubu kepada awak media di Jakarta, Jumat (29/10).
Menurut Thamrin, informasi ini disampaikan dan diberitahukan oleh Otoritas Kepabeanan China yaitu General Administration Of Customs China (GACC )
“Dengan adanya permasalahan tersebut, hal ini menjadi citra buruk ke negara tujuan ekspor, apalagi dilakukan sejak didaftarkan pertama kali ke China tahun 2017 lalu,” tambah dia.
Untuk itu, ia meminta kedua perusahaan tersebut diselidiki dan ditindak tegas serta dicabut izin ekspornya karena melanggar regulasi bilateral perdagangan yang sudah disepakati Indonesia – China.
Thamrin merasa heran, meskipun dua perusahaan tersebut melakukan monopoli dan kartel ekspor sarang burung walet ke China, namun Badan Karantina Pertanian (Barantan) yang secara teknis melakukan regulasi dan pendampingan kepada para pelaku ekspor sarang burung walet, tidak melakukan tindakan tegas kepada kedua perusahaan tersebut.
“Justru dua perusahaan tersebut diberikan kesempatan untuk ekspor kembali ke China lima kali lipat, seharusnya perusahaan tersebut diberikan sangsi berat dan tindakan tegas, serta dicabut izin ekspornya. Yang ada Badan Karantina Pertanian (Barantan) hanya mengevaluasi melalui pembinaan dan diaudit secara virtual,” ungkap Thamrin.
Menurut Thamrin, langkah Barantan tidak adil dan merugikan eksportir yang selama ini memiliki kuota terbatas tetapi menerapkan regulasi protokol bilateral untuk ekspor.
Sementara ditempat yang sama, Ketua Pembina Perkumpulan Petani Sarang Burung Walet Nasional (PPSBWN), Benny Hutapea mengungkapkan, nilai ekspor sarang burung walet mencapai Rp45 triliun per tahun. Namun demikian, adanya kelebihan kuota yang diberikan kepada dua perusahaan ekspotir tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp6 Triliun. “Kerugian ini terjadi hanya dalam setengah tahun,” ujar Benny
Untuk itu, ia meminta pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut agar petani sarang burung walet tidak dirugikan terus menerus.
“Kami sudah melakukan pertemuan dengan berbagai pihak terkait ekspor sarang burung walet, namun belum ada tindakan,” ujarnya.
Persoalan over kuota ekspor ini jangan dianggap sepele oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan), oleh karena itu, Fortuna (Forum Satu Nusantara) menyampaikan 5 (lima) tuntutan: pertama, tindak tegas perusahaan kartel monopoli ekspor sarang burung walet. Kedua, cabut segera izin ekspornya. Ketiga, terapkan sungguh-sungguh System Tracebility (ketelusuran). Keempat, selidiki dan investigasi oknum-oknum kedua perusahaan tersebut. Dan kelima, selamatkan petani sarang burung walet Indonesia.