31.9 C
Jakarta

Gethok Tular

Baca Juga:

Muhammad Afnan Hadikusumo
Muhammad Afnan Hadikusumo

Bagi penggemar gudeg, di kampung Kauman, Yogyakarta, tempat berdirinya Muhammadiyah ada penjual gudeg legendaris. Sejak saya masih kecil, penjual gudeg itu sudah berjualan di sana.

Lokasi jualannya, tepat di depan mushola puteri ‘Aisyiyah. Dagangannya sangat laris, karena cita rasanya yang mak nyus. Penjual gudeg itu, buka lapak jam 06.30, sudah ludes jam 09.00. Penggemarnya bukan hanya yang berdomisili di Kauman, tetapi sampai di luar propinsi Yogyakarta.

Bagi alumni Universitas Gadjah Mada atau IKIP Negeri (sekarang UNY), pasti tidak asing lagi dengan warung SGPC, singkatan dari Sego Pecel. Dulu warung ini kegemaran mahasiswa di sekitaran wilayah Condongcatur, Yogyakarta, tapi untuk saat ini penggemarnya bukan saja warga Yogyakarta. Penggemar dari daerah dan provinsi lain pun mengejar SGPC ini.

Mereka tidak pernah pasang iklan besar-besar di media massa. Mereka juga tidak memasang baliho, spanduk, atau pasang iklan di televisi maupun radio. Bagi mereka, memang tidak ada anggaran promosi. Kekuatan promosinya melalui gethok tular (dari mulut ke mulut).

Film

Masih ingat film Laskar Pelangi? Film garapan sutradara Riri Riza dirilis pada 26 September 2008. Film Laskar Pelangi merupakan karya adaptasi dari buku Laskar Pelangi yang ditulis oleh Andrea Hirata. Film ini telah ditonton oleh 4,6 juta orang, menjadikannya film terbanyak ditonton di Indonesia keempat, setelah Jelangkung dengan 5,7 Juta, Pocong 2 dengan 5,1 Juta, dan Ada Apa Dengan Cinta dengan 4,9 Juta.

Menurut Mira Lesmana sebagai produsernya, produksi film ini menghabiskan biaya Rp 9 miliar, dan 90 persen dikerjakan di dalam negeri. Sound mixing dengan sistem Dolby dan transfer optik untuk suara, belum bisa dikerjakan di dalam negeri.

Andai saja keuntungan diambil dari tiap penonton Rp 10.000 maka uang yang masuk dari penjualan tiket sekitar Rp 46 miliar. Kekuatan promosinya melalui baliho, spanduk dan leaflet. Tetapi, kekuatan promosi ini, belum ada apa-apanya dibandingkan dengan promosi gethok tular yang dilakukan tokoh dan aktivis Muhammadiyah yang merekomendasikan film ini layak untuk ditonton.

Begitu kuatnya gethok tular ini, sehingga di zaman Orde Baru, penguasa menggunakan informal leader (tokoh masyarakat) untuk ikut serta mempromosikan program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. Begitu kuatnya pengaruh tokoh lokal ini, sehingga pada saat itu ada pemberian reward kepada tokoh-tokoh lokal yang sukses membantu program pemerintah.

Mengingat begitu besar pengaruh gethok tular ini, mengingatkan kita agar lebih berhati-hati dalam menjaga perkataan dan pernyataan terutama di kalangan para tokoh masyarakat. Apalagi, saat ini berita hoax sangat banyak berseliweran, bahkan ada beberapa tokoh nasional yang terjebak dengan berita hoax tersebut. Chek and recheck penggunaan nalar atas suatu berita, harus selalu dilakukan untuk mencari kebenarannya. Karena gethok tular bukan saja bisa menaikkan nama seseorang, tapi juga bisa juga menjatuhkan nama baik seseorang ataupun suatu produk.

Penulis: Muhammad Afnan Hadikusumo, Ketum PP Tapak Suci

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!