JAKARTA, MENARA62.COM – Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Jepang, Heri Akhmadi, didampingi Konsulat Jenderal RI di Osaka, Diana E.S. Sutikno, Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Yusli Wardiatno, Koordinator Fungsi Politik Andi Ardiansyah mengunjungi lokasi industri tempe yang dikembangkan warga asal Indonesia, Rustono. Melalui produksi tempe di Jepang ini, Atdikbud mendorong agar tempe sebagai pangan asal Indonesia menjadi Warisan Budaya Dunia.
“Promosi tempe sebagai pangan asal Indonesia menjadi sangat strategis mengingat tempe merupakan warisan budaya nasional. Oleh Forum Tempe Indonesia (FTI), Pergizi Pangan Indonesia dan Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) diusulkan menjadi warisan budaya dunia di UNESCO,” terang Atdikbud Yusli dalam kunjungannya ke pabrik tempe di Shiga, Jepang, pada Senin (21/6).
Dalam siaran persnya, Selasa (22/6) Yusli mengatakan sebagai ajang promosi tempe di kancah internasional, KBRI akan menggelar budaya kuliner tempe bekerja sama dengan FTI. “Bila Jepang sudah mereda pandemi Covid-19 nya dan sudah mulai di buka bebas, KBRI Tokyo bekerja sama dengan FTI akan menggelar acara budaya kuliner tempe dengan mengundang juru masak terbaik Jepang dan Indonesia,” jelas Yusli
Dalam kesempatan yang sama, Dubes Heri mengapresiasi kerja keras Rustono yang telah membuat tempe Indonesia mendunia. “Saya meminta agar kualitas dan kuantitas tempe dipertahankan. KBRI akan terus mendukung upaya-upaya promosi agar tempe menjadi makanan yang disukai masyarakat Jepang dan menjadi kebutuhan pangan sehari-hari,” jelas Dubes Heri.
Dubes Heri menambahkan bahwa Jepang sendiri memiliki produk semacam minuman sehat yang mengandung bakteri probiotik. Sementara Indonesia memiliki tempe yang bergizi tinggi. “Jadi, promosi nilai dan manfaat tempe bagi kesehatan harus terus dilakukan agar menjadi makanan yang dicari dan dibutuhkan masyarakat Jepang,” ujarnya.
Rustono menyampaikan bahwa tempe yang dikembangkannya di Jepang dilakukan secara otodidak. Walaupun lokasi Shiga terpencil, dirinya memilih lokasi ini karena ketersediaan air bersih yang kualitasnya mendukung proses produksi tempe. Industri tempe yang dikembangkannya berbahan kedelai non-GMO atau Non-Genetically Modified Organism. Sebagai informasi, GMO adalah teknik modifikasi DNA organisme lewat rekayasa genetika. “Kapasitas produksi kami maksimal 10 ribu tempe per siklus,” tambah Rustono.
Rustono juga terus berupaya memperkuat jaringan dan meningkatkan pengetahuan dengan menjadi anggota Tempe Society of Japan. “Komunitas ini senantiasa mengadakan pertemuan ilmiah tahunan dan menghasilkan publikasi Journal of the Tempe Society of Japan,” jelas Rustono. Dirinya juga banyak mengenal anggota Forum Tempe Indonesia. Tidak hanya di Jepang, Rustono pun mengembangkan industri tempe di Mexico.
“Tempe yang dijual di Mexico, kami berikan kutipan ‘Hadiah Indonesia untuk Dunia’,” pungkas Rustono.