32.5 C
Jakarta

Kelompok Moderat dan Progresif Kurang Progresif dalam Gerakan Di Media Sosial

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Kelompok Moderat dan Progresif Kurang Progresif dalam Gerakan Di Media Sosial. Demikian salah satu kesimpulan dalam diskusi yang menghadirkan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti di Jakarta, Jumat (23/7/2021).

Akibatnya, menurut Mu’ti, kelompok moderat dan progresif ini, kalah progresif dibandingkan dengan kelompok sebaliknya. Apalagi, kelompok itu memang mempunyai kreativitas, dan militansi yang seperti tak kenal lelah untuk memproduksi konten-konten media sosial dalam versi mereka. Tidak heran jika kemudian kelompok moderat dan progresif ini seperti kurang bergairah dalam melemparkan gagasannya di media sosial.

Kemudahan

Menurut Mu’ti, kemudahan dan keterbukaan akses teknologi digital sat ini, memang membuat berbagai kelompok berusaha menciptakan informasi yang mendukung kepentingannya masing-masing.

Pada pembatasan sosial di masa pandemi seperti sekarang ini, kelompok-kelompok politik maupun radikal tampaknya lebih diuntungkan untuk menawarkan gagasannya ke ruang publik. Bahkan, pada banyak kasus, masing-masing narasi itu seperti menjadi rivalitas dan pertarungan baru di media sosial.

“Ini tanpa kita sadari. Saya juga mempelajari dengan sangat seksama, bagaimana ketika mobilitas (fisik) itu terbatas, mobilitas di media sosial ini tidak bisa dibendung dan ini sebetulnya memberikan keuntungan terhadap kelompok-kelompok tertentu, yang mereka ini tidak punya lembaga sosial, tidak punya jaringan sosial, tapi kemudian mereka bisa tampil luar biasa karena memanfaatkan keterbukaan dan kebebasan akses informasi itu,” ujarnya.

Itu sebabnya, Mu’ti mengatakan, karena tidak bisa melakukan gerakan massa, maka pilihannya adalah melakukan gerakan berbasis media dengan internet sebagai mediumnya. Sebetulnya semua kelompok ini sudah sejak lama menggunakan jaringan itu.

“Namun, mereka memproduksi konten-konten yang memang dalam beberapa hal saya akui lebih kreatif, dalam beberapa hal lebih mudah dipahami dan dalam beberapa hal mereka juga melakukan upaya-upaya penetrasi walaupun tidak harus melalui buzzer-buzzer yang dibayar. Ini sesuatu yang luar biasa karena adanya militansi itu,” ujarnya Mu’ti.

Sekedar ilustrasi, Mu’ti mengatakan, jika satu orang misalnya bisa punya 10 akun dan kalau masing-masing bisa ikut 10 grup WA, dan masing-masing grup WA itu ada 250 orang, maka dalam hitungan detik bisa menyebarkan satu informasi itu kepada 2500 orang.

“Belum lagi jika di dalam grup itu ada yang tertarik menyebarkan lagi dan seterusnya,” kata Mu’ti.

Abdul Mu’ti lalu menceritakan kesaksiannya terhadap beberapa kelompok maupoun orang yang konsisten memposting berbagai tulisan tentang vaksinasi adalah konspirasi, Covid-19 tidak nyata, pemerintah Indonesia anti Islam dan Komunis, pemerintah diback-up China dan sebagainya.

“Itu tiap hari dia bikin. Perkara orang baca atau tidak, itu tidak menjadi soal bagi dia. Yang penting dia sudah melakukan itu dan sekali kirim, ‘jret’ bisa dilakukan dengan cara yang sangat cepat,” ujarnya.

Sementara kelompok-kelompok yang disebut moderat dan progresif ini, menurut Mu’ti, mereka moderat dan progresif dalam pemikiran, tapi tidak moderat dan progresif dalam melakukan gerakan. “Ini problemnya yang sekarang terjadi,” ujar Mu’ti.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!